Kiprah Mafia Digital di Lingkungan Pejabat Istana

Sabtu, 06/06/2020 11:53 WIB
Pertumbuhan Ekonomi Digital Asia Tenggara Tahun 2019 Capai Rp1.048 triliun (foto: jakartainsight.com)

Pertumbuhan Ekonomi Digital Asia Tenggara Tahun 2019 Capai Rp1.048 triliun (foto: jakartainsight.com)

Jakarta, law-justice.co - Istilah "mafia" di dunia teknologi awalnya tidak berkonotasi negatif. Mulai populer sejak "lulusan" PayPal banyak berikiprah di dunia teknologi dan investasi, seperti Elon Musk, Peter Thiel, Jawed Karim (Youtube), dan Roelof Botha (Sequoia Capital) yang disebut dengan "PayPal Mafia". Di tanah air, para ex-pendiri dan pegawai Gojek sering menyebut dirinya sebagai "Gojek Mafia".

Telah banyak para "Gojek Mafia" itu berkiprah di berbagai bidang. Ada yang mendirikan perusahaan startup seperti Sayurbox, Zenius, Awan Tunai dan lain-lain, hingga menduduki jabatan di pemerintahan, antara lain senagai Deputi Komunikasi Program Kartu Prakerja - Kemenko Perekonomian dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Gemerlap prestasi dan pemodalan raksasa unicorn Indonesia, seperti Tokopedia, Gojek, Traveloka, Bukalapak, dan OVO menjadi magnet besar, tidak saja bagi kalangan investor, namun juga bagi Pemerintah. Skala ekonomi yang dimilikinya serta kemampuan penyerapan tenaga kerja yang besar, membuat Pemerintah menjadikan bisnis digital dan kekuatan finansial di belakangnya sebagai andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah nampaknya sudah terlalu jauh menjadikan bisnis digital menjadi primadona dan meng-anak emaskan mereka. Sudah banyak pihak yang mengkritisi kecenderungan ini. Mulai dari janggalnya Pemerintah memberikan karpet merah pada investor Masayoshi Son (salahsatu investor Tokopedia), polemik pelatihan online Kartu Prakerja, pengangkatan Staf Khusus Milenial yang bermasalah, hingga besarnya anggaran yang dialokasikan dan disalurkan melalui platform online dalam mengatasi bencana pandemi COVID-19. Keberpihakan yang sangat mencolok itu menimbulkan sentimen negatif sehingga memunculkan istilah "Mafia Digital".

Masayoshi Son, yang sedang dirundung masalah keuangan super besar akibat spekulasi investasi, ditunjuk oleh pemerintah sebagai salahsatu Dewan Pengarah Pembangunan Ibu Kota Baru. Penunjukan ini kontras dengan pernyataannya bahwa dia belum memastikan akan melakukan investasi untuk Ibu Kota baru di Kalimantan Timur.

Bahkan ada kabar tidak sedap pada pertengahan tahun lalu, saat kedatangannya disambut di Istana Presiden. Di hari yang sama, Masayoshi Son mengumpulkan belasan pengusaha besar Indonesia untuk diajak berinvestasi di perusahaannya. Kontras sekali, siang hari bicara tentang rencana investasi besar kepada Presiden, malamnya menggalang dana dari pengusaha Indonesia.

Program pelatihan online Kartu Prakerja juga menjadi sorotan banyak pihak. Di saat jutaan masyarakat terkena PHK akibat pandemi COVID-19, Pemerintah menganggarkan dana Rp 5,6 triliun untuk pelatihan online yang tidak jelas kelayakan dan proses pengadaannya. Pogram ini dikomandoi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di mana salahsatu "Gojek Mafia" menjabat sebagai Deputi Komunikasi Program Kartu Prakerja.

Disorot juga adanya salahsatu platform yaitu Ruangguru, yg dikabarkan berhasil menguasai hampir 70% transaksi pelatihan online, jauh mengungguli 7 platform lainnya. Walaupun masyarakat dibebaskan untuk memilih platform online untuk membeli paket pelatihannya, penguasaan pasar yang sedemikian mencolok patut menjadi perhatian.

Sebelumnya, pengangkatan 7 staf khusus milenial Presiden juga membuat masyarakat geleng-geleng kepala. Dua dari 7 staf khusus itu terlibat masalah dan akhirnya mengundurkan diri. CEO dari perusahaan fintech Amartha dan CEO Ruangguru adalah 2 staf khusus tersebut. Keduanya dianggap bermasalah karena terindikasi memiliki conflict of interest.

Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada Tokopedia, di mana Komisaris Tokopedia sempat dijabat oleh salahsatu Menteri yang masih aktif di Pemerintahan.

Terakhir, dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional, rencananya Pemerintah akan mengalokasi dana sebesar Rp 25 triliun sebagai "Stimulus Kebijakan untuk Dukungan Pariwisata dan voucher makanan melalui aplikasi online." Aplikasi online yang terkait pariwasata dan voucher makanan tentu saja antara lain: Traveloka, Gojek dan Grab.

Segala sesuatunya harus melalui aplikasi online. Seakan-akan tidak ada plihan lain selain aplikasi/platform online. Seakan-akan Pemerintah tutup mata bahwa platform online mendapatkan keuntungan besar dari transaksi yang menggunakan keuangan negara. Seakan-akan penyaluran dana menggunakan platform online boleh menerabas aturan yang ada.

Bisnis digital berpotensi menjadi titik rawan terjadinya penyelewengan. Selain karena menyangkut uang yang sangat besar, bisnis digital juga masih belum cukup dipahami layaknya bisnis konvensional. Sehingga, banyak pihak yang gagap dalam penerapan peraturan dan perundang-undangan.

Misalnya, proses seleksi platform pelatihan online untuk Kartu Prakerja yang oleh Pemerintah dianggap tidak perlu mengikuti aturan dalam Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa. Alasannya karena tidak ada barang/jasa yang dibeli oleh Pemerintah. Memang Pemerintah tidak secara langsung membeli barang/jasa dari platform online itu.

Tapi, Pemerintah memberikan dana kepada masyarakat yang diwajibkan membeli barang/jasa dari platform online tersebut. Pembelian wajib ini sebagai syarat masyarakat untuk mendapatkan BLT. Jadi jelas, ada aliran dana dari Pemerintah ke platform online tersebut. Maka, Perpres 16 Tahun 2018 seharusnya wajib dipatuhi. Makanya platform online itu wajib untuk diaudit layaknya penyedia barang/jasa pemerintah.

Dengan banyaknya kejanggalan-kejanggalan tersebut, apakah ini berarti memang ada "Mafia Digital" di lingkungan Istana? Berjalannya waktu pasti bisa membuktikan hal ini. Namun akan menarik kalau kita lihat lebih jauh pemodal yang berada di belakang industri bisnis digital tersebut.

Tercatat lebih dari 70 perusahaan venture capital (VC) yang beroperasi di Indonesia. Beberapa startup yang dibiayai oleh venture capital (VC) ternama antara lain: Traveloka, Tokopedia, dan Ruangguru oleh East Ventures; Warung Pintar, Fore Coffee, dan Wahyoo oleh Agaeti Ventures bersama-sama dengan East Ventures.

East Ventures merupakan VC terbesar dan paling agresif di Indonesia. Selain memiliki portfolio terbanyak, VC ini juga dikenal paling "disayang" oleh Pemerintah. Hal ini terlihat begitu banyaknya pejabat negara yang hadir dalam peringatan 10 tahun berdirinya East Ventures pada Oktober 2019 lalu. Perusahan-perusahaan yang didanainya juga mendudukkan beberapa mantan pejabat tinggi sebagai komisaris.

Tercatat, Tokopedia, salah satu portfolio East Ventures, mengangkat Agus Marto, Komisaris Utama Bank BNI yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia, sebagai Komisaris Utama Tokopedia. Dan terakhir, mantan Kepala BEKRAF yang juga Komisaris Utama Garuda Indonesia didapuk menjadi salahsatu advisor East Ventures.

Adapun Agaeti Ventures adalah milik keluarga Luhut Panjaitan melalui keponakannya Pandu yang menjadi Komisaris Gojek dan Direktur Toba bara, yang jelas adalah milik Luhut. Sementara, start up Wahyoo adalah milik link warteg milik putra Presdien, Gibran.

Dari informasi diatas terlihat adanya "garis putus-putus" yang menghubungkan antara pemodal, perusahan digital dengan Pemerintah. Walaupun tidak dapat serta merta disimpulkan adanya persekongkolan, hal tersebut perlu dicermati lebih jauh. Dan cara memastikannya adalah dengan mengangkat satu kasus yang paling mencolok untuk sampai masuk tahap penyidikan, khususnya kasus-kasus yang melibatkan anggaran negara.

Dalam setiap masa, selalu ada primadona ekonomi yang berpotensi memunculkan para "mafia". Mafia energi mengeksploitasi dana dan sumber daya terkait mineral, minyak bumi, dan lahan. Mafia perbankan mengeksploitasi keuangan masyarakat dan keuangan negara khususnya saat krisis finansial tahun 1998 dan 2008. Saat ini, bila benar ada, "Mafia Digital" berpotensi mengeksploitasi anggaran negara untuk penanggulangan bencana, yang seharusnya dialokasikan sebesar-besarnya untuk menyelamatkan nyawa masyarakat Indonesia. (Sumber: Ist)

 

 

(Tim Liputan News\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar