Menko PMK: Presiden Ingin Rapid Test Standar WHO

Jum'at, 05/06/2020 17:30 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy (Foto: Tigapilarnews)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy (Foto: Tigapilarnews)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan keinginan Presiden Joko Widodo agar rapid test dioptimalkan sehingga standar World Health Organization (WHO) itu bisa segera dipenuhi oleh Indonesia.


“Tapi bukan berarti bahwa apa yang kita lakukan selama ini tidak valid, tetapi akan kita lebih pertajam agar keputusan kita bisa betul-betul lebih tepat,” ujar Menko PMK kepada wartawan.

Kata dia, targetnya paling maksimal atau betul-betul bisa memenuhi standar WHO ya 30.000 (tes per hari) karena menurut perhitungan rasio jumlah penduduk dan yang dites itu sekitar 30.000 (tes per hari).

“Untuk mencapai ke 30.000, sekarang tahap pertama adalah 20.000. Untuk bisa melakukan tes sebanyak 20.000 harus ada tracing. Jadi tracing-nya harus lebih dari itu. Biasanya tracing yang kemudian berlanjut dengan tes itu mungkin tidak sampai seperlima,” imbuh Menko PMK.

Menurut Menko PMK, memang setiap kasus dilakukan pelacakan besar-besaran dengan cermat, jangan sampai ada mata rantai yang terhubung tidak kita kenali.

Karena itu, Menko PMK sampaikan perlu melibatkan relawan seperti mahasiswa semester terakhir jurusan kebidanan, jurusan keperawatan, kemudian sarjana kesehatan masyarakat itu untuk melakukan ini (menjadi relawan) yang kira-kira bisa untuk mem-back up, dan ini dibutuhkan tenaga yang cukup besar.

Untuk testing, Menko PMK sampaikan itu juga dibutuhkan relawan yang harus setingkat lebih tinggi, misalnya mahasiswa S2 jurusan mikrobiologi, magister kesehatan masyarakat.

“Kalau itu bisa kita rekrut, itu akan mengurangi beban dari laboran yang selama ini bekerja. Karena kita berharap mesin-mesin PCR yang ada itu bisa kita optimalkan jam kerjanya dan itu membutuhkan tenaga, mestinya harus ada tenaga sif, harus digilir, sehingga seandainya tidak bisa 24 jam, ya 22 jam lah alat-alat itu bisa bekerja,” kata Menko PMK.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar