Sempat Dipuji Pananganan Coronanya, Kenapa Surabaya Masuk Zona Hitam?

Jum'at, 05/06/2020 11:49 WIB
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gbernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (wowkeren)

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gbernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (wowkeren)

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, Provinsi Jawa Timur mencuri perhatian dalam penanganan virus corona (Covid-19).

Pasalnya, peningkatan jumlah pasien positif coronanya terus meningkat dan mencatat rekor harian di skala provinsi.

Hingga hari Kamis (4/6) kemarin, tercatat sudah 5.408 kasus pasien positif corona disana dengan 437 angka kematian.

Mayoritas kasus itu berasal dari Kota Surabaya yang mencapai 2.828 orang pasien.

Hal ini yang menyebabkan Kota Surabaya pun telah masuk ke dalam zona hitam dalam situs resmi infocovid19.jatimprov.go.id.

Meski demikian, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo menilai Pemerintah Kota Surabaya sudah melakukan langkah-langkah yang tepat dalam penanganan Covid-19.

Kata dia, peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 yang dialami Surabaya merupakan buah kerja keras dalam melakukan penelusuran (tracing) dan pengambil sampel di berbagai lingkungan masyarakat.

"Tentunya tidak mudah untuk mendapatkan informasi daerah yang kawasannya banyak yang positif. Ini langkah yang strategis dan sangat cerdas," ujarnya seperti melansir cnbcindonesia.com, Kamis 4 Juni 2020.

Dia berharap pasien yang saat ini dirawat kemudian sembuh agar agar mendonorkan plasma kepada pemerintah untuk pengobatan pasien yang sakit berat.

Berdasarkan data Pemkot Surabaya sebanyak 226 kasus kematian akibat Covid-19 memiliki riwayat penyakit penyerta.

Dia meminta supaya jenis penyakit penyerta itu dipelajari, kemudian diinformasikan ke masyarakat agar berhati-hati. Menurut dia, di Jawa Timur itu, penyakit penyerta yang paling tinggi adalah diabetes, kemudian hipertensi.

"Makanya, yang memiliki diabetes harus diingatkan agar berhati-hati," ujarnya.

Selain itu, dia juga meminta langkah mitigasi atau pencegahan juga harus dilakukan agar sedikit yang terpapar Covid-19. Kemudian, langkah sosialisasi yang masif ke masyarakat juga perlu disampaikan.

Menurut Doni, kalau tidak diikuti dengan penjelasan yang maksimal, maka warga akan merasa aman-aman saja. Apalagi, di beberapa daerah di luar Jawa sudah ada pembukaan menuju masyarakat yang produktif dan konstruktif.

"Selama kasus Covid-19 berada di tengah masyarakat kita tidak boleh lengah. Penerapan protokol kesehatan harga mati. Kalau kita abaikan, tak disiplin dan tak menggunakan masker, tak menjaga jarak dan tak rajin cuci tangan, tentu akan membahayakan. Apalagi bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta," ucapnya.

Disisi lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pasien positif Covid-19 di Surabaya lebih dari 2.000 kasus. Namun, menurut Khofifah, tak serta masuk zona hitam seperti tertera dalam peta.

"Kemudian ada yang tanya, itu (di peta) kok ada yang hitam. Itu bukan hitam tapi merah tua. Seperti Sidoarjo yang angka kasusnya 500 (kasus) sekian merah sekali, kalau angkanya dua ribu sekian (Surabaya) merah tua," ujarnya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Di antaranya kata dia, adalah tracing atau pelacakan dan pemetaan suatu wilayah secara masif.

"Jadi kami punya beberapa klaster yang ada di Surabaya. Kita tracing, siapa dia, ketemu di mana, kemudian siapa saja di situ," katanya.

Hasilnya kata dia, ditemukan orang dengan resiko (ODR). Dari dasar data tersebut, Pemkot Surabaya mendetailkan siapa saja atau keluarga yang ada di situ.

Dia memberi contoh dalam satu perusahaan setelah dilakukan test ditemukan satu orang positif, maka satu orang itu langsung dilakukan tracing untuk seluruh keluarganya. Dan orang itu dimasukkan sebagai ODR.

Setelah itu, kata dia, dokter mendatangi rumahnya dan melakukan pemeriksaan. Jika kondisinya berat, maka dimasukkan ke rumah sakit.

Namun, jika kondisinya tidak berat orang tersebut dibawa ke Hotel Asrama Haji untuk isolasi.

Meski demikian, dia mengaku ada beberapa yang tidak mau karena mereka menyatakan tidak positif dan ingin melakukan isolasi mandiri di rumah.

"Nah ketika melakukan isolasi mandiri di rumah itu, kami memberikan makan supaya mereka tidak keluar (rumah). Setiap hari kelurahan mengirim makan tiga kali sehari. Siangnya kita berikan telur dan jamu. Itu mereka isolasi mandiri. Kadang-kadang ada vitamin," ujarnya.

Selain itu, dia menyatakan saat ini Pemkot Surabaya terus gencar melakukan rapid test (tes cepat) massal dan swab di beberapa lokasi yang dinilai ada pandemi.

Sebelumnya, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dr. Joni Wahyuhadi blak-blakan mengaku khawatir dengan penularan Covid-19 di wilayah Surabaya Raya.

Bahkan dia menyebut Surabaya berpotensi menjadi Kota Wuhan, China, tempat pertama kali Covid-19 ditemukan dan mewabah.

"65 persen Covid-19 ada di Surabaya Raya. Ini tidak main-main kalau kita tidak hati-hati maka Surabaya bisa jadi Wuhan," kata Joni beberapa waktu lalu.

Joni sempat mengatakan bahwa pihaknya memang tengah fokus menurunkan rate of transmission (tingkat penularan) Covid-19, terutama di Surabaya yang saat ini masih mencapai angka 1,6. Itu artinya, ketika 10 orang terinfeksi Covid-19 dalam satu minggu bertambah jadi 16 orang.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar