Sebut Rezim Jokowi Hadirkan Gaya Orde Baru, Refly: Kita Sedang Diintai

Selasa, 02/06/2020 11:56 WIB
Di Gaji dari APBN Tak Boleh Kritik Pemerintah?, Refly Harun: Keliru! (tribun)

Di Gaji dari APBN Tak Boleh Kritik Pemerintah?, Refly Harun: Keliru! (tribun)

Jakarta, law-justice.co - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun kembali melontarkan pernyataan yang menarik perhatian publik terkait gaya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kali ini, lewat melalui kanal YouTube pribadinya, dia blak-blakan menyebut suasana orde baru kini kembali terjadi di pemerintahan Jokowi sekarang.

Kata dia, masyarakat yang kritis kini seolah diintai dengan Undang-undang ITE.

"Saya pernah mengalami masa kelam orde baru, waktu itu berpendapat begitu takutnya, begitu khawatirnya. Khawatir ditangkap, khawatir dipidanakan" ujarnya.

 

Menurut dia, sejumlah tudingan yang diarahkan pada masyarakat yang kritis terhadap pemerintah yang kini tengah marak menjadi bukti suasana orde baru kini terjadi di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tapi sadar atau tidak, nuansa itu ada saat ini. Jadi seperti kita sedang diintai, kepleset omongannya maka akan berlakulah undang-undang ITE. Menyebarkan kebencian, menyebarkan rasa permusuhan dan lain sebagainya," ucapnya.

Dia sangat menyayangkan masalah tersebut. Pasalnya menurut dia, kritik sangat diperlukan agar bisa menjalankan pemerintahan secara lebih baik.

Dia menyatakan, sebagai seorang akademisi, kritik menjadi hak setiap warga negara.

"Padahal kritik dalam demokrasi adalah vitamin dan tugas intelektual, tugas akademisi adalah memberikan masukan-masukan yang berharga, yang bernas. Kalau seandainya dia memandang bahwa ada hal-hal yang tidak benar dalam praktik penyelanggaraan negara ini, dan itu dah-sah saja sebagai hak warga negara," lanjutnya.

Disisi lain, dia menyinggung soal pembatalan seminar pemecatan presiden di masa pandemi Virus Corona.

Seminar itu dibatalkan karena dianggap makar hingga sejumlah panitia dan narasumber mendapat ancaman pembunuhan.

"Jadi tidak perlu harus dicurigai akan ada makar, akan ada gerakan menjatuhkan presiden dan lain sebagainya," katanya.

Menurut dia, beda pemberhentian presiden dengan pengunduran diri presiden.

Ia menyebut, setiap pejabat boleh mengundurkan diri jika tak mampu menjalankan jabatannya dengan baik.

"Kita harus membedakan antara keinginan memberhentikan presiden yang jalannya sudah diatur dalam konstitusi, dengan keinginan lain yaitu presiden mengundurkan diri. Kalau pejabat mengundurkan diri itu terserah pejabat yang bersangkutan, subjektivitas pejabat yang bersangkutan," tegasnya.

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar