Kritik Polisi, MPR: Ruslan Buton Korban Pasal Karet UU ITE!

Senin, 01/06/2020 11:21 WIB
Wakil Ketua MPR Arsul Sani. (Tempo.co).

Wakil Ketua MPR Arsul Sani. (Tempo.co).

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengecam tindakan kepolisian yang melakukan penangkapan kepada Ruslan Buton.

Bahkan kata dia, Panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara itu menjadi korban pasal karet dalam UU ITE.

Menurut dia, seharusnya polisi tidak perlu melakukan penangkapan mantan anggota TNI tersebut.

“Karena tak ada indikasi bahwa yang disampaikan Ruslan membuat masyarakat terprovokasi untuk melakukan makar atau melawan Presiden Jokowi,” ujarnya seperti melansir pojoksatu.id, Minggu (31/5/2020).

Sebelumnya, nasib serupa juga pernah dialami Revio Patra yang akhirnya dibebaskan polisi usai ditangkap.

Kata dia, pasal karet yang dimaksud ialah Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE dan Pasal 207, 310 dan 31 KUHP.

“Pasal-pasal ini adalah pasal karet yang interpretable atau multitafsir atau terbuka penafsirannya,” kata dia.

Politisi PPP itu mengingatkan Polri agar tak langsung melakukan penangkapan dan penahanan dalam menerapkan pasal karet ini.

Apalagi kata dia, yang disampaikan terduga pelaku di ruang publik atau medsos belum menimbulkan akibat apa-apa.

Atau, juga tidak disertai dengan tindak pidana lainnya.

“Seperti misalnya mengangkat senjata atau memberontak terhadap pemerintah,” tekan anggota Komisi III DPR RI ini.

Dia menegaskan semestinya, proses hukumnya adalah polisi lebih dulu meminta keterangan ahli apakah pernyataan dimaksud terindikasi pidana atau tidak.

Bahkan seandainya ada laporan polisi saja, Polri perlu melakukan penindakannya dengan elegan menurutnya.

“Terlebih lagi jika upaya paksa seperti penangkapan tersebut inisiatif polisi sendiri tanpa ada yang melaporkannya dulu. Caranya ya kumpulkan dulu alat buktinya, termasuk dalam hal ini keterangan ahli, kemudian tetapkan tersangka dan lakukan pemanggilan” tegasnya.

Sebelumnya, petugas Kepolisian menangkap Panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara, Ruslan Buton. Penangkapan ini diduga terkait surat terbuka yang dibuatnya untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Surat yang salah satu pointnya meminta Jokowi mundur dari jabatannya itu sempat viral dan menjadi perbincangan warganet.

Dia bahkan sempat berujar tidak menutup kemungkinan ada revolusi rakyat jika Jokowi tak kunjung melepas jabatannya.

Ruslan merupakan mantan Prajurit TNI Angkatan Darat (AD). Pangkat terakhirnya yakni Kapten Infanteri. Pangkat itu diembannya ketika menjabat Pama Yonif RK 732/Banau.

Namun, karir pria kelahiran 4 Juli 1975 itu tak mulus. Dia dipecat karena terlibat kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017 lalu.

Ruslan ditahan dan diperiksa secara intensif di Detasemen Polisi Militer (Denpom) XVI/1 Ternate.

Saat itu, Ruslan menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau. Kemudian pada 6 Juni 2018, Pengadilan Militer Ambon mengeluarkan putusan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan serta pemecatan dari Anggota TNI AD.

Ruslan pun menghirup udara bebas pada akhir tahun 2019. Namun, belum genap satu tahun, Ruslan kembali menyedot perhatian publik dengan surat terbuka untuk Jokowi yang dibuatnya.

Surat itu pula yang kemudian membuatnya harus dijemput polisi untuk menjalani pemeriksaan.

“Ya (Ruslan Buton ditangkap) dari berita kita tahunya juga,” kata Kepala Penerangan Komando Resimen (Kapenrem) 143/Kendari, Mayor Sumarsono kepada JawaPos.com, Kamis (28/5).

Kendati demikian, Sumarsono belum merinci ihwal penangkapan ini. Pasalnya belum ada laporan resmi yang diterimanya.

“(Yang nangkap) dari Puspom dan Mabes Polri,” ucapnya.

Kendati demikian, dari video yang beredar, Ruslan ditangkap disebuah rumah. Dia tangkap kooperatif saat dijemput petugas. Mengenakan kemeja putih lengan pendek, dia melenggang santai masuk mobil petugas.

Warga-warga sekitar rumah tersebut pun tampak membiarkan Ruslan dijemput. Ruslan pun sempat melambaikan tangan ke arah warga sebelum masuk mobil petugas.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar