Refly Harun Pastikan Minta Presiden Mundur dalam Demokrasi Dibolehkan

Minggu, 31/05/2020 10:34 WIB
Di Gaji dari APBN Tak Boleh Kritik Pemerintah?, Refly Harun: Keliru! (tribun)

Di Gaji dari APBN Tak Boleh Kritik Pemerintah?, Refly Harun: Keliru! (tribun)

Jakarta, law-justice.co - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memastikan dalam negara demokrasi, meminta presiden mundur diperbolehkan dan tidak melanggar hukum.

Yang tidak boleh kata dia ialah memaksa presiden mundur dari jabatannya.

Hal itu disampaikannya lewat akun twitter pribadinya, Minggu 31 Mei 2020.

"Meminta presiden mundur itu nggk apa2 dlm demokrasi. Yg nggk boleh, maksa presiden mundur" kicaunya di Twitter.

Selain itu, lewat akun twitternya juga dia juga menyebut bahwa pemimpin yang dewasa adalah mereka yang mau mendengar kritik dari rakyat yang dipimpin.

Baik itu kritik yang membangun, maupun kritik pedas yang menjatuhkan dan bukan menyerang balik pengkritiknya.

Apalagi kata dia sampai membiarkan bawahan atau orang-orang yang mengatasnamakan dirinya menyerang balik.

"Pemimpin yang dewasa itu mendengar krritik, baik yg membangun maupun yg menjatuhkan. Bukan yang segera bereaksi untuk menyerang balik, atau membiarkan bawahan atau orang2 yg mengatasnamakan dirinya menyerang balik. Kabur substansi kritiknya," kicaunya lagi.

Sebelumnya, sejak awal kemunculan informasi bahwa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) akan menggelar diskuisi bertajuk `Persoalan Pemecetan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sisitem Ketatanegaran` dengan Pembicara Utama Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Nimatul Huda langsung dituduh sebagai kegiatan makar.

Lantaran dituduh makar, panitia pun sepat menggantikan judul dari diskusi tersebut. Namun, kemduian diskusi tersebut resmi dibatalkan. Adapun alasannya demi keamanan.

"Memang dibatalkan dengan alasan keamanan," kata Dekan Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto melalui pesan singkatnya, Jumat (29/5/2020) seperti dikutip dari tempo.co.

Sigit menjelaskan bahwa dirinya mendapat laporan tentang adanya dugaan teror terhadap Guru Besar Hukum Tata Negara UII Ni`matul Huda yang akan menjadi pembicara diskusi. Menurut laporan tersebut, Nima mengatakan kondisinya sudah tak kondusif untuk menggelar diskusi.

Selain itu, nomor Nima juga tak bisa dihubungi sejak semalam karena diduga diretas. Informasi lain beredar bahwa dia diteror.

Sigit sempat mengatakan acara tetap akan digelar meski berpindah dari platform Zoom meeting. Ia juga meminta para mahasiswanya santai saja menghadapi masalah ini.

Sigit mengaku, tak ada yang salah dari menggelar diskusi tentang pemecatan presiden selama tidak melanggar hukum, ketertiban umum, dan etika kesusilaan. Ia juga menegaskan diskusi itu bersifat ilmiah dan akademis, tidak politis.

Topik diskusi ini mulai ramai disorot setelah adanya tulisan dari pengajar Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana UGM, Bagas Pujilaksono Widyakanigara. Bagas menilai diskusi itu makar dan harus ditindak tegas.

Menurut Sigit, sumber polemik ini adalah tidak adanya konfirmasi. Padahal, kata dia, tak ada satu pun kata atau gagasan makar di balik diskusi itu. "Harapan saya semua pihak lebih dewasa, wise, cross check, diuji kesahihan sebelum komentar, sehingga tidak menimbulkan provokasi dan distorsi," tutupnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar