Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Usul PT 7% di Pileg 2024, Desmond: Wujud dari Politik Kartel

Jum'at, 29/05/2020 20:07 WIB
Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa (Ist)

Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Partai Golkar dan NasDem telah mengusulkan kenaikan Parlimentary Treshold naik dari 4% menjadi 7% pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024 nanti. Namun, usulan itu dikritisi oleh Partai Gerindra.

Tak hanya menolak, Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang juga sebagai Sekretaris Fraksi partai Gerindra Desmond J Mahesa bahkan menyebut usulan tersebut sebagai perwujudan politik kartel di parlemen. Alasannya jelas, usulan itu hanya menguntungkan partai besar atau menengah ke atas.

"Ini sebenarnya politik kartel juga. Jadi threshold itu adalah kartel parlemen dan presidential threshold adalah kartel presiden," kata Desmond kepada law-justice.co, Jumat (29/5/2020).

Jika nanti usulan kenaikan hingga 7% itu disetujui, kata dia maka pembuatan kebijakan hanya dipegang oleh partai besar, khusunya yang menjadi pemenang pda penyelenggaran pemilu sebelumnya. Sebab, daya tawar partai kecil lainnya tak akan dianggap.

Dan hal itu telah diungkapkan oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang juga menolak dengan usulan tersebut.

"Ya keinginan meningkatkan kan agar mereka yang bahasanya Pak Zul itu kan membunuh kan. Atau dalam bahasa yang lain merampingkan parlemen kan," jelasnya.

Efek lanjutan dari hal seperti itu kata dia, proses demokrasi di DPR tak akan tercipta lagi. Semuanya serba ada di tangan partai besar.

"Tapi kalau politik-politik yang akhirnya daya tawarnya dimiliki kelompok-kelompok yang dari partai pemenang, proses demokrasi yang substansial susah terjangkau. Akhirnya adalah proses demokrasi yang terjadi ya akhirnya prosedural seperti ini," lanjutnya.

Atas akibat dari usulan itu, dia menilai usulan partai yang dipimpin Arilangga hartarto dan Surya paloh itu tak logis. Hal itu kata dia akan diperparah jika pemilunya digelar secara tertutup.

"Politik kartel kayak gini kan merugikan demokrasi gitu. Kemungkinan sistem pemilu yang tertutup itu juga memperparah kartel lagi. Karena partai besar mengusulkan sistem tertutup juga," tutup Desmond.

Ketum PAN Zulkifli Hasan baru mengungkapkan kritikan sebagai bentuk penolakan terhadap usulan NasDem dan Golkar itu pada Kamis (28/5/2020). Dengan situasi seperti itu PAN akan siap menolak usulan tersebut.

Sebenarnya, selain Partai Gerindra dan PAN, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah lama menolak usulan ini. Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid pada Maret 2020 sudah menyatakan ketidaksepakatan partainya dengan usulan menaikkan ambang batas parlemen menjadi 7% itu.

Sebab, ambang batas yang tinggi akan membuat rakyat tidak terwakili di parlemen. Dia lantas merujuk pada hasil Pemilu 2019, dimana hanya tujuh dari 16 partai politik yang bisa maju kembali pada pemilu 2024.

"Kalau tujuh persen akan terlalu banyak rakyat yang tidak terwakili. Sehingga nama DPR, Dewan Perwakilan Rakyat, tidak jadi tepat. Mengapa? Karena akan banyak partai yang tidak mencapainya," katanya, Selasa (10/3/2020) seperti dikutip dari cnnindonesia.

Menurutnya,setiap partai politik di Indonesia mewakili kelompok masyarakat yang berbeda. Sehingga, jika semakin sedikit partai di parlemen, maka akan sulit memotret dinamika sesungguhnya yang terjadi di kalangan masyarakat.

Kata dia PKS tetap mendukung kenaikan ambang batas parlemen, namun tak harus sampai ke 7%. Menurutnya, 5 % adalah angka yang sudah tepat.

"Kalau lima persen itu nanti akan memungkinkan keterwakilan yang lebih luas, dengan cara itu maka keinginan untuk kemudian mengonsolidasikan demokrasi bisa tetap tercapai," katanya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar