Ambisi Trump Ingin Menjerat Platform Media Sosial Dikecam Pakar Hukum

Jum'at, 29/05/2020 12:45 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (Foto: Instagram/@Realdonaldtrump)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (Foto: Instagram/@Realdonaldtrump)

law-justice.co - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengeluarkan perintah eksekutif untuk meninjau kembali kesepakatan Kongres 1996 yang memberi perlindungan hukum pada perusahaan platform media sosial. Beberapa pakar hukum di AS mengecam perintah tersebut karena keputusan Kongres 1996 justru bertujuan agar perusahaan betanggungjawab secara moral atas konten yang ada di platform mereka.

Kongres 1996 memutuskan, situs web seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan lainnya, tidak dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum atas konten yang diposting oleh pengguna mereka. Tapi keputusan itu diikuti dengan aturan bahwa perusahaan internet boleh menyaring atau menyensor konten dari pengguna platform mereka. Selain itu, ada aturan Undang-undang yang mewajibkan situs web untuk menghapus konten yang cabul atau kasar atau melanggar ketentuan layanannya. Hal yang paling dihindari Kongres 1996 adalah postingan tentang pornografi anak.

Pakar hukum dari Universitas California Eugene Volokh mengatakan, perusahaan platform media sosial memang memiliki kewenangan untuk menyensor konten dari anggota mereka. Kewenangan itu bersifat mutlak, bahkan jika proses penyensoran tersebut dinilai sebagai suatu tindakan politis.

"Suka atau tidak suka, itu adalah keputusan yang diambil oleh Kongres," Volokh, dilansir dari NBCNews.

Ia menjelaskan, saat Kongres 1996, memang ada pilihan bahwa perusahaan platform juga harus bertanggungjawab atas apa yang diposting oleh anggota mereka. Tapi opsi tersebut ditolak oleh sebagian besar peserta dan lebih menyetujui agar ada proses seleksi tersebih dahulu, sebagai bentuk tanggungjawab moral.

Hal serupa juga diutarakan oleh pakar hukum internet Universitas Santa Clara, Eric Goldman. Ia menegaskan, aturan tersebut sudah berlansung selama seperempat abad.

"Inti dari undang-undang itu adalah memberi perusahaan internet kekuatan untuk memutuskan apa yang mereka pikir cocok untuk audiens mereka. Itu dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi kebijaksanaan editorial, bukan untuk menghilangkannya," kata Goldman.

Sebelumnya, Presiden Trump merasa tersinggung karena dua cuitannya tentang manipulasi pemilu di California, dianggap sebagai informasi yang menyesesatkan oleh Twitter. Twitter menilai, tudingan Trump tidak didasari dengan fakta yang kuat.

"Dapatkan fakta tentang perolehan suara masuk," begitu unggahan Twitter di bawah cuitan Trump. Twitter juga melampirkan beberapa link berita dari media-media di AS, seperti CNN dan Washinton Post.

Trump merasa platform media sosial telah melanggar prinsip kebebasan berbicara warga negara AS. Perusahaan media sosial dianggap telah memonopoli arus informasi.

"Mereka memiliki kekuatan yang tidak diperiksa untuk menyensor, membatasi, mengedit, membentuk, menyembunyikan, dan mengubah hampir semua bentuk komunikasi antara warga negara dan audiensi publik yang besar," kata Trump dilansir dari CNN.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar