Ada Apa WHO Desak Indonesia Hentikan Pakai Klorokuin Obati Covid-19?

Rabu, 27/05/2020 16:51 WIB
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (kompas)

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat pandemi covid-19 mulai masuk ke Indonesia mengumumkan akan menggunakan klorokuin untuk mengobati pasien covid-19. Namun, kini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak Indonesia untuk tidak menggunakan klorokuin.

Selain itu, WHO juga meminta tak menggunakan obat malaria lainnya, yakni hindroksiklorokuin).Pasalnnya terdapat masalah keamanan dalam penggunaan obat.

Apa yang disampaikan WHO itu ditulis Reuters, dengan mengutip sumber yang tak mau disebutkan identitasnya, Selasa (26/5/2020). Menurutnya WHO telah mengirim pemberitahuan kepada Kementerian Kesehatan RI soal penundaan penggunaan obat-obatan tersebut.

Dalam laporannya, Reuters menulis bahwa Indonesia adalah salah satu pengguna terbesar dua obat malaria itu untuk menangani covid-19. Menurut sebuah laporan dari kementerian kesehatan yang disiapkan untuk parlemen, perusahaan-perusahaan Indonesia sedang dalam proses untuk menghasilkan 15,4 juta dosis dua obat tersebut antara April hingga Mei.

Adalah Erlina Burhan, seorang dokter yang membantu menyusun pedoman pengobatan untuk virus corona sebagai anggota dari Asosiasi Pulmonolog Indonesia membenarkan asosiasi tersebut telah menerima saran baru dari WHO untuk menangguhkan penggunaan obat-obatan yang dimaksud.

"Kami membahas masalahnya dan masih ada beberapa perselisihan. Kami belum memiliki kesimpulan," katanya kepada Reuters.

WHO sebelumnya juga mengumumkan penangguhan penggunaan hidroksiklorokuin untuk pasien covid-19 dalam uji klinis global. WHO menyarankan agar tidak menggunakan obat malaria untuk pasien covid-19 di luar uji coba tersebut.

Senada dengan WHO, jurnal medis Lancet menerbitkan studi paling komprehensif hingga saat ini mengenai obat-obatan tersebut. Studi itu menemukan bahwa pasien virus corona yang menerima pengobatan dengan kedua obat itu lebih cenderung mengalami gangguan irama jantung dan lebih mungkin untuk meninggal.

Peringatan efek samping penggunaan obat-obatan itu juga disampaikan oleh Stephen Nissen, seorang ahli jantung dan kepala akademis dari Miller Family Heart, Vascular & Thoracic Institute di Cleveland Clinic. Nissen mengatakan ia terkejut pihak berwenang Indonesia pernah merekomendasikan penggunaan obat-obatan itu secara luas.

"Kita tahu obat-obat ini menghasilkan efek samping kardiovaskular yang jarang terjadi, tetapi sangat serius dan berpotensi mematikan, yang merupakan gangguan irama jantung yang sangat sulit diobati," katanya.

"Jadi ide memberi obat-obat itu secara rutin berdasarkan bukti manfaat yang paling kecil sama sekali tidak masuk akal."

Bahkan menurut Jane Quinn, seorang peneliti farmakologi di Universitas Charles Sturt Australia, obat anti-malaria bisa lebih berbahaya bagi orang Indonesia daripada kelompok lainnya, karena profil enzim yang ada pada populasi Indonesia.

"Bukti dari melihat enzim-enzim tersebut secara global adalah bahwa populasi di Indonesia sebenarnya jauh lebih efektif dalam memecah klorokuin dan hidroksiklorokuin," katanya. Ia menambahkan, hal ini dapat membuat obat-obatan tersebut kurang efektif dan lebih beracun.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar