Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDE)

Memang Tidak Ada Gunanya Reshuffle Kabinet

Rabu, 27/05/2020 11:45 WIB
Kabinet Indonesia Maju (joglosemarnews.com)

Kabinet Indonesia Maju (joglosemarnews.com)

Jakarta, law-justice.co - Penasihat Pribadi Ketua Umum PBNU Abd. Hamid Rahayaan mengatakan, kritik terhadap kebijakan pemerintah adalah ibadah (tribunasiacom, 17 Mei 2020). Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat ini. Tetapi saya sama sekali tak sepakat dengan kritiknya terhadap menteri-menteri Jokowi yang dianggap inkompeten dalam menyelenggarakan tugas negara.

Dalam tulisannya berjudul "Perlunya Reshuffle Kabinet dan Evaluasi Terhadap Kinerja Pemerintah", ia mengatakan, sebagian besar pembaca tulisannya sependapat dengan dirinya tentang perlunya Jokowi melakukan reshuffle kabinet karena kinerja para menterinya tidak memperlihatkan kemajuan berarti. Menurutnya, ada beberapa Menteri yang tidak memiliki kapasitas dibidangnya dan perlu direshuffle, seperti Menko Polhukam, Menteri BUMN, Menko Perekonomian dan Kepala BKPM.

Pendapat pembaca dalam menilai tulisannya tak lepas dari kompleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara yang dihadapi bangsa saat ini, bahwa persoalan yang dihadapi tak dapat diselesaikan jika kursi para menteri tidak diduduki oleh orang-orang yang berkompeten dan memiliki integritas tinggi dalam mengelola pemerintahan dan membenahi keterpurukan bangsa.

Kritiknya salah alamat karena tidak menempatkan Jokowi sebagai episentrum permasalahan bangsa. Para menteri tidak dapat bekerja maksimal karena, pertama, Jokowi tidak punya visi tempat para menteri menjadikannya rujukan dalam menjalankan tugasnya. Dus, sekaliber apa pun sosok yang menempati kursi menteri pasti jeblok. Ketiadaan visi dan arahan Jokowi yang operasional inilah yang membuat para menteri tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Tidak mungkin juga menteri berintegritas tinggi kalau Jokowi sendiri tidak memiliki integritas.

Kedua, dalam kabinet Jokowi, kebijakan LBP yang dominan. Lepas dari jitu tidaknya kebijakan LBP, para menteri tidak dapat diharapkan menjalankannya secara sungguh-sungguh karena bertentangan dengan sistem ketatanegaraan kita. Selain kebijakan itu tidak kredibel, terlalu riskan menjalankan kebijakan ilegal dari LBP. Apalagi Jokowi cenderung melemparkan tanggung jawab kepada menteri.

Ketiga, terjadi kebingungan di kalangan menteri terkait otoritas negara yang pecah: apakah mereka harus tunduk pada otoritas Jokowi atau LBP. De jure Jokowi-lah presiden RI, tapi de facto LBP-lah berkuasa. Terkadang muncul juga otoritas Sri Mulyani yang menyodok ke depan secara mendadak. Dalam kondisi ini sulit mengharapkan menteri berkinerja baik. Karena mereka tindak bisa bekerja tenang, fokus, dan tidak tahu persis apa yang harus dilakukan dan siapa yang harus didengar.

Keempat, kebijakan rezim Jokowi sering simpang-siur, berubah-ubah, dan tidak kredibel dari sisi tujuan bernegara, terutama dalam konteks penanganan covid-19. LBP memaksakan kehendak untuk memperioritaskan sektor ekonomi ketimbang keselamatan rakyat. PSBB yang tidak efektif karena pemberlakuannya tidak ketat dan konsisten, hanya pemanis untuk menghindari tuduhan bahwa rezim membiarkan rakyat terpapar corona asalkan roda ekonomi tetap berputar. Ini mengaburkan tujuan rezim yang sesungguhnya sehingga melemahkan kinerja menteri.

Kelima, kebijakan rezim berorientasi pada pemenuhan kepentingan oligark, bukan pada kebutuhan rakyat. Namun, karena tujuan ini tidak ditegaskan secara eksplisit, para menteri tidak fokus untuk mencapai tujuan itu. Jokowi dan LBP tentu menyembunyikan agenda terselubung ini agar tidak terjadi demoralisasi di kalangan menteri. Tapi para menteri tentu saja tahu yang berakibat pada buruknya kinerja mereka.

Dus, seharusnya Abd. Hamid Rahayaan meminta Jokowi mundur sebagai satu-satunya jalan menuju solusi bagi kekisruhan negara saat ini. Tidak ada guna berharap pada Jokowi yang inkompeten, tidak punya integritas, dan tersandera kepentingan oligark dan rezim komunis Cina. Inilah sumber dari semua kesulitan kita sekarang ini, Pak Abd. Hamid Rahayaan!

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar