DFW Indonesia Ungkap 2 Kasus Baru Perbudakan ABK Indonesia

Jum'at, 22/05/2020 18:40 WIB
Ilustrasi kapal pencari ikan (Foto: Piah.com)

Ilustrasi kapal pencari ikan (Foto: Piah.com)

law-justice.co - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan 2 kasus baru yang menimpa 4 Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China. Berdasarkan laporan yang diterima oleh Fisher Centre Bitung dan Fisher Centre Tegal pada 21 Mei lalu, saat ini terdapat 2 ABK Indonesia yang terlantar di Pakistan dan 2 orang ABK Indonesia lainnya diduga hilang karena melompat dari kapal ikan berbendera China ketika melintasi perairan Aceh.

Koordinator Nasional DFW Indonesia M. Abdi Suhufan mengatakan, keempat korban tersebut diberangkatkan oleh satu manning agent yang sama yaitu PT Mandiri Tunggal Bahari (PT MTB). Komisaris dan Direktur PT MTB sejak tanggal 17 Mei 2020 sedang menjalani pemeriksaan oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah atas kasus kematian dan pelarungan AKP asal Indonesia yang juga bekerja di kapal berbendera China Lu Qing Yuan Yu 623.

“Berdasarkan screnning awal yang dilakukan oleh pengelola Fisher Centre Bitung dan Tegal mengindikasikan adanya praktik kerja paksa dan perdagangan orang yang dialami oleh Awak Kapal Perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera China,” kata Abdi dalam siaran pers yang diterima redaksi, Jumat (22/5/2020).

Abdi mengatakan, seorang korban bernama Hamdani mengaku tidak menerima gaji setelah 4 bulan bekerja di kapal ikan berbendera China yaitu MV Jin Sheng. Dalam perjanjian kontrak, gaji bekerja di kapal MV Jin Sheng sebesar USD 300 per bulan, sehingga pihak kapal atau manning agent menunggak pembayaran gaji sebesar USD 12.000. Karena mengalami sakit, Eko Suryanto dan temannya Hamdani dipindahkan ke kapal kecil berbendera Pakistan bernama Herari. Sejak Maret 2020 atau sudah terhitung 2 bulan ini, Hamdan dan Eko Suryanto terlantar di pelabuhan Karachi Pakistan tanpa ada upaya pemulangan atau bantuan yang diberikan ooeh PT MTB.

Sementara itu, berdasarkan pengaduan keluarga korban atas nama Adithya Sebastian yang juga bekerja di kapal ikan berbendera China yaitu Fu Yuan Yu 1218 dirinya seringkali mengalami kekerasan fisik dikapal dan hanya diberikan air laut yang telah disaring terlebih dahulu untuk minum. Adithya dan 5 rekannya akhirnya terlibat konflik perkelahian dengan 11 orang ABK berkebangsaan China. Puncak dari tekanan yang mereka terima, pada tanggal 7 April 2020, akhirnya 6 AKP Indonesia melakukan perlawanan ketika kapal melintas di perairan dekat Pulau Sabang di Aceh.

“Akibat perkelahian tersebut, 6 orang AKP asal Indonesia melompat ke laut dan nahasnya sampai saat ini nasib Adithya Sebastian dan Sugiyana Ramdhan belum ditemukan keberadaannya,” kata Abdi.

Berdasarkan pengaduan korban dan keluarga korban, mereka berasal satu manning agent yang sama yaitu PT MTB. Keberadaan dan operasional PT MTB terindikasi ilegal karena tidak memiliki Surat Izin Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SP3MI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Atas kedua kasus ini, DFW Indonesia mendesak Polri untuk mengusut tuntas dan mengambil alih kasus PT MTB sebagai agen pengirim yang saat ini sedang ditangani oleh Polda Jawa Tengah. Mengingat, saat ini ada 3 pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT MTB dan mitra kerjanya terhadap ABK Indonesia yang dipekerjakan pada kapal ikan berbendera China.

“Saat ini korban makin banyak dan berasal berbagai wiayah Indonesia sehingga kami mendorong agar Bareskrim Mabes Polri mengambil alih kasus ini dan melakukan pengusutan secara tuntas kepada pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kejadian praktik kerja paksa dan perdagangan orang yang dialami AKP Indonesia yang bekerja di kapal-kapal China tersebut,” ujar Abdi.

Sementara itu menurut Koordinator Program dan Advokasi DFW-Indonesia untuk SAFE Seas Project, Muhamad Arifuddin, meminta Kementerian Luar Negeri untuk mengupayakan kepulangan 2 ABK Indonesia yaitu Hamdan dan Eko Suryanto yang saat ini berada di Pakistan karena ditelantarkan oleh pemilik kapal MV Jin Sheng dan manning agent.

“Saat ini kondisi Eko Suryanto sedang sakit dan gejala lumpuh sehingga perlu segera di evakuasi dari Pakistan dan diberikan tindakan medis” kata Arifuddin.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar