KPAI: Media Sosial Bisa Memicu Perkawinan Anak Usia Muda

Jum'at, 22/05/2020 10:30 WIB
KPAI (Radio PRFM)

KPAI (Radio PRFM)

law-justice.co - Saat ini, media sosial dihebohkan tentang pemberitaan terkait perkawinan anak yang dilakukan oleh salah seorang selebgram yang memiliki banyak pengikut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kabar tersebut jangan diviralkan karena bisa memicu tingginya angka pernikahan anak usia dini di Indonesia.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto megatakatan, jumlah anak Indonesia saat ini cukup besar yaitu 83,4 Juta jiwa. Jika orang terdekat anak tidak memberikan pencerahan, literasi, dan proteksi terhadap konten yang berkaitan dengan pernikahan dini, mereka akan rentan meniru. Setidaknya, mereka akan menganggap hal itu sebagai hal biasa yang tidak dilarang.

"Jangan viralkan pemberitaan terkait perkawinan usia anak oleh salah satu selebgram. Karena viralisasi pemberitaan, akan berpotensi mendekatkan anak dengan informasi perkawinan dan rentan mempengaruhi cara berfikir dan perilaku anak," ujarnya dalam sebuah diskusi bertema Kawin Usia Anak Bukan Pilihan, di Jakarta, Rabu (20/5/2020.

Ia mengatakan, menurut teori Kultivasi, media massa mampu menanamkan nilai-nilai dalam benak khalayak, baik disadari atau di luar kesadarannya.

"UU No. 16 tahun 2019 tentang Perkawinan telah menjadi norma baru untuk mengatur batas usia menikah yakni minimal 19 tahun. Agar UU tersebut efektif, perlu berbagai pendekatan. Baik pendekatan pendidikan, budaya, kesehatan, agama, dan ekonomi," ucap dia.

Pasal 7 UU Perkawinan menjelasakan:
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun
2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan, dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup
3. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
4. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Untuk itu, KPAI berharap pemerintah daerah perlu mengembangkan model-model program pencegahan perkawinan anak berbasis desa dan kelurahan agar jumlah perkawinan anak bisa ditekan. Pencegahan perkawinan anak berbasis komunitas perlu dikembangkan agar anak teredukasi akan pentingnya kematangan dalam melangsungkan perkawinan.

"Tokoh Agama, budaya dan Adat penting terlibat aktif untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya pencegahan perkawinan anak. Pemberdayaan ekonomi bagi keluarga rentan perlu dipastikan agar keturuannya tidak rentan menikah," imbuh Susanto.

(Lili Handayani\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar