Persis Periode I, Pemerintahan Jokowi Lemah, Plin-plan & Pencitraan

Jum'at, 01/05/2020 06:15 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintahan Joko Widodo di periode kedua ini masih saja seperti yang dahulu, lemah dan plin-plan serta penuh pencitraan. Hal ini terlihat sekali saat wabah Covid-19 ini melanda negara ini. Penilaian tersebut disampaikan Anggota DPR RI Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/4/20).

Menurutnya, Banyak kebijakan pemerintah yang tidak difikirkan secara matang sehingga tumpang tindih antara satu kementerian dengan kementerian lainnya sampai tingkat pemerintah daerah sehingga memperparah keadaan.

“Banyak aturan dan kebijakan yang diambil tanpa ada sinkronisasi dengan semua stake holder. Sering berubah-ubah dan banyak menyebabkan berbenturan dan membingungkan daerah dalam bekerja. Jadi implementasinya Nol sehingga hanya menjadi Pencitraan Bantuan Oleh Presiden dan mengenyampingkan keselamatan rakyat," kata Syahrul.

Dia menerangkan efek dari ketidak sinkronan itu, konflik sosial muncul di lapisan bawah saat ini. Hal itu dapat ditandai dengan berbagai penolakan yang dilakukan oleh kepala desa hingga ketua RT/RW yang tidak berani menjalankan aturan yang telah ditetapkan.

"Saya mendapat banyak laporan, mulai Bupati, Kades hingga Ketua RT atau RW yang tak berani menjalankan beberapa instruksi pemerintah pusat. Ada yang takut masyarakat kecewa, ada juga yang takut akan kena masalah pasca Covid-19. Akhirnya mereka hanya diam dan menunggu. Akibatnya penanganan Covid-19 makin susah dan korban berjatuhan" tambahnya.

Dia meminta agar pemerintah mengevaluasi cara kerjanya dalam penanganan Covid-19. Harus ada sinkronisasi menyeluruh atas semua kebijakan. Jangan sampai ada yang tumpang tindih dan menyulitkan pemerintahan daerah.

"Sederhanakan alur birokrasinya dan cari cara jitu alur pemutusan mata rantai Covid misalkan saat ini ada pool test algoritma yang dikembangkan oleh anak-anak muda kita. Kemudian Sesuaikan standar dengan keadaan kekinian,” kata Syarul.

Misalkan saat ini ada BLT dari kemendes PDTT, ungkap dia, maka seharusnya kementerian terima data up to date dari RT/RW jangan pakai data sendiri dari atas dan jangan terkungkung dengan kriteria kemiskinan yang di pakai dalam keadaan normal.

“Hari ini semua orang terdampak Covid 19 sehingga banyak orang-orang turun kelas, misalkan kelas pekerja terdampak PHK yang dulu middle class lalu terjun bebas menjadi lower class. Jadi pembagian harus adil semua harus dapat" tegasnya

Kemudian Syahrul juga menyoroti beleid yang selalu berbenturan dengan prinsip otonomi daerah yang membuat pemerintah daerah terkungkung dengan instruksi tidak jelas dari pemerintah pusat.Padahal dengan di beri kewenangan dan kebebasan bertindak maka pemda bisa segera mengatasi Covid 19

Sebenarnya penanganan pandemi ini tidak terlalu sulit asalkan arahan dan jalur koordinasinya bagus. Jangan sampai membuat bingung pemerintahan di daerah dengan beleid. Karena dampak paling besar dalam pemberlakuan PSBB yang kontroversial ini adalah warga di daerah yang di gawangi Pemda sampai jajaran turunannya di tingkat Desa dan RT/RW sebagai Garda Terdepan.

“Karena Segala wanprestasi Presiden dari pencitraanya pasti mereka yang menanggung. SO STOP Pencitraan Bantuan Mr.President," tutupnya. (moeslimchoice.com)

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar