Sudah Bebas, Romahurmuziy Mengaku Belum Puas dengan Putusan PT DKI

Kamis, 30/04/2020 06:29 WIB
Mantan Ketua Umum PPP,  Romahurmuziy divonis pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Robinsar Nainggolan

Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy divonis pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Romy keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (29/4/2020) malam.

Romy keluar dari tahanan seiring dengan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 1 tahun pidana penjara dikurangi masa penahanan terhadap terdakwa perkara dugaan suap pengisian jabatan atau jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemag) tersebut.

Berdasarkan perhitungan, masa penahanan Romy telah genap satu tahun atau sesuai dengan putusan PT DKI.

Romy yang mengenakan baju koko putih dengan celana hitam tanpa masker nampak didampingi kuasa hukumnya, Maqdir Ismail saat keluar Rutan yang berada di belakang Gedung KPK tersebut sekitar pukul 21.44 WIB. Kepada awak media, Romy mengaku bersyukur dapat kembali menghirup udara bebas.

"Saya ucapkan puji syukur Alhamdulillah, sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bahwa saya sudah selesai menjalani per tanggal 28 April kemarin selama satu tahun penuh," kata Romy, Rabu (29/4/2020).

Romy menyebut keluar dari tahanan dan kembali berkumpul bersama keluarga sebagai berkah bulan Ramadan. Meski telah menghirup udara bebas, Romy mengaku belum puas dengan putusan PT DKI yang telah menyunat hukumannya menjadi hanya satu tahun pidana penjara. Hal ini lantaran Romy menilai putusan PT DKI belum sesuai dengan fakta yang muncul di persidangan.

"Kami belum puas dengan putusan pengadilan tinggi karena belum sesuai dengan fakta-fakta hukum yang memang mengemuka di persidangan. Tetapi ini adalah berkah bulan Ramadan bagi saya, yang patut saya syukuri kembali bersama keluarga," katanya.

Meski demikian, Romy mengaku belum berpikir untuk mengajukan upaya hukum seperti Kasasi. Dikatakan, saat ini yang terpenting baginya dapat kembali bersama keluarga.

"Saat ini saya belum berpikir tentang perkara saya, karena yang paling penting bagi saya adalah kembali bersama keluarga," ungkapnya.

Sementara itu, KPK mengaku tidak memiliki pilihan lain selain mengeluarkan Romy dari tahanan karena masa penahanannya telah sesuai dengan hukuman yang dijatuhkan PT DKI.

Apalagi, Jaksa Penuntut KPK telah menerima surat dari Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta tertanggal 29 April 2020 yang memerintahkan untuk segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan.

"Maka KPK tidak punya pilihan lain sehingga harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan. Hal ini karena masa tahanan yang dijalani terdakwa sama dengan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (29/4/2020).

Sebelumnya, Ali mengatakan KPK juga menerima informasi, MA telah menerbitkan Penetapan No. 4877/2020/S.2464.Tah.Sus/PP/2020/MA tanggal 29 April 2020 yang menetapkan memerintahkan untuk menahan Romy selaku terdakwa dalam Rutan untuk paling lama 50 (lima puluh) hari terhitung mulai tanggal 27 April 2020 untuk kepentingan pemeriksaan Kasasi.

Namun, dalam Surat Pengantar MA ke PN Jakpus, pada bagian keterangannya dicantumkan, tanggal 28 April 2020 masa tahanan terdakwa sudah sama dengan putusan PT DKI Jakarta.

Untuk itu, pada tanggal tersebut terdakwa dapat keluar demi hukum. Meski mengeluarkan Romy dari tahanan, Ali Fikri memastikan KPK telah mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung sejak 27 April 2020 lalu.

"KPK memandang terdapat sejumlah persoalan pada putusan banding PT DKI," kata Ali Fikri.

KPK menilai Majelis Hakim Tingkat Banding telah tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum tapi tidak sebagaimana mestinya. Hal itu terlihat dalam pertimbangan Mejelis Banding terkait penerimaan uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Romy.

"Padahal jelas-jelas uang tersebut telah berpindah tangan dan beralih dalam penguasaan Terdakwa (Romy)," katanya.

Selain itu, Majelis Hakim Tingkat Banding juga tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya pada saat mempertimbangkan mengenai keberatan Penuntut Umum terkait hukuman tambahan kepada Terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

Hal ini lantaran Majelis Hakim tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas terkait ditolaknya keberatan Penuntut Umum tersebut.

"Selain itu, Majelis Hakim Tingkat Banding tidak memberikan pertimbangan yang cukup terkait penjatuhan pidana kepada Terdakwa yang terlalu rendah," katanya.

Dengan Kasasi yang telah diajukan, KPK berharap MA dapat mempertimbangkan alasan permohonan kasasi KPK sesuai fakta hukum yang ada. MA juga diharapkan menimbang rasa keadilan masyarakat terutama karena korupsi adalah kejahatan luar biasa.

"KPK juga menyadari masyarakat sangat memperhatikan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani, termasuk aspek rendahnya hukuman untuk terpidana korupsi," katanya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 2 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan terhadap Romy Senin (20/1/2020).

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Romy, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima uang suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Jawa Timur (Kakanwil Kemag Jatim), Haris Hasanuddin dan mantan Kepala Kantor Kemag Kabupaten Gresik, Muafaq Wirahadi.

Suap ini diberikan lantaran Romy telah membantu Haris dan Muafaq dalam proses seleksi jabatan di lingkungan Kemag yang diikuti keduanya.

Majelis hakim menyatakan Romy terbukti menerima suap senilai Rp 255 juta dari Haris Hasanuddin. Dalam perkara ini, Hakim menyatakan mantan Menteri Agama Lukman terbukti menerima Rp 70 juta dari Haris melalui ajudannya Heri Purwanto.

Hakim menyatakan Romy dan Lukman terbukti mengintervensi agar Haris lolos proses seleksi dan dilantik menjadi Kakanwil Kemag Jatim. Padahal, Haris tidak memenuhi syarat karena pernah dijatuhi sanksi disiplin pegawai negeri sipil (PNS).

Selain itu, Romy juga terbukti menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Muafaq Wirahadi terkait seleksi Kepala Kantor Kemag Kabupaten Gresik. Sementara uang sebesar Rp 41,4 juta dari Muafaq juga mengalir ke sepupu Romy, Abdul Wahab. Haris dan Muafaq sendiri telah divonis dalam kasus ini. Haris dihukum 2 tahun pidana penjara, sementara Muafaq dihukum 1 tahun 6 bulan pidana penjara.

Hukuman terhadap Romy ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut KPK yang meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Romy dihukum pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp46,4 juta dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok. (beritasatu.com).

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar