INDEF: Buruk, Kinerja Jokowi dan Tiga Menterinya

Rabu, 29/04/2020 21:29 WIB
Presiden Jokowi (Indopolitika)

Presiden Jokowi (Indopolitika)

law-justice.co - Sebagian besar warga masyarakat menilai kebijakan pemerintah dalam menangani wabah virus corona atau Covid-19 buruk. Secara khusus menurut hasil riset Big Data yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), publik menilai negatif atas kinerja Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sekaligus pelaksana tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kesehatan terawan Agus Putranto, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly.

Peneliti INDEF Didik Junaidi Rachbini, Selasa (28/4) menjelaskan data yang digunakan INDEF Datalyst Center bersumber dari cuitan masyarakat di Twitter selama 27 Maret sampai 25 April 2020. Terdapat 476.696 perbincangan dilakukan 397.246 akun orang di Twitter mengenai kebijakan pemerintah dalam mengatasi wabah Covid-19.

Dari hampir setengah juta perbincangan di Twitter tersebut, lanjut Didik, ada 22.574 perbicangan tentang Presiden Joko Widodo, 6.895 perbincangan mengenai Menteri Yasonna, 2.384 perbincangan soal Menteri Terawan, dan 1.167 perbincangan membahas Menteri Luhut. Didik menambahkan meski jumlah perbincangan keempat pejabat itu kecil dibanding total pembicaraan soal Covid-19, tapi signifikan melihat sentimen positif dan negatif di masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Dari perbincangan tentang Presiden Joko Widodo yang ada , 68 persen berisi sentimen negatif. Sedangkan sentimen negatif terhadap Menteri Yasonna sebesar 81 persen, Menteri Terawan sebesar 79 persen, dan Menteri Luhut 86 persen.

Enam puluh delapan persen sentimen negatif terhadap Presiden Joko Widodo ini terkait penerbitan kartu prakerja yang dinilai yang tidak pas dan staf khusus milenial yang bermain proyek pemerintah.

Sementara, sebanyak 81 persen sentimen negatif atas Menteri Yasonna terkait pembebasan narapidana dan koruptor. Sentimen negatif sebesar 79 persen terhadap Menteri Terawan terkait prosedur berbelit-belit bagi kepala daerah buat menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sentimen negatif senilai 86 persen terhadap Menteri Luhut terkait izin ojek online yang membingungkan dan tetap beroperasinya bus antarkota.

Dari perbincangan tentang Presiden Joko Widodo yang ada , 68 persen berisi sentimen negatif. Sedangkan sentimen negatif terhadap Menteri Yasonna sebesar 81 persen, Menteri Terawan sebesar 79 persen, dan Menteri Luhut 86 persen.

Enam puluh delapan persen sentimen negatif terhadap Presiden Joko Widodo ini terkait penerbitan kartu prakerja yang dinilai yang tidak pas dan staf khusus milenial yang bermain proyek pemerintah.

Sementara, sebanyak 81 persen sentimen negatif atas Menteri Yasonna terkait pembebasan narapidana dan koruptor. Sentimen negatif sebesar 79 persen terhadap Menteri Terawan terkait prosedur berbelit-belit bagi kepala daerah buat menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sentimen negatif senilai 86 persen terhadap Menteri Luhut terkait izin ojek online yang membingungkan dan tetap beroperasinya bus antarkota.

Pandangan Negatif Tidak Wakili Persepsi Seluruh Rakyat

Didik mengakui pandangan negatif terhadap kinerja pemerintah, khususnya atas keempat pejabat tersebut, tidak menggambarkan persepsi seluruh rakyat. Sebab masyarakat kelas bawah tidak bermain di media sosial tapi untuk kelas menengah ke atas valid.

Menurut Didik, riset Big Data yang dilakukan INDEF ini adalah mengambil sumber dari orang-orang yang terlibat langsung terkait kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah Covid-19.

"Kalau (riset Big Data dilakukan INDEF) ini adalah orang yang terlibat langsung. Keunggulannya adalah kalau mau tanya rasa pastel tidak bisa ditanya ke tukang ikan karena dia membaui ikan tiap hari. Dia ditanya kepada chef atau orang yang merasakan. Orang yang tidak tahu, tidak merasakan, tidak bisa mengetahui positif dan negatif," kata Didik.

Menurut Didik, riset Big Data pertama dilakukan INDEF pada Februari hingga Maret lalu. Ketika itu, terdapat sekitar 145 ribu perbincangan soal kebijakan Presiden Joko Widodo dalam memberantas Covid-19.

INDEF sudah merintis metode penelitian Big Data sejak 2014.

KSP: INDEF Sedianya Buat Juga Penelitian Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah

Menanggapi hasil riset Big Data dilakukan INDEF itu, Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin sangat menyesalkan karena INDEF tidak meneliti mengenai apa saja yang mesti dilakukan pemerintah terkait kebijakan-kebijakan buat menangani wabah Covid-19.

Ali Mochtar menegaskan dirinya akan memuji kalau survei mengenai apa yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam mengatasi wabah Covid-19.

"Tapi ketika Anda melakukan survei dan langsung menyebut nama orang, kemudian menunjuk hidung orang terkait dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah, menurut saya tidak terlalu arif dan itu tidak memberikan pencerahan sama sekali kepada masyarakat," ujar Ali Mochtar.

Dua Riset INDEF Nilai Performa Jokowi Buruk

Di banding hasil riset pertama, terdapat kenaikan kecil soal pandangan negatif masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19, yakni dari 66,28 persen menjadi 67,77 persen.

Ada enam dari sembilan kebijakan terkait penanganan Covid-19 yang dipandang buruk oleh mayoritas masyarakat, yakni soal pembatasan sosial berskala besar (persepsi negatifnya 79 persen), ketidaktegasan tentang larangan mudik (54 persen), pengangguran akibat Covid-19 (84 persen), kartu Prakerja (81 persen), jaring pengaman sosial (56 persen), dan aturan khusus tentang penghinaan presiden (89 persen).

Pandangan negatif masyarakat mengenai PSBB itu lantaran pemerintah dianggap mau lepas tangan dan ingin memberlakukan darurat sipil. PSBB juga dinilai tidak efektif dalam menekan penularan Covid-19.

Mengenai Kartu Prakerja, masyarakat menilai proyek ini memiliki konflik kepentingan dan merupakan pemborosan anggaran negara. Terkait aturan khusus soal penghinaan presiden, masyarakat memandang aturan tersebut melanggar hak dan kebebasan berpendapat serta menilai pemerintah anti kritik. 

Sumber: VOA Indonesia
 

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar