Hasilnya Rancu dan Membingungkan

Dewan Peneliti Medis India Desak Pemerintah Stop Rapid Test Covid 19

Selasa, 28/04/2020 19:30 WIB
Ilustrasi rapid test covid-19 (Foto:shutterstock.com/g/jarun011)

Ilustrasi rapid test covid-19 (Foto:shutterstock.com/g/jarun011)

Jakarta, law-justice.co - Pengujian cepat atau biasa disebut rapid test dianggap tak akurat menurut Dewan Peneliti Medis India. Rapid test di negara tersebut telah diuji kepada beberapa orang yang diduga terinfeksi virus corona namun memiliki hasil cukup rancu.

Mengutip Pikiran-Rakyat.com alat uji yang dipakai berasal dari perusahaan asal Tiongkok. Tepatnya Guangzhou Wondo Biotech dan Zhuhai Livzon Diagnostics yang menyuplai kebutuhan pengujian virus corona di India hingga beberapa waktu lalu.

Melihat hasil uji yang kurang akurat, maka Dewan Peneliti Medis India (ICMR) segera melakukan tindakan dengan meminta pemerintah untuk berhenti menggunakan kit tersebut.

Disampaikan oleh penasehat ICMR, pada awalnya dewan penelitian berharap rapid test menjadi salah satu langkah menekan penyebaran kasus COVID-19 di India.

Bertujuan pula untuk meningkatkan pengawasan dan pelacakan tren virus corona di area umum yang biasa didatangi oleh masyarakat.

"Hasilnya telah menunjukan variasi yang luas dalam sensitivitas mreka, meskipun menjanjikan kinerja awal yang baik untuk tujuan pengawasan," ujar penasehat ICMR.

Berdasarkan itu, ICMR mengabarkan bahwa RT-PCR (Real Time-Polymerase Chain Reaction) merupakan satu-satunya tes akurat yang perlu ditempuh oleh tim medis saat ini.

Bahkan dewan penelitian tersebut meminta agar setiap negara berhenti menggunakan rapid test sebagai langkah awal pemutusan rantai COVID-19.

Menurut Direktur Jenderal ICMR, GS Toteja mengatakan kepada sekretaris kepala negara bagian India bahwa semua kit harus dikembalikan kepada pemasok karena tak terpakai.

"Negara-negara disarankan untuk berhenti menggunakan kita (rapid test) ini yang dibeli dari perusahaan-perusahaan yang disebutkan di atas, dan mengembalikannya untuk dikirim kembali ke pemasok," ujar Tetoja.

Ia pun mengatakan bahwa pihaknya belum melakukan pembayaran sehubungan dengan pasokan kit rapid test.

India dikabarkan tidak mengikuti proses yang diikuti dengan membayar uang muka untuk kit rapid test sebanyak 100 persen sehingga ketika ingin mengembalikannya pada pemasok saat ini tidak mengalami kerugian.

"Pemerintah India tidak akan kehilangan satu Rupee," tambahnya.

Banyak ahli kesehatan yang juga memberikan kritik bahwa rapid test tidak cukup menguji orang yang terinfeksi virus corona sehingga menjadi rancu.

Kini, ICMR banyak mengimbau agar setiap tim medis menggunakan RT-CPR sebagai pengujian akurat untuk mendeteksi virus corona lebih awal.

Juga diharapkan menggunakan strategi terbaik untuk mengidentifikasi dan mengisolasi setiap individu baik yang telah terinfeksi maupun diduga terinfeksi.

Pada 16 April 2020 lalu, ICMR menerima pengiriman 550.000 kit dari perusahaan Tiongkok.(Pikiran Rakyat)

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar