Jadi Korban Terparah, AS & Israel Gugat China Bayar 90.000 Triliun

Senin, 20/04/2020 18:14 WIB
Pimpinan Amerika Serikat dengan Israel (Kompas)

Pimpinan Amerika Serikat dengan Israel (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Israel Shurat HaDin berencana untuk mengajukan gugatan class action terhadap China dalam beberapa hari mendatang.

Alasan dari gugatan itu adalah karena China diduga melakukan kelalaian dalam menangani dan membendung wabah virus corona (COVID-19), lapor N12 pada Minggu (19/4/2020), mengutip Jerusalem Post.

Setelah diajukan, gugatan Israel akan bergabung dengan setidaknya empat tuntutan hukum yang sedang diajukan ke pengadilan Amerika Serikat (AS) terhadap otoritas China terkait pandemi, kata Newsweek.

Menurut Aviel Letiner, suami dari direktur Shurat HaDin Nitsana Darshan-Leitner, gugatan itu diajukan di AS karena sebagian besar negara lain takut akan implikasi kekuatan ekonomi China.

Ia juga mengatakan bahwa China seharusnya tidak akan dapat menghindari tuduhan kegagalan negara itu dalam menangani virus.

Terkait angka kompensasi dari gugatan itu, menurut Daily Examiner jika gugatan telah diputuskan, maka China kemungkinan harus membayar sebesar US$ 6 triliun atau sekitar Rp 90 ribu triliun (estimasi kurs Rp 15.000/dolar).

Di sisi lain, Amerika Serikat sebelumnya telah mengajukan tuntutan serupa setelah mencurigai China telah melakukan kesalahan dalam menangani wabah. AS menuduh China menutup-nutupi wabah di awal kemunculannya sehingga kini wabah itu menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan kematian banyak orang, serta merugikan ekonominya.

Oleh karena itu, Senator Tom Cotton bersama dengan Perwakilan AS dan Crenshaw akan menerbitkan undang-undang yang akan memungkinkan warga AS untuk menuntut China terkait masalah ini di pengadilan federal.

"Dengan membungkam para dokter dan jurnalis yang mencoba memperingatkan dunia tentang virus corona, Partai Komunis China mengizinkan virus itu menyebar dengan cepat ke seluruh dunia," kata Cotton dalam sebuah pernyataan, menurut New York Post.

"Keputusan mereka untuk menutupi virus menyebabkan ribuan kematian yang tidak seharusnya terjadi dan kerugian ekonomi yang tak terhitung. Kami pantas meminta pertanggungan jawab pemerintah China atas kekacauan yang disebabkannya,"

Pada awal April, Inggris juga telah mempertimbangkan tuntutan serupa. Sebagaimana dilaporkan Express pada 5 April, Inggris sedang mempertimbangkan tuntutan yang mungkin akan diajukan ke PBB dan Mahkamah Internasional setelah mencurigai China melakukan kelalaian dalam menangani wabah COVID-19

Dalam sebuah penelitian yang berjudul `Kompensasi Coronavirus: Menilai potensi kesalahan China dan pertanggungjawaban jalur hukum` disebutkan bahwa PKC (Partai Komunis China) telah berusaha menyembunyikan berita buruk di kalangan atas, dan menyembunyikan berita buruk dari dunia luar.

"Sekarang China telah menanggapi dengan mengerahkan kampanye disinformasi yang maju dan canggih untuk meyakinkan dunia bahwa negara itu bukan penyebab krisis, dan bahwa dunia seharusnya berterima kasih atas semua yang dilakukan China.

"Yang benar adalah bahwa China bertanggung jawab atas COVID-19 - dan jika tuntutan hukum diajukan terhadap Beijing, nilainya bisa mencapai triliunan pound."

Menurut Henry Jackson Society, jika gugatan telah diputuskan, China kemungkinan harus membayar lebih dari £ 350 miliar atau sekitar Rp 7.000 triliun.

Sebelumnya China berulang kali membantah tuduhan sejumlah negara yang mendeskriditkan negara itu terkait corona. Saat ini, ada 2,4 juta manusia di dunia yang terinfeksi corona dan tersebar di 200 negara dan teritori.(cnbcindonesia)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar