Kesombongan Trump Buat Rupiah Menggila Terhadap Dolar AS

Jum'at, 17/04/2020 18:11 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (Nationalinterest.org)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (Nationalinterest.org)

Jakarta, law-justice.co - Memutar kembali roda perekonomian AS menjadi alasan utama bagi Donald Trump untuk bersikeras mencabut kebijakan lockdown pada 1 Mei 2020 mendatang.

Meski ditentang oleh sebagian besar pihak karena angka kematian akibat corona di AS masih tinggi, Trump tegas bahwa ia mempunyai kekuatan total dalam membuat sebuah kebijakan.

"Ketika seseorang menjadi presiden Amerika Serikat, otoritasnya total," tegas Trump dilansir dari BBC beberapa waktu lalu.

Seakan kecewa pada keegoisan Trump, pelaku pasar melampiaskannya kepada aset keuangan dolar AS. Akibat tekanan jual yang tinggi, mata uang safe haven itu memerah di hadapan hampir semua mata uang, termasuk dolar Australia, euro, poundsterling, dolar New Zealand, dolar Kanada, dan franc.

Bahkan, sebagian besar mata uang Asia juga ikut menekan dolar AS, seperti yuan, yen, won, dolar Singapura, baht, dan rupiah. Hanya da dolar Taiwan dan dolar Hong Kong yang hingga kini melemah tipis di hadapan dolar AS.

Asal tahu saja, rupiah berada di garda terdepan Asia dalam penyerangan dolar AS. Bahkan, sejak pembukaan pasar spot Jumat (17/04/2020), rupiah menguat hingga 0,77% ke level Rp15.480 per dolar AS. Penguatan itu terus bertambah tebal hingga lebih dari 1%. Sampai dengan pukul 10.03 WIB, rupiah terapresiasi 1,41% ke level Rp15.420 per dolar AS.

Bukan hanya itu, sentimen dari Trump ini juga semudah membalikkan telapak tangan mengubah nasib rupiah yang sebelumnya berada di klasemen bawah menjadi mata uang penguasa dunia. Bagaimana tidak, kini rupiah bahkan unggul jauh terhadap dolar Australia (0,49%), poundsterling (0,96%), dan euro (1,07%).

Di tingkat Asia, rupiah berada di puncak tertinggi dan unggul atas dolar Taiwan (1,40%), yuan (1,27%), baht (1,11%), dolar Hong Kong (1,04%), dolar Singapura (1,02%), ringgit (0,90%), yen (0,89%), dan wo (0,24%). (wartaekonomi)

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar