Wajarkah Corona Baru Sebulan Tapi Banyak Pengusaha RI PHK Pekerja?

Jum'at, 10/04/2020 10:53 WIB
Ilustrasi PHK Massal. (Boombastis.com)

Ilustrasi PHK Massal. (Boombastis.com)

Jakarta, law-justice.co - Pandemi corona atau covid-19 baru berlangsung sebulan lebih di Indonesia semenjak pengumuman kasus positif. Namun, dampaknya sangat luar biasa, terutama bagi dunia usaha yang sudah mengambil langkah seribu dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Beberapa hari lalu dunia media sosial digemparkan dengan tangisan 87 pekerja di Ramayana Depok yang harus kena PHK akibat toko sepi terdampak corona. Cerita pegawai Ramayana hanya sekelumit dari data PHK yang ada.

Catatan resmi Kemenaker, total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.200.031 orang. Presiden Jokowi sempat "mengajak pengusaha berusaha keras mempertahankan para pekerjanya".

Bagaimana pengusaha melihat ini? apakah mereka sama sekali tak punya uang cadangan untuk membantu para pekerjanya agar tak buru-buru PHK?

Ketua Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno angkat suara. Ia menilai memang berlebihan bila ada pengusaha yang langsung mengambil tindakan PHK, termasuk dalam kasus Ramayana.

Padahal, secara umum pengusaha harusnya punya cashflow sampai maksimal 3 bulan saat terjadi kondisi genting seperti saat ini, sehingga karyawan tak langsung jadi korban. Namun, kembali lagi pada kondisi masing-masing perusahaan, yang berbeda.

"Tergantung pengusaha nya juga, memang sejak Tahun 2000 Ebitda semua sektor menurun," kata Benny kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/4).

Ia mengatakan idealnya pengusaha memang punya daya tahan arus kas sampai 3 bulan. Hal ini juga ditegaskan oleh asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) yang bilang daya tahan mereka memang sampai Juni 2020. Namun, ini masih lebih baik daripada perusahaan-perusahaan yang sudah buru-buru melakukan PHK.

"Itu maksimum 3 bulan, ada juga cuma 2 bulan, hal ini karena mata rantai perdagangan banyak yang terputus," kata Benny.

Persoalan pengusaha yang buru-buru mem-PHK pekerjanya dapat kritikan pedas dari buruh. Mereka menilai pengusaha ini memanfaakan situasi corona ini.

"Aji mumpung banget. Ingat lho, ini baru awal. Gimana kalau pas puncaknya nanti, 1-2 bulan lagi?" kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin angkat bicara terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) di bisnis department store seperti Ramayana baru-baru ini.

Menurutnya, saat ini ritel dalam kondisi terjepit akibat wabah virus corona. Alhasil, banyak perusahaan yang mengambil langkah ekstrim sebagai upaya untuk bertahan. Di lihat dari segi pendapatan pun, kian hari terus anjlok.

"Jangan kata penjualan meningkat mendekati bulan puasa, jualan aja nggak bisa. Mall-nya ditutup. Kalau ditanya anjlok berapa persen? Anjlok yang jelas di atas 70%, 80%, bahkan lebih," sebut Solihin kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/4).

Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan. Bukan tidak mungkin sejumlah ritel pakaian lain mengambil langkah serupa. Sebagai akibat tidak mampu membayar biaya operasional perusahaan, sementara pendapatan tidak lancar. Solihin mengakui, situasi itu disadari oleh Aprindo.

"Sebetulnya gini, saya nggak dapat laporan pun udah bisa baca. Karena penjualan perusahaan bisnis seperti itu (ritel pakaian) bisa turun 80-90%," sebutnya.

Masalah yang dikeluhkan Solihin juga terjadi di banyak negara, bahwa pengusaha memang tertekan, antara tanggung jawab kelangsungan usaha dan mempertahankan pekerja. Bila berkaca dari negara tetangga, seperti Singapura. Di sana, ada pembagian beban antara pemerintah dan pengusaha.

Pemerintah Singapura mengumumkan akan memberikan subsidi upah bagi karyawan lokal dari perusahaan yang terdampak COVID-19. Sementara untuk pekerja asing, pemerintah akan menghapuskan pajak bagi mereka di bulan April.

"Perusahaan di semua sektor akan mendapat subsidi 75% untuk pembayaran upah karyawan lokal mereka untuk bulan April," kata Wakil Perdana Menteri Heng Swee Keat, Senin (6/4/2020). (CNBCIndonesia).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar