Mewabah di Negara Khatulistiwa Bukti Corona Tak Mati di Musim Panas

Rabu, 08/04/2020 08:16 WIB
Ilustrasi Virus Corona. (radartegal)

Ilustrasi Virus Corona. (radartegal)

Jakarta, law-justice.co - Para ilmuwan percaya jika virus bisa menunjukkan reaksi tertentu disaat musim panas.

Penyakit seperti flu juga cenderung mereda saat musim dingin berakhir.

Lantas apakah sinar matahari bisa menekan angka penyebaran COVID-19?

Dilansir The Guardian, Senin 6 April 2020, terdapat banyak studi mengenai virus sejenis COVID-19 lainnya, seperti flu di iInggris yang terjadi akibat adanya perubahan musim.

Flu ini biasa terjadi selama musim dingin dan menghilang di musim semi.

Adapun sebuah studi kunci mengenai virus sejenis COVID-19, diterbitkan minggu lalu oleh para ilmuwan di College University London.

Mereka mencoba menganalisis sampel yang telah dikumpulkan beberapa tahun lalu.

Mereka menemukan jika tingkat tinggi infeksi virus berada pada bulan Februari, sementara pada musim panas sangat rendah.

Studi lain juga menunjukkan bahwa virus sejenis COVID-19 bersifat musiman dalam iklim sedang.

Namun, penulis utama studi tersebut, Rob Aldridge, menuturkan peringatan.

“Kita bisa saja melihat tingkat penularan yang rendah pada musim panas, tetapi ini mungkin bisa berbalik jika pada musim dingin masih banyak populasi yang rentan,” katanya.

Mengingat COVID-19 termasuk virus yang baru, masih belum ada kepastian jika hal ini berlaku pada pola perubahan musim, mengingat tingkat kerentanannya sangat tinggi.

Sekarang yang terpenting bagi kita semua adalah agar tetap mengikuti saran kesehatan yang dianjurkan.

Point tersebut banyak didukung oleh ilmuwan lainnya, bahwa COVID-19 adalah virus baru dan kemungkinan akan terus menyebar pada saat ini meskipun di awal musim panas.

Ben Neuman dari Universitas Reading menyikapi secara tegas, “virus ini dimulai dalam kondisi yang hampir beku di Tiongkok, berkembang pesat ke Islandia maupun di garis khatulistiwa di Brazil dan Ekuador.

Saat musim dingin berubah ke musim semi, pertumbuhan virus malah meningkat di seluruh dunia. Ini bukanlah perang dunia, melainkan harus kita sendiri yang mengalahkan virusnya.” Tegas Neuman.

Disisi lain, datangnya musim semi tidak hanya mempengaruhi perilaku virus. Ini juga bisa memberi perubahan pada sistem kekebalan tubuh manusia.

“Sistem kekebalan tubuh kita selalu memberikan ritme hariannya, tetapi yang jarang diketahui adalah bagaimana sistem ini bervariasi dari musim ke musim,” kata Natalie Riddell, ahli imunologi di Universitas Surrey.

Bagaimanapun, dampak perubahan musim pada pertumbuhan sel masih diselidiki.

Micaela Martinez dari Universitas Columbia menambahkan, “dengan mengetahui tingkat kerentanan tubuh kita terhadap suatu virus sepanjang tahun, secara langsung dapat menginformasikan kapan vaksin harus dilakukan, sekaligus memberantas virusnya," tutur Martinez. (Pikiran Rakyat).

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar