Koalisi Masyarakat Sipil

Menangkap Orang Karena PSBB Itu Tidak Berdasar

Senin, 06/04/2020 15:30 WIB
Ilustrasi - Penangkapan Terpidana.

Ilustrasi - Penangkapan Terpidana.

law-justice.co - Polda Metro Jaya telah menangkap 18 orang di Jakarta Pusat, Jumat malam (3/4/2020) lalu karena mereka diduga telah melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Direktur LBH Masyarat Ricky Gunawan mewakili Koalisi Masyarakat Sipil menerangkan bahwa tindakan tersebut tidak berdasarkan hukum.

“Apa yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian dengan melakukan penangkapan adalah tindakan sewenang-wenang karena belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan,” ungkap Ricky melalui keterangan pers masyarakat sipil, di Jakarta, Senin (6/4/2020).

Ia menjelaskan jika penetapan mengenai PSBB itu belum ada hingga saat ini meskipun benar Presiden menetapkan PP No 21 tahun 2020 tentang PSBB untuk percepatan penanganan Covid-19. Namun, PP tersebut tidak menetapkan pada wilayah di Indonesia.

Koalisi Masyarakat Sipil meminta pihak kepolisian untuk memahami isi PP tersebut tersebih dahulu.

“Bahwa PP tersebut hanya menjelaskan tata cara untuk menteri kesehatan menetapkan PSBB. Sesuai dengan amanat Pasal 60 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan PP,” jelasnya.

Selain itu pihak kepolisian juga diminta memahami Ketentuan Pasal 93 UU 6/2018 yang sudah digembar gemborkannya.

“Menteri harus menetapkan PSBB sebagai upaya kekarantinaan kesehatan terlebih dahulu sebelum bisa memberlakukan Pasal 93 UU 6/2018. Polisi tidak bisa melakukan penangkapan ataupun menakuti-nakuti dengan ancaman pidana yang tidak berdasar,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, kepolisian tidak boleh menggunakan Pasal 218 KUHP dengan ancaman pidana secara serampangan. Pihak kepolisian dianggap hanya mengutip pasal 212 KUHP dan 218 KUHP hanya sepenggal-sepenggal.

Penggunaan ancaman pidana tanpa dasar hanya menyebarkan ketakutan di masyarakat. Menggunakan hukum pidana untuk mengatur perilaku dan mencegah transmisi virus adalah langkah yang keliru. Sebab hal itu rentan sewenang-wenang, dengan alasan yang abu-abu, dan diskriminatif.

Pada intinya, pemerintah lamban dalam menetapkan PSBB. Tidak ada kejelasan dan respon yang cepat dari pemerintah dalam upaya penanggulangan virus lewat physical distancing. PSBB sudah digembar-gemborkan tanpa ada penetapan yang responsif dan jelas dari pemerintah.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pemerintah pusat tidak mau tetapkan karantina wilayah karena ada kewajiban pemenuhan kebutuhan dasar, lantas lempar bola kepada pemerintah daerah soal PSBB, namun PSBB tidak jelas menjamin kebutuhan dasar rakyat.

“Ketidakjelasan ini malah menjadikan masyarakat sebagai korban. Belum ada ketentuan pidana yang dapat diterapkan, tapi rakyat ditindak secara sewenang-wenang, termasuk rakyat yang terpaksa harus tetap keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pemerintah tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.

(Lili Handayani\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar