Cuaca & Iklim Indonesia Persulit Sebaran Corona Dibenarkan BMKG & UGM

Senin, 06/04/2020 10:16 WIB
BMKG memastikan tsunami Selat Sunda yang melanda Banten dan Lampung disebabkan longsor ke laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Kepastian ini diperoleh setelah BMKG mengumpulkan data lebih lanjut usai tsunami (Foto: Detik)

BMKG memastikan tsunami Selat Sunda yang melanda Banten dan Lampung disebabkan longsor ke laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Kepastian ini diperoleh setelah BMKG mengumpulkan data lebih lanjut usai tsunami (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Tim ahli dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah melakukan kajian berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis, dan studi literatur mengenai pengaruh cuaca dan iklim terhadap penyebaran virus corona atau Covid-19.

Kajian tersebut dilakukan bersama 11 doktor di bidang meteorologi, klimatologi, dan matematika, serta didukung oleh guru besar dan doktor di bidang mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, hasil kajian menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah virus corona.

Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh penelitian Araujo dan Naimi (2020), Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al (2020), Sajadi et.al (2020), Tyrrell et. al (2020), dan Wang et. al. (2020).

Sebaran kasus Covid-19 pada saat outbreak gelombang pertama, berada pada zona iklim yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah subtropis dan temparate.

"Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis," katanya dalam siaran pers BMKG, Minggu (5/4/2020).

Akan tetapi, lanjut Dwikorita, cuaca dan iklim hanya faktor pendukung, bukan faktor penentu, untuk wabah gelombang pertama di negara atau wilayah dengan lintang tinggi.

Pada wabah gelombang kedua, peran cuaca dan iklim sebagai faktor pendukung menjadi semakin jelas.

Laporan tim BMKG dan UGM pun menyebut bahwa meningkatnya kasus pada gelombang kedua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial.

Buktinya, disampaikan oleh tim ahli, kondisi cuaca, iklim serta geografi Indonesia sebenarnya relatif lebih rendah risikonya untuk berkembangnya wabah Covid-19.

Suhu rata-rata Indonesia yang terletak di sekitar garis khatulistiwa berkisar antara 27-30 derajat celcius dengan kembapan udara berkisar antara 70-95 persen.

Ini, menurut kajian literatur, tidak ideal untuk wabah virus corona. Namun, fakta menunjukkan terjadinya lonjakan dan penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia sejak awal bulan Maret 2020.

Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.

Berdarkan hasil kajian ini, tim BMKG dan UGM pun menyampaikan bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat, maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah Covid-19.

Sebab, cuaca yang sebenarnya menguntungkan ini, tidak akan berarti optimal tanpa penerapan seluruh upaya tersebut dengan lebih maksimal dan efektif.

BMKG pun mengaku sudah menyerahkan hasil kajian terebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa Kementerian terkait pada 26 Maret 2020 lalu. (Kompas.tv).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar