Suplemen Untuk Menangkal Virus Corona, Perlu atau Justru Bahaya?

Sabtu, 04/04/2020 20:31 WIB
Ilustrasi (The HK Shopper)

Ilustrasi (The HK Shopper)

law-justice.co - Dalam beberapa minggu terakhir, Ashley Koff, ahli diet di Columbus, Ohio, menerima banyak pertanyaan dari orang-orang yang ingin mengetahui tentang suplemen makanan apa yang harus diminum untuk melindungi diri dari COVID-19, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. 

Seorang  dari mereka  pernah dites positif COVID-19 dan dipulangkan dari rumah sakit untuk memulihkan diri, juga meminta meminta rekomendasi dari Koff mengenai suplemen yang harus diminum. Sedangkan yang lain bertanya  apakah mereka harus minum banyak teh kombucha dan menggunakan minyak esensial sebagai pembersih tangan.

"Seseorang bertanya kepada saya apakah mereka harus minum jus untuk detoks, dan saya katakan tentu saja tidak,” kata Koff, yang merupakan Kepala Eksekutif Program Perbaikan Nutrisi  yang bertugas memberikan penyuluhan nutrisi kepada individu maupun perusahaan. 

“Ada juga yang bertanya apakah mereka harus berpuasa. Saya mengatakan kepada mereka, jika daya tahan tubuh Anda melemah karena tidak makan, itu akan meningkatkan risiko Anda sakit,” lanjut Koff. 

Di Amerika, penjualan suplemen makanan telah melonjak secara nasional karena konsumen panik membeli vitamin, jamu, berbagai ekstrak dan obat flu. Situasi ini tidak berbeda dengan di Indonesia, di mana apotik kehabisan stok produk vitamin dan suplemen makanan. Padahal, tidak satu pun dari produk ini yang terbukti menurunkan kemungkinan tertular COVID-19. Jika mengosumsinya dalam dosis besar, bahkan berpotensi membahayakan. 

Para ahli mengatakan, lonjakan penjualan suplemen tersebut menunjukkan banyak orang yang putus asa, sehingga mereka memilih cara itu untuk memperkuat pertahanan kekebalan tubuh dan demi mengurangi tingkat kecemasan mereka.

"Angka-angka yang kami lihat belum pernah terjadi sebelumnya," kata Joan Driggs, seorang analis di IRI, sebuah perusahaan riset pasar yang melacak penjualan suplemen di Walmart, Walgreens, Safeway, CVS dan toko obat dan pengecer lainnya. "Orang-orang berusaha melindungi diri mereka sendiri, dan mereka merasa bahwa mereka harus mendapatkan suplemen, dari mana pun itu.”

Sementara penjualan suplemen makanan naik enam persen secara keseluruhan selama minggu pertama bulan Maret, dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun lalu. Menurut IRI, penjualan obat flu melonjak. 

Penjualan vitamin C yang dipercaya bisa membuat tubuh kuat, melonjak 146 persen, sementara penjualan seng, obat yang populer untuk pilek dan penyakit pernapasan, melonjak 255 persen. Penjualan suplemen elderberry, yang diyakini bisa meningkatkan imunitas tubuh, naik 415 persen. Echinacea, ramuan yang digunakan untuk mengatasi flu, melonjak 122 persen.

Vitamin D dan multivitamin untuk anak-anak dan orang dewasa juga mengalami lonjakan tajam dalam penjualan bulan Maret. Begitu juga dengan melatonin, yang berdasarkan penelitian dapat digunakan untuk membantu tidur.

Driggs mengatakan bahwa pertumbuhan melatonin mungkin terkait dengan peningkatan gangguan tidur yang diakibatkan stres. "Ini menandakan bagi saya bahwa ada tingkat kecemasan yang lebih tinggi," tambahnya. "Orang-orang takut akan kesehatan dan kesejahteraan keluarga mereka dan juga finansial mereka."

Di seluruh negeri, karena persediaan yang semakin menipis, apotik telah membatasi jumlah vitamin, Zicam, Emergen-C dan suplemen lain yang dapat dibeli oleh pelanggan. Harris Teeter, sebuah jaringan supermarket besar dengan 230 toko di tujuh negara bagian, telah membatasi penjualan Airborne (suplemen untuk menambah imunitas) hanya tiga paket per pelanggan.

Pembelian gila-gilaan telah menyebabkan beberapa perusahaan kesehatan memanfaatkan ketakutan publik tersebut. Obat alami yang tak terhitung jumlahnya untuk COVID-19 telah beredar di media sosial, termasuk herbal, air asin, krim, pasta gigi dan "larutan mineral ajaib", campuran natrium klorit yang telah diperingatkan oleh Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan, bahwa itu sama dengan minum pemutih.

Sebagai tanggapan, FDA dan Komisi Perdagangan Federal mengirim surat peringatan kepada setidaknya tujuh perusahaan untuk menghentikan iklan obat palsu dan perawatan untuk COVID-19, termasuk minyak atsiri, teh elderberry dan suplemen koloid perak (cairan anti biotik).

Badan tersebut memperingatkan bahwa koloid perak khususnya "tidak aman atau efektif" untuk penyakit atau kondisi apa pun. Mereka mengatakan sedang memantau situs dan media sosial untuk membasmi produk palsu, dan bahwa lembaga telah bekerja dengan pengecer besar dan pasar online untuk menghapus puluhan daftar obat dan perawatan COVID-19 yang menyesatkan.

Orang Amerika memiliki tingkat kecemasan yang tinggi tentang penyebaran COVID-19, kata Joseph Simons, ketua FTC. "Apa yang kita lihat dalam situasi ini adalah perusahaan memanfaatkan konsumen dengan mempromosikan produk dengan klaim pencegahan dan perawatan yang menipu,” tambahnya.

Lima dari kelompok perdagangan industri suplemen utama memuji tindakan pemerintah dan mendesak konsumen untuk waspada terhadap produk yang membuat klaim terkait COVID-19. Industri ini juga telah melobi pemerintah federal dan pejabat negara bagian dan lokal untuk mengklasifikasikan pembuat suplemen makanan sebagai "penting” dan mana yang tidak penting. 

"Saya pikir fakta bahwa kita melihat lonjakan penjualan ini memberi tahu kita bahwa konsumen sangat sadar bahwa mereka memerlukan suplemen," kata Steve Mister, presiden dan kepala eksekutif The Council for Responsible Nutrition, sebuah kelompok industri.

Suplemen yang paling laku adalah seng, vitamin D dan ekstrak elderberry. Seng dianggap menghambat replikasi virus yang menyebabkan flu biasa. Beberapa percobaan acak telah menemukan bahwa minum dengan dosis tinggi dapat membantu menurunkan risiko terkena pilek dan berpotensi memperpendek durasinya sebesar 20 persen.

Suplemen dengan vitamin D dosis sedang telah terbukti dalam beberapa percobaan bisa membantu menurunkan risiko tertular pilek dan flu, tetapi efeknya terutama terlihat pada orang yang baru memiliki gejala. Dan beberapa percobaan kecil yang didanai industri telah menemukan bahwa ekstrak elderberry dapat mempersingkat durasi dan tingkat keparahan pilek dan flu.

Tetapi bukti untuk sebagian besar suplemen ini tidak kuat, dan tidak mungkin untuk memperkirakan bahwa suplemen tersebut akan membantu mencegah atau mengobati COVID-19 karena khasiatnya adalah untuk  melawan flu dan pilek, kata Kamal Patel, seorang peneliti nutrisi dan direktur Examine.com, sebuah database besar yang melakukan penelitian suplemen. 

Virus-virus ini sangat berbeda satu sama lain. COVID-19, misalnya, memiliki dampak yang lebih parah pada saluran pernapasan bagian bawah dan masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan dengan virus yang menyebabkan pilek dan influenza.

Mengambil dosis besar vitamin dan mineral tunggal juga membawa risiko. Kadar seng yang berlebih, misalnya, dapat mengganggu penyerapan tembaga oleh tubuh, meningkatkan kemungkinan anemia. Vitamin D tidak dimetabolisme secara efisien tanpa kadar magnesium yang memadai, dan dalam dosis tinggi dapat menjadi racun.

Vitamin dan suplemen herbal juga dapat berinteraksi dengan obat resep, mengurangi efektivitasnya, atau, dalam kasus pengencer darah, misalnya, meningkatkan konsentrasi ke tingkat yang sangat berbahaya.

Ada saatnya suplemen bisa sangat berguna, seperti pada masa kehamilan atau untuk mengatasi kekurangan nutrisi yang jelas. Tetapi bagi orang dewasa yang sehat yang mengkhawatirkan COVID-19, makan makanan bergizi dan tidur yang cukup serta berolahraga adalah cara terbaik untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh Anda, kata Linda Van Horn, kepala nutrisi di Departemen Pengawasan Obat-obatan di Northwestern University Fakultas Kedokteran, Feinberg.

Makanan utuh seperti buah-buahan, sayuran, ikan, unggas, kacang-kacangan, kacang-kacangan dan susu mengandung beragam vitamin, mineral, dan phytochemical - termasuk seng dan vitamin D - yang bekerja secara sinergi, itulah yang  melindungi kesehatan Anda.

"Ini adalah waktu yang ideal untuk melihat apa yang kamu makan," kata Van Horn. “Kita semua tahu bahwa persediaan bahan makanan di toko terbatas. Tetapi sebagian besar orang masih dapat menemukan produk segar dan makanan sehat lainnya,” kata Linda. 

Koff mengatakan bahwa dia memberi tahu orang-orang bahwa boleh saja menggunakan multivitamin untuk mengatasi kekurangan nutrisi mereka. Tetapi dia mendorong mereka untuk fokus pada diet, menghindari stres dan tidur yang cukup, serta memperingatkan mereka untuk tidak membebani sistem tubuh dengan dosis besar suplemen.

"Ini waktunya untuk mulai menerapkan perilaku yang mendukung kesehatan Anda, tidak berpergian dan menghindari informasi yang menyesatkan mengenai suplemen makanan sebagai sumber imunitas tubuh,” tegas Koff. (Channel News Asia/The New York Times)

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar