Segera Proses Menteri ESDM Arifin Tasrif Secara Hukum

Senin, 30/03/2020 21:29 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif (majalah tambang)

Menteri ESDM Arifin Tasrif (majalah tambang)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Indonesia Resources Studides (Iress) Marwan Batubara mendesak aparat Kepolisian untuk memproses hukum Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Pasalnya, apa yang dilakukannya, ibarat memancing di air keruh, dimana saat masyarakat tercekam menghadapi wabah virus Covid-19, pada awal Maret 2020 Kementrian ESDM malah menerbitkan Permen ESDM No.7/2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan Kegiatan Pertambangan Minerba yang memihak swasta dan asing.

Permen ESDM No.7/2020 tersebut kata Marwan berisi ketentuan yang melanggar UUD 1945, TAP MPR No.IX/2001 dan UU Minerba No.4/2009.

"Oleh sebab itu Menteri ESDM dianggap telah dengan sengaja melakukan perbuatan melanggar hukum, sehingga layak untuk segera diproses secara hukum," katanya melalu keterang persnya secara tertulis.

Saat ini kata dia, pemerintah dan DPR sedang membahas RUU tentang Perubahan UU No.4/2009 dan juga RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Selain itu, pemerintah pun sedang memeroses Revisi Ke-6 PP No.23/2010.

Namun karena penyelesaian RUU dan RPP berpotensi terkendala di satu sisi, serta di sisi lain, guna mengakomodasi kepentingan dan desakan para konglomerat kontraktor Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya akan segera berakhir, maka pemerintah proaktif dan patut diduga terlibat KKN menerbitkan Permen ESDM No.7/2020.

Salah satu ketentuan prinsip yang tercantum dalam Permen Esdm No.7/2020 adalah Pasal 111 yang berbunyi: Dalam rangka menjamin pelaksaanaan kegiatan usaha mineral dan batubara serta iklim usaha yang kondusif, Menteri dapat menetapkan ketentuan lain bagi pemegang IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak Karya (KK) dan PKP2B.

Dengan Pasal 111 Permen ESDM No.7/2020 ini, seluruh kontraktor KK dan PKP2B otomatis akan mendapat perpanjangan kontrak dalam bentuk IUPK. 

Padahal menurut UU Minerba No.4/2009 jika kontrak KK dan PKP2B berakhir, pemerintah berwenang untuk tidak memperpanjang kontrak. Seluruh wilayah kerja (WK) tambang yang dikelola kontraktor harus dikembalikan kepada negara.

Negara berkuasa penuh atas WK tambang, yang kemudian dirubah menjadi wilayah pencadangan negara (WPN). Pengelolaan lebih lanjut atas WPN sudah pun telah diatur pada Pasal 75 UU No.4/2009. Ayat 3, dan 4 Pasal 75 UU No.4/2009 menyatakan bahwa: (3) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK; (4) Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.

"Oleh sebab itu, sesuai konstitusi, kepentingan strategis negara,  kebutuhan ketahanan energi, dan keadilan distribusi penerimaan negara bagi seluruh rakyat, maka pemerintah seharusnya menunjuk langsung BUMN dibanding melakukan tender," jelasnya.

Kata dia, dengan memberi perpanjangan langsung melalui penerbitan Permen ESDM No.7/2020, pemerintah tidak saja menggagalkan hak konstitusional BUMN, tetapi juga dengan sengaja menghilangkan proses tender WPN yang berpotensi menambah penerimaan negara.

Dengan gagalnya BUMN mengelola, maka potensi rakyat memperoleh distribusi penerimaan yang lebih besar, adil dan merata juga telah dengan sengaja dieliminasi oleh Pemerintahan Jokowi. 

Disamping itu, Permen No.7/2020 juga melanggar Pasal 83, Pasal 169 dan Pasal 171 UU Minerba No.4/2009. UU Minerba tidak mengenal adanya skema perpanjangan KK/PKP2B secara otomatis.

Pemerintah berargumentasi hak perpanjangan otomatis kepada kontraktor PKP2B dengan merujuk Pasal 47, 169 dan 171 UU Minerba No.4/2009, Pasal 30 Amandemen PKP2B, Pasal 112 PP No.23/2010 dan Pasal 112 PP No.77/2014. Ternyata dalam hal ini terjadi manipulasi penggunaan kata “dapat” pada Pasal 47 UU Minerba No.4/2009.

Sesuai tata urutan perundang-undangan Pasal 7 UU No.12/2011 posisi Permen ESDM jauh lebih rendah dibanding posisi UU. Oleh sebab itu otomatis dasar hukum “perpanjangan otomatis” batal demi hukum. Apalagi, jika mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR No.IX/2001 tentang Pengelolaan SDA.

Maka, Permen ESDM No.7/2020 ini sudah sangat jelas bertentangan dengan konstitusi, melanggar undang-undang, merampas hak rakyat untuk memperoleh pendapatan yang lebih adil dan merata melalui pengelolaan minerba oleh BUMN. 

Peran Konglomerat & Asing

Oligarki penguasa-pengusaha dan para kontraktror swasta/asing PKP2B yang kontraknya akan segera berakhir berada di belakang upaya gencar perubahan peraturan sektor minerba, termasuk penerbitan Permen ESDM No.7/2020. Kontraktor-kontraktor dimaksud adalah PT Tanito Harum (kontrak berakhir: 1/2019), PT Arutmin Indonesia (11/2020), PT Kaltim Prima Coal (12/2021), PT Multi Harapan Utama (4/2022), PT Adaro Indonesia (10/2022), PT Kideco Jaya Agung (3/2022) dan PT Berau Coal (9/2025).

Ketujuh kontraktor ini menguasai lebih dari 55% produksi batubara nasional, dengan keuntungan bersih lebih dari Rp 25 triliun/tahun! Sesuai tulisan IRESS pada 2 Maret 2020, aset sumber daya batubara yang saat ini dikuasai kontraktor PKP2B adalah 3,17 miliar ton berstatus cadangan dan 20,7 miliar ton berstatus sumberdaya.

Dengan terbitnya Permen ESDM No.7/2020 ini maka otomatis aset rakyat yang bernilai antara Rp 2.102 triliun (cadangan) hingga Rp 6.500 tiliun (sumberdaya) akan kembali dikuasai kontraktor swasta/asing. Jika itu terjadi, maka dominasi para taipan/asing  berlanjut, dan rakyat tidak akan memperoleh distribusi kekayaan negara yang adil dan berkelanjutan.

Deretan Upaya Konspirasi Oligarkis

Sepanjang pemerintahan Jokowi, rakyat telah mencatat deretan upaya konspiratif oligarki penguasa-pengusaha untuk terus mendominasi aset tambang batubara negara. Awalnya upaya dilakukan melalui revisi UU Minerba pada 2018.

Lalu karena gagal, upaya dilakukan dengan mencoba menerbitkan Revisi Ke-6 PP No.23/2010. Karena penolakan publik dan intervensi KPK, revisi PP No.23/2010 pun kembali gagal.

Selanjutnya upaya konspiratif busuk kembali dilakukan September 2019 melalui RUU Perubahan UU No.4/2009, bersamaan dengan RUU KPK, RUU KUHP, danRUU lainnya. Upaya ini pun gagal akibat penolakan para demonstran berhari-hari di depan Gedung DPR pada akhir September 2019. 

Setelah mengalami deretan kegagalan seperti di atas, bersamaan dengan pembahasan RUU Minerba “super kilat” pada Februari 2020, ternyata upaya konspiratif secara diam-diam dilakukan oleh Pemerintah atas dukungan para konglomerat, sehingga lahirlah Permen ESDM No.7/2020.

Pembuat dan penerbit Permen ESDM ini sangat sakti karena bisa menundukkan amanat konstitusi, TAP MPR, dan berbagai ketentuan UU yang hanya dapat tersusun atas adanya sidang-sidang dan kesepakatan MPR dan DPR. Bisa saja Arifin berani melakukan pelanggaran hukum yang sangat serius tersebut karena telah mendapat arahan dan restu dari Presiden Jokowi.

"Alternatifnya, bisa pula Jokowi tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang apa yang dilakukan oleh Arifin," kata Marwan.

Namun, kata dia sebesar apapun kesaktian Menteri ESDM Arifin Tasrif seperti disebut di atas, sebagai negara hukum, kita menuntut agar hukum ditegakkan. Itu sebabnya rakyat harus menuntut agar Arifn segera diproses secara hukum. 

Masalah seputar UU Minerba dan kontrak PKP2B telah dibahas secara terbuka sepanjang lima tahun terakhir. Karena itu jangan salahkan jika rakyat meyakini kalau Presiden Jokowi pun sangat paham tentang permasalahan dan kepentingan oligarki di balik berbagai upaya perubahan peraturan minerba.
Rakyat tidak percaya kalau Presiden menyatakan tidak paham atau tidak terlibat. Karena kentalnya nuansa konspirasi oligarkis, terserah bagaimanapun status keterlibatan Presiden Jokowi atas terbitnya Permen ESDM No.7/2020, karena Permen ESDM tersebut telah resmi diterbitkan atas nama pemerintah, maka rakyat pun menuntut pula pertangunggjawaban Presiden Joko Widodo! 

"Pada kesempatan ini, IRESS kembali mengingatkan agar para konglomerat berhenti melanggar konstitusi dan UU, serta berprilaku bernuansa moral hazard," tegasnya.

Pada saat yang sama demi rasa keadilan dan kemanusiaan, para konglomerat dituntut berminat untuk menunjukkan empati kepada rakyat yang sebagian besar hidup miskin.

Sebagian dari taipan tersebut menjadi kaya dan masuk daftar terkaya karena selama ini telah menguasai dan mengkapitalisasi, untuk kepentingan kelompok/pribadi, kekayaan tambang batubara milik negara yang menurut konstitusi harus dikelola oleh BUMN. 

"Akhirnya, karena telah nyata melakukan perbuatan melanggar hukum, apalagi hal tersebut dilakukan dengan memalukan tanpa empati di tengah kondisi negara dan rakyat menghadapi pandemi Covid-19, maka kita menuntut agar Menteri ESDM Arifin Tasrif segera diproses secara hukum,".

"Selain itu, kita meminta agar Permen ESDM No.7/2020 tersebut segera dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Karena menjadi penaggungjawab pemerintahan, kita juga menuntut Presiden Jokowi diproses sesuai Pasal 7 UUD 1945 tentang Pemakzulan, terutama dengan memberikan jalan bagi potensi perampokan aset minerba nasional melalui penerbitan Permen ESDM No.7/2020. Kita tidak ingin NKRI dikelola secara ugal-ugalan dan prilaku sontoloyo," tutupnya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar