Pandemi Corona: Apa Artinya Saat Satu Orang Berada di Luar Rumah?

Minggu, 29/03/2020 20:31 WIB
Petugas bubarkan pesta pernikahan di Jambi saat pandemi virus corona (Suara)

Petugas bubarkan pesta pernikahan di Jambi saat pandemi virus corona (Suara)

[INTRO]

Di belakang satu kasus Covid-19 yang berkeliaran di tempat publik, berderet puluhan orang yang terdampak Covid-19. Kasus perdana, dua orang saja di belakangnya tertelusuri sekitar 80 orang terdampak. Artinya orang-orang yang terkontak dan berkontak dengan pasien.

Dari 80 yang sudah terdampak Covid-19, bila mereka berkeliaran di tempat publik karena tidak tahu kalau kemungkinan sudah tertular, kalau setiap orang dari 80 itu menularkan 5 orang, maka dalam hitungan hari sudah menjadi 400 orang terdampak. Dan apabila 400 orang ini juga masih berkeliaran di tempat publik, maka menjadi 2.000 orang terdampak.

Itu sebab kebijakan social distancing bermaksud memotong rantai penularan yang cepat itu. Apabila semua yang terdampak tidak berada di tempat publik, maka penyebaran penularannya tidak menjadi berlanjut. Dengan demikian jumlah kasus tidak terus bertambah, atau kurva epidemiologiknya melandai, tidak membukit lagi.

Kasus terdampak memang belum tentu semuanya akan sakit. Hanya sebagian yang jatuh sakit. Yang jadi masalah, kemampuan sistem epidemiologis belum tentu mampu menjaring semua orang yang sudah terdampak. Ketika cluster yang terdampak baru di awal, yang baru 80 orang mungkin belum terlalu sulit melacak, menemukan, lalu menjaringnya untuk diobservasi. Namun kalau sudah berantai menjadi 400, mana mungkin melacak siapa-siapa saja yang ada riwayat terkontak dan berkontak dengan pasien. Ini dilematis.

Solusinya tidak mungkin lockdown, karena kita pasti tidak siap dari pertimbangan sektor manapun. Maka harapan masih pada social distancing. Dengan mewajibkan orang tinggal di rumah dan tidak berada di tempat publik, yang sudah terdampak, yang sudah positif tertular, tidak akan mencemari orang lain di tempat publik. Termasuk mereka yang masih melayani transportasi publik, supermarket, tempat hiburan bahkan sekadar acara pesta atau pertemuan sajapun berpotensi besar menambah panjang rantai penularan. Satu sopir taksi saja, misalnya, berpotensi terdampak dari sekian banyak penumpang, bila orang terdampak masih berkeliaran naik taksi. Sopir taksi terdampak, demikian pula ojol yang terdampak, akan menularkan lagi kepada semua penumpangnya.

Masalahnya belum tentu orang yang sudah dimasuki Covid-19 pasti jatuh sakit. Sebagian kelihatan sehat walau di tubuhnya ada Covid-19. Mereka ini carrier. Orang dengan carrier sudah pasti tidak mungkin terjaring oleh sistem pelacakan epidemiologik, tidak pula oleh pendeteksian suhu, dan hanya mungkin terjaring oleh rapid test atau dengan apus hidung-tenggorok RT-PCR untuk menemukan Covid-19-nya. Tapi bagaimana orang carrier memeriksakan diri kalau niatnya bukan dari dirinya sendiri.

Peran buruk kita apabila kita masih berada di tempat publik, dengan begitu, atau kita menulari sedikitnya 5 orang di sekitar kita untuk satu titik lokasi, dan tinggal di hitung kita berada berapa lama dan berpindah-pindah ke titik lokasi lain di tempat publik. Setiap titik lokasi ada 5 orang yang kita tulari. Dan kalau bukan kita yang menulari, kita berpotensi tertular dari orang di tempat publik kita berada. Dengan bertambah melonjaknya kasus, dan masih tetap banyak orang tidak patuh tetap tinggal di rumah, dan kalau mereka pembawa Covid-19, mereka sumber penular berantai secara deret ukur. Itu maka semakin hari pertambahan kasus ratusan setiap harinya sekarang ini.

Sumbangan buruk hanya satu orang kita yang tidak patuh social distancing, betapa besar terhadap beban pemerintah, karena hanya gara-gara satu orang di antara kita saja, bisa ada ratusan orang lain terdampak oleh kita di belakang kita, bila kita berkeliaran di tempat publik. Itu yang terjadi di Spanyol dan Italia, sebagian besar orang masih membandel berkeliaran di tempat publik. Sebagian yang berkeliaran itu berpotensi menularkan kepada orang yang sama bandel berada di tempat publik.Kalau sudah begiru mau tidak mau harus memilih lockdown. Maka bantulah pemerintah agar bebannya tidak menjadi sedemikian kewalahan sehingga harus memilih lockdown dengan segala konsekuensi dan risiko sosialnya.

Partisipasi kita kepada pemerintah cukup dalam bentuk kepatuhan tidak keluar rumah dan berada di tempat publik sampai kurva epidemiologik semakin melandai, dan tidak membukit terus dan terus lagi. Untuk itu kita pasti bisa.

Ayo kita berikrar untuk tetap tinggal di rumah dulu.

Salam sehat,

dr. Handrawan Nadesul

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar