Rochi Putiray:

Pemain Indonesia Tidak Punya Mental, Karakter dan Prinsip

Sabtu, 28/03/2020 19:03 WIB
Rochi Putiray (Viva)

Rochi Putiray (Viva)

law-justice.co - Rochi Melkiano Putiray menghabiskan masa kecilnya di Kota Ambon, tanah kelahirannya. Di sanalah ia mengenal sepakbola di usia yang masih sangat muda, sejak menginjak bangku sekolah.

Lahir 26 Juni 1970, Rochi mengaku perjalanan karirnya tidak bisa dilepaskan dari dukungan penuh keluarga besar, terutama ayah, ibu dan saudara sekandungnya, serta teman sekolah maupun sepermainannya.

Di awal perkenalannya dengan sepakbola, Rochi sudah rajin mengikuti berbagai turnamen di Kota Ambon, baik yang resmi maupun tidak. Kegigihannya itu membuahkan hasil, ia terpilih masuk ke tim PSSI Garuda II.

"Waktu itu main di klub Ambon yaitu Puspa Ragam yang selalu mengikuti kalender PSSI dan Putra Brothers yang juga sering mengikuti pertandingan dan turnamen di Ambon. Dari situ saya terpilih untuk mengikuti Hari Olahraga Nasional (Haornas) di Jakarta mewakili Maluku karena saya top scorer. Dari situlah akhirnya saya dipilih Pak Murhadi masuk Garuda II,” kenang Rochi.

Ia menjelaskan, Garuda II  adalah tim kedua, sebelumnya sudah ada Garuda I yang dipersiapkan untuk Pra Olimpiade 1991 waktu itu. Menurutnya membela Timnas adalah cita-cita yang berhasil  diraihnya dengan penuh perjuangan, sejak berangkat ke Jakarta tahun 1986 dalam rangka Haronas, masuk PSSI Garuda II pada 1987, hingga puncaknya selesai pra Olimpiade, ia langsung direkrut masuk Timnas Senior untuk Sea Games di Filipina.

"Itu Sea Games pertama kalinya bagi saya di tahun 1991 dan langsung mendapat emas. Setelah itu saya terus lanjut bergabung di dalam Timnas dan terakhir  tahun 2005 ikut piala Asia di China," ungkap Rochi.

Selain gemilang di Timnas, karier Rochi di klub juga bersinar. Di dalam negeri ia sukses bermain Arseto Solo, Persija Jakarta, kemudian di PSM Makassar, Persija Timur, PSPS Pekanbaru, PSS Sleman, dan terakhir di PSP Pasuruan. 

Hal yang sama juga terjadi saat berkarier di luar negeri. Rochi pernah merumput di liga Hongkong, bersama Instant Dict, pada tahun 2001. Bermain dalam 15 pertandingan, Rocky sukses mencetak 20 gol.

Selain itu, Rochi juga pernah berkarier di Liga II Cekoslovakia di klub Montasa, mengikuti trial di AJ Auxerre League I, Prancis selama tiga bulan, dan mengikuti tes seleksi di klub Tampines Singapura.

Pada tahun 2002 – 2004, ia memperkuat Kitchee SC selama dua tahun dan sukses menjadi andalan dengan 41 gol dari 20 pertandingan. Kemudian pada 2004 – 2005, Rochi bergabung dengan South China AA. Dari 25 pertandingan, ia berhasil mencetak 15 gol.

Ada yang menarik saat di Hong Kong, Rochi pernah melakoni laga uji coba melawan klub raksasa Italia AC Milan. Siapa sangka, ia  sukses mencetak dua gol, kendati lini belakang AC Milan saat itu dikawal oleh bek legendaris Paolo Maldini.

"Saat itu memang keberuntungan itu ada di pihak kita. Saya bermain enjoy tidak ada beban karena kalah menang toh mereka memang tim hebat, dan kebetulan timing saya tepat, reading the game bagus dan saya punya tandem yang bagus juga yaitu Boa Mose, pemain asal Portugal yang sempat membela Arsenal," kisah Rochi.

Selama bermain di luar negeri, pria yang selalu mengganti warna rambut sebagai bentuk motivasi diri ini mengatakan, kesempatan itu datang dengan sendirinya, dan berulang-ulang.

"Misalnya di klub AJ Auxerre League I, Perancis, itu  berawal dari Timnas saat Piala Kemerdekaan di Surabaya. Saat melawan Timnas Malaysia, saya dinilai bermain bagus oleh pelatihnya yang berasal dari Perancis, dan berhasil memenangkan pertandingan. Sekitar dua-tiga minggu kemudian, Timnas Malaysia itu melakukan training center di Perancis. Pada kesempatan itulah, si pelatih menceritakan tentang saya pada pelatih AJ Auxerre, dan melihat rekaman permainan saya di televisi. Ia rupanya tertarik, maka saya pun dipanggil,” kata Rochi.

Namun, sayang ia tidak berhasil tembus klub AJ Auxerre tersebut. Rochi menceritakan kegagalannya itu bukan karena masalah penguasaan teknik, atau faktor lainnya. “Masalahnya  di usia,  waktu itu saya sudah berumur 24 tahun. Sedangkan saat latihan dengan anak-anak dari negara lain rata-rata masih berumur 13- 18 tahun. Jadi mereka memang dikontrak pada usia remaja, dalam hitungan bisnis rugi mengontrak pemain usia segitu. Umur saya saat itu, untuk pemain Eropa sudah masuk masa transfer untuk dikontrak menjadi pemain profesional. Saya disarankan mengikuti Liga II  Perancis yaitu di Tim B dan langsung bermain. Salahnya, saya menolak karena saya berangkat ke Perancis bukan lewat Arseto Solo, melainkan pribadi. Saya tidak tahu nanti siapa yang bakal mengurus saya karena wawasan dan pengetahuan saya tentang Liga Eropa belum terlalu banyak. Saya sempat tiga bulan di Perancis,” lanjutnya.

Walaupun terbilang singkat, Rochi mengaku banyak pengalaman yang didapat di antaranya pemahaman tentang bermain bola yang benar, yaitu bermain dengan sentuhan, bermain dengan mata dan otak bukan dengan otot. Dari usia dini sudah di latih bermain pintar penempatan posisi, akurasi passing, pengambilan keputusan dan membaca permainan.

"Seperti yang saya bilang, akhirnya saya tahu bahwa latihan dasar mereka sama saja passing control, bahkan crossing pun mereka sebenarnya banyak yang salah. Soal latihan stamina kondisi saya pun tidak buruk, saya sering berada di posisi lima besar. Ada satu hal yang kita kalah jauh dari pemahaman mereka tentang bermain bola yang benar. Sebenarnya kita  semua pemain Indonesia itu punya teknik punya skill.  Tapi ada tiga  hal yang tidak kita punya, yaitu mental, karakter dan prinsip. Kita selalu berpikir apa yang kita mau bukan apa yang kita butuh. Kita ingin menjadi ini, menjadi itu tidak pernah berpikir saya butuh ini saya butuh itu," tegas Rochi.

Selain itu menurutnya,  sistem kompetisi di Indonesia juga harus dibenahi baik regulasi atau hal lain seperti pengaturan skor siapa yang bakal menang. Ini sangat terkait pada siapa yang menyiapkan uang banyak, bakal menang. 

"Sistem itu saya lihat dari kebiasaan yang saya temukan saat berkarir di Indonesia. Sebenarnya hal ini harus ditanyakan ke Ketua PSSI sebelumnya, pemain-pemain senior sebelum saya sebenarnya pernah juga ditawari suap seperti saat bermain di Arseto dan Persija Timur," ungkap Rochi.

Setelah memutuskan pensiun pada 2006 silam, Rochi mendirikan sejumlah akademi sepakbola di Solo dan Jakarta. Selain itu, dia juga menangani beberapa tim sepakbola artis, serta mengikuti sejumlah kegiatan sepakbola di Timor Leste. Saat ini ia tercatat  sebagai pelatih Timnas U-15 untuk ajang Ibercup Elite 2020 di Portugal, yang akan berlangsung April 2020 mendatang.

"Darah saya sepak bola, saya suka sepak bola, dan kegiatan sekarang saya pun tetap sepak bola. Pokoknya tujuan saya ingin memberikan ilmu kepada adik-adik dengan berbagi pengalaman saya sebagai mantan pemain sepakbola," tutup Rocky.

 

 

(Ricardo Ronald\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar