Catut KSP, Direktur INFUDS Desak Polisi Usut Aksi Galang Dana Corona

Jum'at, 27/03/2020 16:28 WIB
Kantor Staf Presiden (Tirto)

Kantor Staf Presiden (Tirto)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif Indonesian Future Development Study (INFUDS) Aznil Tan mendesak pihak Kepolisian untuk mengusut aksi penggalangan dana untuk mengatasi virus corona yang mengatasnamakan kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Karena hal itu terkonfirmasi dengan beredarnya sebuah surat elektronik tentang penggalangan dana pembuatan Disinfektan Room yang dilakukan oleh CEO Indonesia bekerjasama dengan KSP yang disebarkan oleh seorang bernama Trysa Suherman, alias Icha.


"Untuk kesekian kalinya Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko melakukan tindakan blunder dan patut dikategorikan melawan hukum (aturan bernegara). Selain mengangkat 13 Penasihat Senior KSP yang tidak diatur dalam Perpres Nomor 83 Tahun 2019 dan menganggap anaknya magang di kantor KSP bukan pelanggaran peraturan perundang-undangan, sekarang Moeldoko mengunakan nama KSP untuk melakukan penggalangan dana pada yayasan yang dia punya," kata Aznil dalam keterangan pers terulisnya yang diterima law-justice.co sama seperti yang dipostingnya di akun Facebook pribadinya Aznil Tan.

Dia mengatakan sebagai informasi, berdasarkan sumber dari postingan akun Instagram @trisya_suherman menyatakan bahwa Moeldoko adalah Ketua Dewan Pembina CEO Indonesia Global Network sebagai Ketua Pembina dan Trysa Suherman sebagai Ketua.

Dia mengaku, pada dasarnya, sebuah Ormas/Yayasan/LSM sah-sah saja melakukan penggalangan dana untuk bantuan kemanusiaan, asal sesuai aturan dan prosedur hukum yang berlaku serta tidak mengatasnamakan atau menjual nama suatu lembaga negara.

"Jika memang Moeldoko atau Trysa Suherman mempunyai itikad baik ingin membantu masyarakat mencegah Penyebaran Virus Corona/Covid-19 semestinya cukup dengan mengatasnamakan pribadi (person) atau yayasan/ormas yang mereka punya `bukan` membawa-bawa nama lembaga negara Kantor Staf Presiden," katanya.

Atas penggalangan dana dilakukan oleh CEO Indonesia bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden (KSP) tersebut mesti disikapi sebagai berikut:

1. Penggalangan Dana tersebut patut diduga sebuah praktik penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan konflik kepentingan (conflict of interest), karena diduga :

- Tindakan tersebut sangat kuat berindikasi menjual nama lembaga negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok/golongan sendiri dan/atau

- Indikasi melakukan praktik kolusi menunjuk Yayasan CEO Indonesia sebagai penggalang dana tanpa prosedur aturan berlaku.

2. Moeldoko sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) yang merupakan satu kesatuan pemerintahan Jokowi-Ma`ruf Amin maka patut diduga melakukan pembangkangan dan ingin cari panggung sendiri terhadap instrkuksi presiden yang telah menunjuk BNPB atau Gugus Tugas Penanganan COVID-19 yang diberi wewenang penanganan wabah Corona yang sedang melanda Indonesia.

Semestinya Moeldoko harus berkoordinasi dulu dengan BNPB jika mengatasnamakan Kantor Staf Presiden.

3. Mematok nilai sumbangan sebesar `Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah)` patut diduga merupakan "pemalakan terselubung" kepada perusahaan-perusahan dan/atau `praktik gratifikasi` antara pengusaha dengan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP).

"Berdasarkan hal tersebut, KPK dan penegak hukum lainnya serta Ombudsman harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas penggalangan dana dilakukan oleh CEO Indonesia bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden tersebut demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan tegaknya hukum di negara Republik Indonesia," tutupnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar