Gregetan dengan Cara Jokowi Atasi Corona, Guru Besar FKUI Tulis Surat

Jum'at, 27/03/2020 15:37 WIB
Presiden Jokowi (Indopolitika)

Presiden Jokowi (Indopolitika)

Jakarta, law-justice.co - Ditengah upaya pemerintah untuk mengatasi wabah virus corona, korban yang terinfeksi makin bertambah terus. Per Kamis (26/3/2020) pasien positif covid-19 sudah berjumlah 893 orang, dengan 78 orang meninggal dan 35 orang yang sembuh.

Namun, dikatakan korban akan terus bertambah dalam beberapa waktu ke depan. Oleh karena itu, Guru-Guru Besar dari Fakultas Kesehatan UI langsung menulis surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar dapat mengatasi virus corona dengan tepat dan baik.

Berikut adala isi lengkap suratnya;

Jakarta, 26 Maret 2020

Kepada Yth.Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
Di tempat 

Himbauan Dewan Guru Besar FKUI bagi Pemerintah Indonesia terkait Penanganan Infeksi COVID-19

1. Situasi COVID-19 di Indonesia.

Per tanggal 24 Maret 2020, terdapat 790 kasus positif infeksi COVID-19 di Indonesia dengan proporsi terbanyak ditemukan di ibukota negara kita, Jakarta (463 kasus). Angka kematian/mortalitas di Indonesia sendiri saat ini mencapai 58 kasus, dengan jumlah pasien yang sembuh adalah 30.

Dengan demikian, Indonesia berada pada ranking-5 kasus dengan case fatality rate (CFR) tertinggi ke-5 di dunia.

1. Berkaca dari negara-negara lain, dengan adanya perkembangan uji diagnostik, maka jumlah kasus positif di Indonesia akan terus bertambah secara eksponensial.

Mengatasi pertambahan kasus COVID-19 di Indonesia, maka seluruh pemerintah, organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga terkait, tenaga kesehatan di seluruh lapisan fasilitas kesehatan, beserta masyarakat harus dapat bekerja sama, secara terintegrasi dan multi-disiplin dalam memerangi virus COVID-19 ini.

Indonesia bisa mengambil pelajaran dari negara Korea Selatan yang membuat kebijakan agar semua orang yang pernah terpapar atau kontak dengan pasien positif COVID-19 untuk diperiksa dengan cara mendirikan drive-hru tempat pengecekan COVID-19 secara massal, sehingga semua orang dapat di-swab dan hasilnya akan diberitahu 2-3 hari kedepan.

Hasilnya secara transparan akan diberi tahu kepada pasien dan juga data tersebut diambil oleh negara.
Lebih lanjut, apabila pasien tersebut positif, maka distrik/ daerah tersebut akan diberi notifikasi oleh negara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap infeksi COVID-19.

Secara nasional, pemerintah Korea Selatan melarang semua aktivitas dengan jumlah massa yang banyak, perkumpulan-perkumpulan, menggalakan work from home, menggunakan alat telekomunikasi dan internet secara maskimal, memberi edukasi etika bersin, etika batuk, serta cuci tangan sesering mungkin.
Di Korea Selatan pun terjadi lonjakan jumlah masyarakat terinfeksi COVID-19, namun jumlah kematian tidak seperti negara-negara lain (0.69%). Di Korea Selatan, apabila pasien tersebut stabil dan tidak ada keluhan, maka mereka menjalankan self-isolation dan social distancing pada diri mereka sendiri, termasuk menjauhi keluarga mereka yang tidak terinfeksi COVID-19.

Apabila mereka memiliki gejala berat, mereka dapat dirawat di Rumah Sakit besar khusus infeksi COVID-19, sehingga tidak dicampur dengan pasien non-infeksi COVID-19.

Ada pula rumah sakit lokal dimana mereka dapat merawat pasien infeksi COVID-19 dengan gejala ringan. Selain pembatasan perjalanan ke dalam dan luar negeri, produksi masker di Korea Selatan pun ditingkatkan, sehingga baik tenaga kesehatan maupun masyarakat tidak kekurangan alat pelindung diri (APD), tentunya dengan harga normal.

Ketersediaan alat-alat di rumah sakit juga memiliki peran penting, terutama pada pasien infeksi COVID-19 berat.

2-3. Pada umumnya, herd immunity bisa tercapai bila populasi terinfeksi sekitar 70%. Artinya 270 juta x 70% = sekitar 189 juta orang. Kalau rerata CFR di dunia adalah 3%, maka harus ada sekitar 5-6 juta jiwa. Sementara saat ini CFR Indonesia adalah 8-10% ditambah lagi dengan Indonesia adalah negara yang luas dan banyak kepulauan, tentu akan sulit pemantauan dan prediksinya.

Skenario ini adalah apabila populasi terinfeksi sekitar 70%, bagaimana kalau 90% populasi terinfeksi dengan CFR 8%?

Berapa juta orang akan jatuh sakit dan meninggal karena infeksi ini? Kalau pakai asumsi di atas, dan kita pakai CFR dunia sebagai CFR Indonesia, maka dengan jumlah kematian sekarang 55, artinya jumlah kasus sebenarnya (55x100)/4,3=1279 kasus.
Sehingga, kemungkinan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia saat ini adalah sekitar 1300 KASUS.Fasilitas kesehatan kita tidak siap dan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani jumlah pasien COVID-19.

Dengan episentrium infeksi saat ini di Jabodetabek dan Surabaya saja fasilitas kesehatan kita masih memiliki kesulitan untuk mendapatkan APD. Selain itu, ketersediaan alat bantu pernapasan hanya terbatas di beberapa RS saja, menghasilkan CFR yang tinggi.

Sulit dibayangkan apabila daerah Papua dengan fasilitas kesehatan yang minim terinfeksi COVID-19. Saat ini, studi menyatakan hanya tersedia 2 bed ICU (Intensive Care Unit) setiap 100.000 populasi di Indonesia.

4. Hal ini merupakan proporsi terendah di Asia. Bayangkan apabila infeksi ini meluas di Indonesia! Bukan hanya masyarakat yang akan menjadi korban, tetapi tenaga kesehatan garis depan pun satu per satu akan berguguran. Sungguh tragis. 

2. Apakah lockdown dapat menjadi salah satu alternatif bagi Indonesia?

Melihat dari negara-negara lain, partial atau local lockdown mungkin dapat menjadi pilihan bagi Indonesia. Apa itu local lockdown? Local lockdown merupakan sebuah langkah menutup sebuah wilayah/ provinsi yang sudah terjangkit infeksi COVID-19, dengan demikian diharapkan dapat memutuskan rangkai penularan infeksi baik di dalam maupun diluar wilayah.

Local lockdown disarankan dilakukan selama minimal 14 hari. Local lockdown pun akan memudahkan negara untuk menghitung kebutuhan sumber daya untuk penanganan di RS (SDM, APD, fasilitas RS).

Pelaksanaan lockdown dan aturan pembatasan aktivitas sosial yang ketat di Provinsi Hubei, Cina  telah terbukti efektif menurunkan kasus sebesar 37% lebih rendah dibandingkan kota lain yang tidak menerapkan sistem ini. Sebelum pemberlakuan lockdown, para peneliti memperkirakan SARS-CoV2 akan menginfeksi 40% populasi Cina atau sekitar 50 juta penduduk, atau 1 pasien terinfeksi akan menularkan virus ke 2 orang atau lebih.

Namun pada minggu pertama lockdown, angka ini turun menjadi 1.05. Hingga pada tanggal 16 Maret 2020, WHO mencatat 81.000 kasus di Cina.

Simulasi model oleh Lai Shengjie dan Andrew Tatem dari University of Southampton, UK menunjukkan, jika sistem deteksi dini dan isolasi ini diberlakukan 1 minggu lebih awal, dapat mencegah 67% kasus, dan jika diimplentasikan 3 minggu lebih awal, dapat memotong 95% dari jumlah total yang terinfeksi.

Studi Wells et al menunjukkan pada 3,5 minggu pertama penutupan wilayah dapat mengurangi 81,3% kasus infeksi ekspor. Penurunan ini sangat  berguna untuk daerah yang masih belum atau minimal terjangkit untuk melakukan koordinasi sistem kesehatan.

5,6,7. Opsi lockdown lokal/ parsial perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia, melihat upaya social distancing belum konsisten diterapkan di masyarakat, masih terjadi kepadatan di beberapa transportasi publik, sebagian tempat wisata tetap dikunjungi, sebagian perkantoran, tempat makan, taman terbuka, dan pusat perbelanjaan tetap beraktivitas.

Situasi ini dapat menjadi lebih buruk dan tidak terhindarkan dengan adanya arus mudik pada bulan Ramadhan. Melandaikan  kurva dan memperlambat proses penularan Covid-19 merupakan hal yang paling krusial karena sistem kesehatan kita  saat ini belum  mampu menerima beban kasus infeksi Covid-19 yang masif.

8. Namun, perlu diperhatikan bagaimana dengan pekerja yang mendapatkan upah dengan kerja harian. Negara perlu menjamin hajat hidup minimal warga miskin selama minimal 2 minggu karena kegiatan perekonomian akan lumpuh total!

Mari kita hitung apabila Jakarta melakukan local lockdown dengan total penduduk 9,6 juta:• Makan 3x sehari dengan asumsi:o Makan pagi: Rp 5.000,00o Makan siang: Rp 10.000,00o Makan malam: Rp 10.000,00▪ Total untuk makan adalah Rp 25.000,00 (untuk membeli beras, tahu, telor, per orang)o Untuk 1 hari, di Jakarta: 9,6 juta x Rp 25.000,00 = Rp 240.000.000.000,00o Untuk 14 hari di Jakarta: Rp 3.360.000.000.000,00 = 3.3 Trilyun

• Kebutuhan listik/orang/hari kira-kira Rp 4.543,00o Untuk 1 hari, di Jakarta: 9,6 juta x Rp 4.543,00 = Rp 43.000.000.000,00o Untuk 14 hari di Jakarta: Rp 610.000.000.000,00 = 610 Milyar

• Kebutuhan air/orang/hari kira-kira Rp 735,00o Untuk 1 hari, di Jakarta: 9,6 juta x Rp 735,00 = Rp 7.000.000.000,00o Untuk 14 hari di Jakarta: Rp 98.000.000.000,00 = 98 Milyar

• Total Dana 14 hari di Jakarta: Rp 4 Trilyun

• TOTAL PENERIMAAN PAJAK INDONESIA PER-NOVEMBER 2019:Rp 1.312,4 Trilyun

Dengan penghitungan demikian, maka rasanya mungkin apabila melakukan local lockdown demi mencegah penularan COVID-19 lebih lanjut. Pengembalian sebagian uang pajak dari rakyat untuk rakyat dengan adanya kejadian pandemi seperti ini merupakan tindakan yang wajar.

Semoga hal ini juga menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan sedikit keringanan biaya hidup dasar 14 hari bagi masyarakat Indonesia. 

3. Penyediaan alat pelindung diri (APD) yang cukup untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan, terutama RS pemerintah.

Ketersediaan APD yang cukup sangat penting dalam kondisi pandemi COVID-19 untuk para tenaga medis. Bila APD tidak tersedia cukup ditakutkan akan berdampak buruk bagi tenaga kesahatan maupun pelayanan kesehatan yang diberikan di Indonesia.
Seperti dilansir dari KOMPAS, 24 Maret 2020, presiden RI menyatakan bahwa pemerintah pusat memang telah mendistribusikan 105.000 APD melalui pemerintah daerah (pemda).

9. Namun, perlu diingat bahwa suplai dan kebutuhan APD selama pandemi COVID-19 adalah hal yang dinamis.Penanganan kasus kekurangan APD oleh pemerintah RI dapat mencontoh tindakan negara lain.

Kelangkaan APD di Inggris membuat tenaga kesehatan, termasuk dokter di negara tersebut mengancam untuk tidak melanjutkan tugas mulianya.

10. Kekurangan suplai APD di Inggris langsung direspon oleh National Health Service United Kingdom (NHS UK).

Pihaknya menyediakan nomor telepon hotline yang aktif 24 jam sehari untuk pelaporan langkanya APD. Pelaporan dapat dilayangkan juga melalui email.

11. Dalam surat pernyataannya, NHS UK menyediakan layanan antar dan dukungan penyediaan APD 24 jam sehari selama 7 hari seminggu. Hal ini dilakukan NHS UK untuk memastikan staf medis dalam kondisi aman.

Dalam satu hari, NHS UK mengirimkan 2,6 juta masker medis dan 10.000 hand sanitizer ke fasilitas pelayanan kesehatan di London saja. Penyediaan APD tersebut juga dilakukan untuk praktik klinik mandiri, dokter gigi, apotek, panti asuhan, dan panti jompo.

12. Indonesia dapat belajar dari kejadian yang ada di negara lain. Hal ini penting demi tersedianya APD yang cukup untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan, terutama RS pemerintah. RS swasta perlu juga diberikan akses untuk membeli APD dengan harga yang pantas. 

4. Aturan yang sangat tegas untuk diam di rumah.

Isolasi mandiri dengan cara diam di rumah sudah dibahas di berbagai studi. Dengan tingkat kepatuhan tinggi (> 70%) berdasarkan 16 penelitian, karantina di rumah efektif dalam memperlambat penyebaran penyakit.

Terdapat beberapa laporan kasus penyebaran virus SARS-CoV-2 dari individu asimtomatik (tanpa gejala) maupun presimtomatik (dengan gejala yang belum muncul).

13. Banyak individu di Indonesia yang kemungkinan besar sudah terpapar kasus positif COVID-19 di tempat umum maupun di rumah. Dengan karantina 50% individu terpapar saja, dapat berdampak pada penurunan jumlah kasus selama epidemic peak sebanyak 25%, serta penundaan epidemic peak tersebut sekitar 1 minggu.

14.  Namun, lebih dari 500 akademisi di dunia menyatakan bahwa pembatasan sosial (social distancing) tidak cukup untuk mengontrol penyebaran infeksi SARS-CoV-2, sehingga yang dibutuhkan ialah tindakan pembatasan yang lebih lanjut.

15. Aturan tegas perlu diberlakukan untuk membuat rakyat tetap diam di rumah selama periode pembatasan sosial ini. Denda spesifik diberikan untuk setiap individu maupun perusahaan yang melanggar.

Kerjasama dan koordinasi Pemerintah  seluruh elemen masyarakat (seperti TNI, POLRI, pemimpin daerah, pemuka agama, tokoh adat)  sangat dibutuhkan sehingga menjadi gerakan sosial.
Pelajaran akibat  keterlambatan dan ketidakdisiplinan dalam penerapan social distancing dari negara Italia dan Iran, menyebabkan jumlah kesakitan dan kematian yang meningkat drastis dalam hitungan hari.

Di Australia, individu didenda AU$ 1.000 dan perusahaan juga didenda AU$ 5.000 jika melanggar peraturan isolasi mandiri yang dikeluarkan pihak negara bagian New South Wales.

Pelanggar peraturan juga dapat diberikan sanksi penjara maksimal 6 bulan. Untuk menegakkan peraturan tersebut, 70.000 polisi dikerahkan untuk patroli dan pemeriksaan acak di beberapa lokasi di masyarakat.

Dalam kegiatan patrolinya, pihak berwenang juga dilengkapi dengan masker dan alat pelindung diri (APD).

16. Saat ini kementerian kesehatan RI (Kemenkes RI) telah mengeluarkan protokol isolasi mandiri yang berpotensi menjadi acuan peraturan yang tegas. Jika diterapkan di Indonesia sesegera mungkin, hal ini dapat membuat efek jera terhadap pelanggar peraturan dan juga menurunkan jumlah kasus saat epidemic peak COVID-19 di Indonesia.

5. Rencana mitigasi dan rencana strategis penanganan pasien suspek dan terkonfirmasi COVID-19 di fasilitas kesehatan primer dan rumah sakit di Indonesia.

Jumlah kasus COVID-19 yang diperkirakan semakin meningkat secara eksponensial di berbagai daerah di Indonesia, dengan  perkiraan 30% kasus masih belum terdiagnosis (underdiagnosed) di tengah masyarakat dan sekitar 8% kasus berat yang membutuhkan perawatan intensif, akan menjadi beban masif rumah sakit baik rujukan maupun non rujukan. Daya tampung, fasilitas, dan sumber daya rumah sakit di Indonesia saat ini tidak sanggup menerima ledakan kasus ini.

Rumah sakit memiliki keterbatasan obat –obatan , APD, ruang isolasi, ruang perawatan intensif, dan mesin ventilator tidak memadai, Saat ini, studi menyatakan hanya tersedia 2 bed ICU (Intensive Care Unit) setiap 100.000 populasi di Indonesia.

Sumber daya tenaga kesehatan dan tenaga penunjang sangat terbatas, ditambah lagi dengan tingginya jumlah tenaga medis yang terinfeksi bahkan meninggal akibat virus korona ini. 

Data di Jakarta sendiri menunjukkan sekitar 42 orang (11,8%)  dari 355 positif Covid-19 adalah tenaga kesehatan. Hal ini menjadi ironis karena tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam penanganan infeksi Covid-19.

Solusi untuk masalah ini adalah rencana strategis mitigasi pasien suspek dan positif corona dengan membagi perawatan pasien menjadi sebagai berikut;

- Pasien ODP dilakukan perawatan di rumah dengan pemantauan ketat dari Puskesmas domisili tempat tinggal melalui sistem telekomunikasi tidak langsung telpon, whatsapp, video call maupun pengawasan secara langsung dengan protokol yang ketat dan terstruktur, di bawah koordinasi/ pengawasan Dinas Kesehatan setempat, pemeriksaan diagnostik dan pengobatan dilakukan melalui kunjungan rumah oleh tim lapangan- Pasien PDP ringan hingga sedang dilakukan perawatan di RS darurat COVID-19 seperti Wisma Atlit atau RS darurat lain yang ditunjuk Pemerintah.

- Pasien PDP berat yang memerlukan perawatan intensif atau pengawasan ketat dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19 yang sudah ditunjuk dan dilengkapi dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai  Usulan rencana penguatan sistem pelayanan kesehatan

- Selain  memperkuat RS rujukan Pemerintah, perlu diperhatikan pula kesiapan dan ketersediaan sarana dan fasilitas serta SDM di RS swasta karena pasien juga sudah mulai berdatangan ke rumah sakit-rumah sakit swasta. Kebutuhan akan tenaga yang kompeten dan sarana fasilitas serta APD perlu dilengkapi- Sistem penyangga (perimeter) untuk mendukung tenaga medis covid-19 juga perlu diperhatikan seperti petugas ambulans, pemulasaraan jenazah dan pemakaman, petugas telpon, call center, pengelola website dan networking, petugas IT, listrik dan air sehingga diperlukan kerjasama lintas sektor.

- Perlu diadakan asuransi khusus untuk tenaga kesehatan dan penunjangnya, misalnya dari BPJS Tenaga Kerja sebagai jaminan risiko adanya penyakit akibat kerja. Pemerintah juga perlu bekerja sama dengan jaringan RS di Indonesia untuk membangun sistem networking hospital dan ICU network  khusus Covid-19 yang bisa diakses secara online dan saluran  hotline 24 jam supaya tenaga kesehatan dapat melakukan alokasi atau rujukan pasien dapat berjalan dengan lancar dan beban rumah sakit dapat merata. 

Koordinasi yang baik antar kementerian dan lembaga-lembaga terkait sangat diperlukan agar pelaksanaan di lapangan menjadi lebih terarah dan terlaksana dengan baik 

Dalam pengambilan keputusan seyogyanya berbasis bukti (Evidence based) dan melibatkan para pakar di bidangnya, termasuk ahli komunikasi masyarakat.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar