Ini Kesaksian Bang Yos soal LB Moerdani, Megawati, hingga Edy Tanzil

Senin, 16/03/2020 09:46 WIB
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. (Antara)

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Bagi Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso setiap jengkal kisah kehidupan bukan sekadar kenangan melainkan bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang.

Itu sebabnya sederat cinderamata mau pun ratusan penghargaan dia rawat dan kumpulkan. Kini, semua itu ia ditampilkan di museum pribadi di belakang rumahnya, Jalan Kalimanggis Nomor 100, Cibubur, Jakarta Timur.

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jenderal (Purn)Wiranto meresmikan Museum Bang Yos, Minggu (15/3/2020). Museum ini mengisahkan lika-liku perjalanan hidup Sutiyoso yang warna-warni, tapi dilakoninya dengan kerja keras dan ikhlas.

"Semua cenderamata dan penghargaan selama saya menjadi prajurit TNI, Gubernur DKI sampai Kepala BIN selalu saya simpan. Kalau orang lain mungkin sudah tercecer," kata pria yang lebih dikenal dengan sapaan Bang Yos itu.

Dia menegaskan pendirian museum tersebut tidak dimaksudkan sebagai bentuk kesombongan diri. Ia justru ingin mewariskan semangat keteladanan kepada generasi muda, bahwa kemiskinan bukan penghalang seorang individu untuk sukses.

Sebagai anak yang dikenal nakal dan berandalan, Sutiyoso berubah total menjadi lelaki yang handal dan bertanggung jawab. Hal itu terjadi setelah dia mengikuti pendidikan di Akademi Militer di Magelang.

"Aku telat daftar ke Kedokteran Undip lalu masuk Teknik tapi gak kerasan. Aku merasa jadi tentara lebih pas meski tanpa restu ibu," tutur lelaki kelahiran Semarang, 6 Desember 1944 itu.

Tak cuma mengubah sikap dan wataknya, karir di militer juga terbukti membuatnya menjadi sosok disegani. Saat berpangkat Kapten, dia bertemu empat mata dengan Leonardus Benyamin (LB) Moerdani. Sang Jenderal yang amat dihormati karena kecerdasan dan pembawaannya yang dingin itu memintanya menyusup ke wilayah Timor Timur seorang diri.

"Kamu nanti menyamar sebagai mahasiswa yang sedang melakukan penelitian," kata Sutiyoso menirukan perintah Moerdani kala itu.

Tak sampai setahun kemudian, Moerdani kembali menugaskannya untuk ikut Operasi Flamboyan bersama Tim Kolonel Dading Kalbuadi, M. Tarub, dan Yunus Yosfiah (mantan Menteri Penerangan).

"Operasi ini sangat rahasia dan jika tertangkap negara tidak mengakui keberadaan kita. Jadi kami saat itu menyebut operasi tersebut sebagai one way ticket," jelas Sutiyoso yang selama operasi menggunakan nama samaran Kapten Mannix.

Pada bagian lain, dia juga mengungkap awal perkenalan dan kedekatannya dengan Megawati. Hal itu dimulai saat dirinya menjabat Danrem Surya Kencana. Dialah yang berani memfasilitasi Mega dan PDI untuk menggelar hajatan politik di wilayah keamanannya.

"Mana pernah mimpi saya setelah jadi kolonel ketemu Bu Mega, putri dari Soekarno yang dikagumi oleh ayah Saya. Ayah itu seorang guru yang Marhaenis dan Bu Mega tahu hal itu," kenang Sutiyoso.

Sebagai mantan Kepala BIN, dia juga berkisah soal upayanya membujuk tokoh GAM Din Minimi turun gunung. Juga menangkap dua koruptor kakap yang buron ke luar negeri, seperti Samadikun Hartono. Andai dirinya masih memegang posisi itu, bukan mustahil pembobol Bank Bapindo senilai Rp 1,8 Triliun, Edy Tanzil yang kabur dari LP Cipinang pun akan dicokoknya.

"Oh aku ngerti sekarang dimana, dia punya pabrik bir di kota mana, empat kali operasi wajah," ujar Sutiyoso. (detik.com).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar