Ahok `Gubernur` IKN Sakiti Umat, Banyak Tokoh Bersih & Berintegritas

Kamis, 12/03/2020 06:08 WIB
Eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Straitstimes.com)

Eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Straitstimes.com)

Jakarta, law-justice.co - Wacana mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi calon pemimpin atau ‘gubernur’ ibu kota baru di Kalimantan Timur, memunculkan kontroversi dan protes di berbagai kalangan. Disebut pengangkatan mantan Wagub DKI itu akan menyakiti hati umat Islam.

“Mengangkat Ahok menyakiti umat. Memberi jalan kekuasaan sama saja dengan menantang umat Islam. Sekurangnya yang bergerak di 212. Selebihnya tentu masih banyak. Umat mesti konsolidasi atas misi "khusus" untuk Ahok. Bangsa Indonesia menjadi taruhan. Walaupun hikmahnya Ahok sebenarnya bisa sebagai penguat dan pemersatu umat,”kata pengamat politik M Rizal Fadillah dalam tulisannya yang diterima Harian Terbit, Selasa (10/3/2020).

Menurutnya, prestasi Ahok tidak tercatat bagus, kontroversi adalah catatan tebalnya. Bukan orang hebat. “Umat Islam menempatkannya sebagai penoda agama. Soal korupsi juga diduga tak bersih. Buku Marwan Batubara memuat rekord dugaan korupsi Ahok. Aneh, Presiden Jokowi senantiasa mengangkat angkatnya terus. Adakah perjanjian rahasia antara keduanya atau saling sandera?” ujar Rizal Fadilah.

Perdebatan Panjang

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, meyakini akan terjadi perdebatan di masyarakat jika Ahok dijadikan pemimpin di ibukota baru.

"Itu akan mengundang perdebatan yang panjang dan tak produktif. Memang nggak ada yang lain?" kata Ujang Komarudin di Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Menurut Ujang, Ahok masih melekat di hati masyarakat sebagai sosok yang kontroversial. Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia ini menyarankan tidak menjadikan Ahok sebagai pemimpin ibukota baru agar tidak ada perdebatan panjang. Terutama karena Ahok pernah terjerat kasus hukum.

"Banyak tokoh lain yang bersih, berintegritas dan kredibel. Bangsa ini habis energinya hanya urus soal seperti itu. Cari yang lain lah. Cari yang tak pernah bermasalah secara hukum," demikian Ujang Komarudin.

Sandiaga Menolak

Untuk diketahui, Ibukota Negara nantinya memang tidak di bawah kendali Gubernur. Melainkan pejabat setingkat menteri, dalam hal ini seperti Badan Otorita yang ditunjuk langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno juga menolak Ahok. Sandiaga menilai, Ahok lebih tepat untuk menunjukkan kinerja lebih dahulu sebagai Komisaris Utama Pertamina.

"Saya sampaikan tadi, apalagi dengan harga minyak yang kemungkinan terkoreksi mendalam ini kan beliau baru mendapat tugas, izinkan dia bertugas sebagai Komut Pertamina, karena sektor migas ini pasti mengalami gejolak dengan turunnya harga minyak. Kita juga lihat bagaimana ketersediaan migas di seluruh wilayah Indonesia," tutur Sandiaga di Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Sandiaga mengatakan, dengan kesempatan yang dimiliki, Ahok bisa menunjukkan pengalaman dan kinerjanya di Pertamina. "Kita tunggu kinerjanya dan rekam jejaknya di Pertamina. Sehingga nanti begitu sudah mengambil keputusan semua ini kan prerogatif presiden sehingga presiden bisa lihat bagaimana rekam jejaknya dan calon-calon lain dibandingkan dan disampaikan kepada publik apa yang menjadi pertimbangannya," kata Sandiaga.

Alumni 212

Penolakan terhadap Ahok juga disampaikan sejumlah alumni Aksi 212 yang menamakan diri Mujahid 212. Penolakan itu merespons pernyataan Presiden Jokowi yang mengumumkan Ahok sebagai salah satu kandidat pemangku jabatan tersebut.

Ketua Mujahid 212 Damai Hari Lubis mengatakan pihaknya menolak Ahok karena rekam jejak dan kepribadian yang tidak baik. "Sebagai calon kepala daerahnya [Ibu Kota Negara baru] adalah Ahok, maka Kami katakan dan nyatakan secara tegas. Kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah," kata Damai dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/3).

Kuasa Hukum Rizieq Shihab itu mengungkit kembali kasus penodaan agama yang dilakukan Ahok pada 2016. Dia menyebut Ahok tak pantas karena telah menghina umat Islam dengan menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 tentang pemimpin beragama muslim.

Ahok telah menjalani hukuman penjara akibat pernyataannya itu. Dia dipenjara di Mako Brimob, Depok, selama dua tahun (dipotong remisi tiga bulan 15 hari).

Selain soal kepribadian, kata Damai, Ahok juga punya beberapa kasus saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dia mengutip pernyataan pengamat energi Marwan Batubara yang pernah menuding Ahok terlibat korupsi Rumah Sakit Sumber Waras, Reklamasi, dan Taman BMW.

Presiden Jokowi, sebelumnya mengumumkan sejumlah nama kandidat yang bakal jadi Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru. Salah satu nama dalam jajaran itu adalah mantan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini menjabat Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Untuk badan otorita ibu kota negara memang kami akan segera tanda tangan peraturan presiden, di mana nanti ada CEO-nya (pemimpin). Kandidatnya ada, namanya banyak. Satu, Pak Bambrodj (Bambang Brodjonegoro). Dua, Pak Ahok. Tiga, Pak Tumiyana. Empat, Pak Azwar Anas," kata Jokowi di Istana Negara, Senin (2/3).

Tak Salah

Sementara itu Ketua Dewan Kehormatan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Komarudin Watubun, menilai tidak ada yang salah jika nama Basuki Tjahaja Purnama menjadi kandidat Kepala Badan Otorita Ibu Kota baru. Selama memenuhi syarat, kata dia, semua orang termasuk Ahok berhak memimpin suatu lembaga.

"Pertama, harus aspek legalitas formalnya lengkap toh. Kedua, kita bicara tentang kompetensi orang. Kalau kita mau tugaskan seseorang untuk mengerjakan sesuatu kan harus dilihat dari sisi kompetensi, kemudian kapasitas, kapabilitasnya. Itu kan harus dihitung," kata Komarudin. (Harianterbit.com).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar