Pasca Berdamai dengan AS, Taliban Jadi Momok Perempuan Afganistan

Minggu, 01/03/2020 20:00 WIB
Perempuan Afganistan dan Tentara AS (Republika)

Perempuan Afganistan dan Tentara AS (Republika)

law-justice.co - Setelah resmi berdamai dengan Taliban, tentara Amerika Serikat (AS) akan meninggalkan Afganistan, hal ini justru tak diharapkan perempuan Afganistan, mereka menganggap Taliban jadi momok yang menakutkan.

Dilansir kantor berita AFP, sejumlah wanita di Afghanistan cemas akan kehilangan kebebasan yang mereka peroleh dengan susah payah belakangan ini.

Pasukan Taliban sempat berkuasa sekitar lima tahun di Afghanistan hingga invasi AS tahun 2001.

Mereka memerintah Afghanistan dengan tangan besi, mengubah perempuan jadi tahanan virtual di bawah interpretasi ketat hukum syariah.

Jatuhnya Taliban langsung mengubah kehidupan perempuan Afghanistan, terutama di daerah perkotaan seperti Kabul daripada di area pedesaan, contohnya di bagian barat Kota Herat, pramuniaga bernama Setara Akrimi (32) berkata pada AFP, "Aku akan sangat senang jika perdamaian datang dan Taliban berhenti membunuh rakyat kami."

"Tetapi jika Taliban kembali berkuasa... dengan mentalitas lama mereka, itu akan jadi masalah," ucap janda beranak tiga tersebut.

"Jika mereka menyuruh saya duduk di rumah, saya tidak akan dapat menghidupi keluarga saya," lanjutnya.

"Ada ribuan wanita seperti saya di Afghanistan, kita semua khawatir." pungkas Setara.

Kegelisahan serupa juga diungkapkan Tahera Rexai di Kabul. Dia khawatir kedatangan Taliban akan memengaruhi hak-hak kaum hawa di Afghanistan.

"Kedatangan Taliban akan memengaruhi hak perempuan untuk bekerja, kebebasan, dan kemerdekaan."

"Tidak ada perubahan dalam mentalitas mereka," ucap perempuan berusia 30 tahun yang bekerja sebagai dokter hewan tersebut pada AFP.

Rezai yang optimis dengan perkembangan kariernya, langsung pesimis jika pemberontak kembali ke pemerintahan, sekalipun secara terpisah.

"Melihat sejarah mereka, saya kurang berharap... Saya percaya situasinya akan semakin sulit bagi wanita yang bekerja, seperti saya," tuturnya.

Menjelang kesepakatan dengan AS, para militan sempat membuat komitmen yang tidak jelas tentang hak perempuan dalam nilai-nilai Islam.

Ini seakan menjadi peringatan bagi perempuan Afghanistan bahwa janji itu hanya basa-basi, dengan interpretasi yang sangat luas. (Kompas/AFP)

(Ricardo Ronald\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar