Jejak Hitam Gurita Bisnis Benny Tjokro (Tulisan-II)

Korban vs Kejaksaan Adu Lihai Kuasai Aset PT Hanson

Sabtu, 29/02/2020 12:47 WIB
Dirut PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro saat diperiksa di Gedung KPK (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice)

Dirut PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro saat diperiksa di Gedung KPK (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice)

Jakarta, law-justice.co - Dibalik usaha nasabah meminta uang investasinya kembali, ada usaha dari Kejaksaan Agung yang menelusuri dan menyita aset miliki PT Hanson International Tbk untuk menutupi kerugian negara dalam kasus Jiwasraya. Adu cepat pengembalian dana nasabah sebelum terendus oleh Kejaksaan Agung pun dilakukan. Secara diam-diam, ada upaya menyembunyikan aset dan menjaga aset milik PT Hanson yang juga menjadi aset Koperasi Hanson Mitra Mandiri agar tidak menjadi sitaan oleh penegak hukum.

Ada ribuan nasabah Koperasi Hanson Mitra Mandiri yang nasibnya dipertanyakan. Pasalnya, hampir semua korban investasi koperasi yang digagas karyawan PT Hanson Intenational Tbk menolak opsi penyelesaian dana nasabah berupa pemberian aset berupa lahan atau tanah. Sebagian besar, korban investasi koperasi tersebut meminta uangnya dikembalikan utuh.

Para nasabah mendesak PT Hanson agar segera mengembalikan uang mereka dalam bentuk tunai. Tapi PT Hanson menawarkan dua opsi, restrukturisasi 4 tahun atau diganti dengan aset. Mereka menolak tawaran tersebut. Beberapa nasabah sempat dimediasi di Kementerian Koperasi, tapi tidak menemukan solusi atas nasib uang mereka.

“Tidak mungkin kami menunggu 4 tahun. Aset yang ditawarkan juga tidak jelas dokumen kepemilikannya. Masak kami ditawarkan aset di masih berbentuk hutan dan bukit di Maja, Tangerang,” kata salah seorang korban.

Ia menilai, PT Hanson tidak punya itikad baik untuk bertanggung jawab mengembalikan uang nasabah. Beberapa nasabah mengaku mendapat ancaman agar menerima opsi yang ditawarkan PT Hanson.

Soal ini, kuasa hukum PT Hanson International Tbk, Bob Hasan mengaku perusahaan yang dibelanya berusaha untuk mengembalikan hak nasabah Koperasi Hanson Mitra Mandiri yang dipimpin langsung oleh Benny Tjokrosaputro. Kata Bob, pengembalian dana nasabah terganggu karena banyak aset baik rekening dan tanah yang diblokir oleh Kejaksaan Agung.

"Jadi secara tidak langsung bayar cash itu pasti tidak mungkin tapi yang pasti sebagian nasabah sudah menjalin kesepakatan damai, nah ini yang kami perjuangkan," katanya.

Bahkan kata Bob, demi kepemilikan aset yang sah nasabah agar tidak disita, Koperasi PT. Hanson Internasional sedang `kucing-kucingan` dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut dia, pihaknya sedang menjalin kesepakatan damai dengan nasabah, jadi lokasi aset yang akan dikembalikan jangan sampai diketahui Kejagung.

"Jangan ditanya itu dulu deh, tolong ya, kami lagi kejar-kejaran nih sama kejagung, yang pastinya aset tersebut ada, masih berupa hutan," ujar Bob Hasan, yang ditemui law-justice di DPP Arun, Cikini, Kamis, (27/2/2020).


Daftar aset yang diklaim milik PT Hanson Internasional Tbk (Foto:Law-Justice.co)

Berdasarkan pantauan law-justice di DPP Arun, tampak puluhan nasabah sudah berada sejak pagi. Semua nasabah tampak sibuk mencocokan data termasuk melihat denah lokasi aset yang diduga berada di kawasan Lebak, Banten dan Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Kata dia, Hanson bakal memenuhi komitmen pembayaran dana yang disimpan oleh nasabah di Koperasi Hanson Mitra Mandiri. Namun, sebelum pengembalian ada penilaian yang akan dilakukan oleh Hanson sesuai dengan kesepakatan dan nilai investasi yang ditanamkan. Penggantinya berupa aset lahan karena selama ini Koperasi Hanson menginvestasikan dananya dalam bentuk properti seperti lahan dan bangunan.

"PT Hanson berkomitmen untuk mengembalikan dana nasabah, karena memang itu kan pada intinya aset mereka jadi ini bukan ibaratnya penggantian dengan bentuk jual beli tidak, sudah aset mereka tapi penentuan harga karena melalui prestasi dan sebagainya itulah yang akhirnya tapi sekarang sudah ditemukan titik temu sehingga sudah sepakat. Model kesepakatannya antara nasabah dengan investor ya, antara investor dengan hanson," kata Bob.

Bob menambahkan, total aset yang dimiliki Hanson kurang lebih kurang lebih 1,8 triliun. Beberapa tahapan pengembalian aset kepada nasabah sudah dilakukan dengan mensosialisasikan cara penyelesaian.

"Cara penyelesaian pengembalian aset ke nasabah dari Oktober ke November itu, ada proses yang disebut dengan dua opsi, rekstrurisasi 4 tahun dan juga aset seatlement, kenapa aset seatlement kan usahanya usaha properti jadi diseatlement dengan usaha. Uang utang atau uang simpanan koperasi atau melalui surat utang itu dikonversikan menjadi aset. Karena memang terhubung dengan proses kerjaannya yaitu nilai investasi dan investasi properti maka itu bicaranya aset. Jadi bukan pembayaran dengan aset tapi penggantian dengan aset yang memang itulah nilai usahanya," tambah Bob.

Bob bilang, proses penyelesaian pengembalian dana nasabah terganggu karena Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro ditangkap dan ditahan oleh Kejaksaan Agung. Proses pengembalian dana nasabah dan profit yang sudah berjalan selama beberapa bulan menjadi kacau. Lagi-lagi, Bob berdalih, proses hukum yang sedang dijalani Benny Tjokro menjadi kambing hitam babak belurnya pengembalian dana investasi di perusahaan tersebut.

"Di pertengahan jalan direktur utama dan ketua koperasi pak Benny Tjkro ditangkap, jadi adalah sesuatu hal yang tidak mungkin untuk melaksanakan rekstrurisasi karena semau diblokir rekeningnya. Jadi secara tidak langsung bayar cash itu pasti tidak mungkin tapi yang pasti sebagian koperasi sebagian Hanson (surat utang) itu sudah menjalin kesepakatan damai artinya saya sebagai kuasa hukum (pelaksana ya sebutannya) berharap perdamaian ini bisa terus berlanjut dan berakhir betul-betul dengan perdamaian yang hakiki," katanya.

"Artinya saya tidak ingin adanya gambaran bahwa nanti tahu-tahu aset tidak bisa dikuasai oleh investor, jadi itulah langkah-langkah yang akan tetap saya laksanakan bagaimana carapun tidak akan pernah ada terjadinya upaya untuk merugikan investor. Yang pasti, aset-aset nasabah sesuai dengan nilai uang yang mereka investasikan dan itu sudah ada kesepakatan damainya. karena hanya satu sisi pak Benny ditahan draftnya baru ditandatangani hanya oleh nasabah." tambah Bob ketika ditanya soal usahanya agar PT Hanson bisa mendapatkan hak atas aset-aset yang selama ini dikelola.


Kuasa hukum PT Hanson Internasional Tbk, Bob Hasan (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice.co)

Dia meminta agar nasabah memahami kesulitan yang sedang dihadapi oleh manajemen Hanson dalam upaya mengembalikan dana nasabahnya. Namun, apabila ada yang melakukan upaya hukum, dia meminta nasabah berpikir jernih agar rencana pengembalian aset ini bisa berjalan baik tanpa merugikan nasabah.

"Saya rasa itu adalah sebagian orang yang sebenarnya tidak ingin berdamai, cuma saya menghimbau betul-betul kalau benar ini menjadi suatu perkara pidana boleh tidak apa-apa. Tapi, saran saya kepada semua pihak coba berpikir secara murni jangan samapai semuannya kehilangan. Bahwa aset-aset yang di hanson adalah aset-aset investor itu adalah hak-haknya publik," katanya.

Dia juga menampik jika ada yang mengatakan Hanson dan seluruh sayap bisnis dikuasai sepenuh oleh Benny Tjokro. Bob mengatakan, Benny Tjokro hanya menguasai 4% dari keseluruhan saham manajemen Hanson.

" Hanson itukan 90 persennya publik, benny Tjkcro sendiri hanya 4 persen, nanti kalau seandainya ada penyitaan misalnya tetapi merugikan investor itu sebenarnya kita hindari," ujarnya.

Soal aset ini Kejaksaan Agung mengakui masih terus melakukan penelusuran aset-aset yang dimiliki oleh PT Hanson Internasional Tbk. Menurut, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono, aset yang ditemukan penyidik Kejaksaan Agung yang diduga dimiliki Benny Tjokro adalah 156 bidang tanah milik Benny, terdiri dari 84 bidang tanah yang berlokasi di Lebak, Banten, sementara 72 bidang tanah berada di Kabupaten Tangerang. Hari juga mengatakan aset-aset tersebut masih dilakukan pengecekan termasuk mengklarifikasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Masih dilakukan pengecekan," katanya.

Ombudsman Salahkan OJK dan Nasabah

Ombudsman RI turut mengawasi masalah yang menimpa ribuan nasabah PT Hanson terkait dengan upaya pengembalian dana investasi. Perkara ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap PT Hanson, ditambah kurang jelinya nasabah yang menaruh uang mereka di perusahaan milik Benny Tjokrosaputro itu.

Ribuan nasabah Koperasi Hanson saat ini terancam kehilangan uang mereka. PT Hanson tengah tersandung kasus megaskandal gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. Benny Tjokro Direktur Utama PT Hanson, sudah ditetapkan jadi tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung. Para nasabah menuntut pengembalian uang yang mereka investasikan ke Koperasi Hanson. Nilainya mulai dari ratusan juta sampai miliaran rupiah.

Seorang nasabah yang sudah berinvestasi sejak awal 2018 berkata, semuanya berjalan lancar dan tidak ada kendala. Setiap bulannya, ia mendapatkan income dari uang yang ia simpan di PT Hanson. Namun masalah mulai datang sejak bulan Oktober 2019, saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa PT Hanson telah melakukan pelanggaran sebab menghimpun dana nasabah.

Satuan Tugas Waspada Investasi OJK menyebut PT Hanson melanggar Undang-undang Perbankan lantaran melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin. OJK meminta PT Hanson untuk menghentikan aktivitas tersebut dan mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan.

"Karena tidak memiliki izin untuk itu, maka dia harus mengembalikan," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing.

Menurut OJK, total dana nasabah yang sudah dikumpulkan PT Hanson sebesar Rp 2,5 triliun. PT Hanson pun didenda administrasi sebesar Rp 5 miliar. Denda tersebut sudah dibayarkan dan PT Hanson berkomitmen menghentikan kegiatan pengumpulan dana nasabah.

Masalah yang muncul kemudian, pengembalian dana nasabah tidak berjalan lancar. Kondisi keuangan PT Hanson sedang tidak sehat lantaran kasus hukum yang sedang menjerat Benny Tjokro. Hampir semua aset Benny yang bercampur dengan aset PT Hanson, disita kejaksaan untuk mengusut kasus Jiwasraya.
Nasabah pun kena getahnya, ditawarkan aset-aset yang tidak bernilai tinggi atau menunggu restrukturisasi empat tahun.

“Jelas kami menolak. Kami mau uang kami kembali cash,” kata seorang nasabah.

Mereka bisa menerima bahwa kondisi PT Hanson sedang bermasalah karena terjerat kasus Jiwasraya. Tapi juga menuntut negara hadir untuk memperhatikan nasib mereka. Uang yang mereka investasikan nilainya tidak sedikit.

“Kami khawatir uang kami malah dipakai untuk menutupi kerugian Jiwasraya,” kata nasabah yang lainnya.

Komisoner Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, kekhawatirah para nasabah itu cukup beralasan. Saat ini, konsentrasi penegak hukum sedang tercurahkan pada kasus gagal bayar PT Jiwasraya. Ada potensi kerugian negara sekitar Rp 13 triliun yang akan menjadi prioritas utama negara. Kejaksaan Agung saat ini tengah menyisir aset-aset para tersangka yang bisa untuk menutupi kerugian negara.

“Pasti prioritas pertama adalah menyelesaikan dulu kewajiban (untuk) Jiwasraya. Kemudian habis itu kewajiban Hanson terhadap yang lain. Jadi wajar (mereka khawatir). Aset yang sudah disita nilainya pasti amblas. Tidak akan cukup untuk memnuhi kewajiban yang lain,” kata Alamsyah saat ditemui law-justice.co di kantornya, Kamis (27/2/2020).


Komisoner Ombudsman RI Alamsyah Saragih (Foto:Lili)

Menurut Alamsyah, jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah para nasabah Koperasi Hanson ini adalah dengan melakukan gugatan secara perdata. Para nasabah bisa berkonsultasi kepada OJK untuk meneliti mana ranah pidana dan mana yang bisa digugat secara perdata. Secara tidak langsung, OJK adalah lembaga yang harus turut serta menyelesaikan masalah para nasabah. Walaupun, secara hukum OJK merupakan otoritas independen yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.

“Karena PT Hanson itu harusnya diawasi oleh OJK, maka para nasabah bisa mengadu ke OJK,” ucap Alamsyah.

Dengan maraknya kasus-kasus yang terjadi di sektor keuangan, Ombudsman RI saat ini tengah melakukan pengawasan terhadap kinerja OJK. Akhir-akhir ini, banyak pengaduan masyarakat masuk ke Ombudsman tentang kinerja OJK di sektor keuangan, baik itu investasi bodong, asuransi, hingga Fintech.  Alamsyah mengatakan, OJK harusnya mampu mendeteksi lebih dini setiap perusahaan yang bermasalah, termasuk PT Hanson. Hasil deteksi tersebut sebaiknya disampaikan ke publik agar tidak terjadi kasus-kasus salah dalam berinvestasi.

Dalam kasus Koperasi Hanson, Alamsyah mempertanyakan, mengapa OJK baru mengumumkan perusahaan itu tidak boleh menghimpun dana publik pada Oktober 2019? Sementara kegiatan tersebut sudah berlangsung sejak 2018 dan jumlah nasabahnya sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Mungkin dari dulu sudah ada teguran, hanya tidak disampaikan kepada publik karena dikhawatirkan akan menciptakan kekacauan. Tapi kalau sudah ada teguran, ya artinya selama ini teguran dari OJK dianggap enteng,” ujar Alamsyah.

“Baru diumumkan larangan menghimpun dana kan karena ada kasus Jiwasraya. Ya bisa dibilang lambat, bisa dibilang enggak juga. Karena kalau langsung di-cut, nasabah pasti protes, gara-gara itu uang mereka tidak kembali,” imbuh dia.

Di luar faktor minimnya pengawasan dari OJK, Alamsyah memandang apa yang terjadi saat ini merupakan bagian dari risiko investasi. Menurut dia, para nasabah harusnya paham bahwa ada risiko dari kegiatan investasi, termasuk kasus pidana yang menyeret PT Hanson.

“Kejaksaan yang menangani secara pidana, tidak bisa kita mintai pertanggungjawaban. Begitu juga negara. Jangan karena bayar pajak, lantas meminta negara tanggung jawab. Market tidak akan jalan kalau apa-apa negara turun tangan. Begitulah risiko dalam berinvestasi,” jelas dia.

Dalam iklim investasi, kata Alamsyah, peran negara salah satunya sudah terwakilkan oleh fungsi pengawasan OJK. Masyarakat yang hendak berinvestasi seharusnya mencari informasi secara detail tentang perusahaan yang dituju.

“Kalau Anda mau berinvestasi, berinvestasi lah yang aman. Gunakanlah konsultan investasi yang baik. Kalau ada koperasi bisa memberi bunga sebesar itu, kan aneh. Jangan cuma karena ada tokoh terkenal, lantas langsung percaya,” tutup dia.

OJK Lepas Tangan
Ada yang ganjil dari Koperasi Hanson Mitra Mandiri. Mulai dari proses perizinan yang dahulu sebagai koperasi karyawan hingga menjadi koperasi simpan pinjam yang kenyataanya tidak memiliki izin. Walau pun akhirnya ada izin yang dikeluarkan Kementerian Koperasi dan UKM, di detik terakhir umur koperasi tersebut.

Keganjilan lainnya, koperasi tersebut sekitar dua tahun terakhir terus menghimpun dana dari masyarakat umum yang bukan anggota koperasi. Penghimpunan dana dari publik dengan dalih investasi ini tidak diketahui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga OJK akhirnya mengeluarkan maklumat agar Koperasi Hanson dan Hanson Internasional menghentikan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat karena tidak memiliki izin.

Terkait pengumuman OJK ini, kuasa hukum Hanson, Bob Hasan menilai, babak belurnya investasi PT Hanson karena nasabah yang panik dan menarik seluruh dananya di Koperasi Hanson dan Hanson Internasional Tbk setelah OJK mengeluarkan pengumuman. Hal itu menyebabkan rush dan perusahaan sulit memenuhi jadwal pengembalian dana investasi.

"Iya mulai Oktober kemarin, jadi gagal bayar ini disebabkan oleh rush (penarikan dana besar-besaran) yaitu daya menarik daripada para investor atau mitra bukan nasabah, kalau nasabah ya bank. Jadi Hanson ini memiliki investor, individual- individual dan ketika ada teguran untuk menghentikan kegiatan penerbitan surat hutang kepada Hanson dan kemudian mengembalikan dana tersebut.

"Ya, saya memang masuk di situ, tapi sepengetahuan saya itu sudah berjalan kurang lebih dua tahun. Artinya, kegiatan Hanson itu dilaporkan pertahunnya termasuk ke OJK, penerbitan surat hutang ya," tambahnya.


Nilai aset yang dimiliki PT Hanson Internasional Tbk berdasarkan laporan keuangan tahun 2019 (Foto: Law-Justice.co)

Bob Hasan mengakui bahwa Koperasi Hanson Mitra Mandiri selama ini melakukan pengumpulan dana. Dia berdalih, pengumpulan dana itu untuk simpanan usaha di PT Hanson Internasional, induk perusahaan Hanson.

"Memang betul ada pengumpulan dana di koperasi tersebut, pengumpulannya dengan tujuan sebagai simpanan untuk usaha di PT Hanson Internasional Tbk, apa usahanya yaitu properti yang nantinya jadi aset properti," katanya.

Dia menambahkan, selama proses usaha berlangsung, Koperasi dan perusahaan Hanson Internasional selalu melaksanakan kewajibannya seperti membayar pajak. Bahkan dia membantah jika selama ini OJK tidak mengetahui operasional Koperasi Hanson.

"Dalam kegiatan ini Otoritas Jaya Keuangan (OJK) tahu dan pajak juga jalan. Setahu saya OJK tahu ada kegiatan Koperasi Hanson tapi sebenarnya itu bukan kewenangan OJK, dan terkait kegiatan PT Hanson nya OJK juga tahu dan di laporan keuangan itu ada," ujarnya.

Bob Hasan juga menilai ada upaya lempar tanggung jawab atas apa yang terjadi soal nasib nasabah Hanson. Kata dia, OJK dan Kemenkop UKM seharusnya ikut bertanggungjawab membantu penyelesaian persoalan ini.

"Terkait penghimpunan dana ini sebaiknya secara objektif dibicarakan kembali. Di sini Satgas waspada OJK merupakan bagian dari lembaga penegakan hukum harus berkoordinasi dengan institusi Kejaksaan maupun Polri. Kalau sekarang mereka hanya lepas tangan saja sementara keadaan ini dengan tindakan dan penindakan meraka yang lakuin. Saya mengahadapai banyak investor-investor yang marah, ya wajar itu uang mereka, jadi lembaga-lembaga misalnya di sini Kemenkop bilang Koperasi Hanson itu salah langsung ditindak saja mau digugurkan, dibatalkan ditindak jangan membuat jadi keramaian atau kegaduhan. Nilai aset hanson mencapai 12 triliun jadi intinya ini nilai investasi PT hanson internasional Tbk," ungkapnya.

Sementara itu, pakar hukum tindak pidana pencucian uang Paku Utama meminta OJK melakukan kaji ulang atas peraturan monitoring. Kata dia, OJK pun harus memiliki list parameter yang ketat dalam melakukan pemeriksaan seperti hal apa saja yang diperiksa dan yang tidak kalah penting ialah metodologi pemeriksaan; harus menggunakan teknik audit investigasi forensik.

"Dibuat parameter monitoring yang ketat atas beberapa transaksi dilihat dari level risiko. Misalnya transaksi saham yang masuk dalam katergori UMA (unusual market activity), karena harganya mendadak turun/ naik, atau terdapat pola lain yang tidak wajar/ mencurigkan maka OJK dapat melakukan pemeriksaan. Karena transaksi seperti ini jumlahnya sangat besar, frekuensi sering, dan berbasis data/ IT sehingga rentan dimanipulasi. Oleh karena itu metodologi pemeriksaan konvensional seperti interview, audit keuangan biasa dengan sampling dokumen, harus didukung dengan forensik," katanya.

Selanjutnya, OJK selaku pengatur dan pengawas pasar modal sudah sepatutnya fokus pada melindungi kepentingan klien utamanya yaitu publik atau masyarakat. Karena fokus OJK adalah masyarakat, karenanya OJK seharusnya tidak hanya memikirkan kepentingan investigasi saja, OJK juga harus mampu mengendalikan "permainan" dalam pasar modal. Langkah-langkah yang bisa dilakukan OJK.

Dia menambahkan, secara simultan, OJK juga harus mengoptimalkan mekanisme investigasinya. Sebaiknya OJK memiliki kejelasan informasi serupa. Sebelum loncat ke pencucian uang, OJK harus mampu dulu untuk merinci skema kejahatan pasar modal seperti apa saja, pelakunya, dan hilir aliran dananya kemana.

Soal sulitnya nasabah mendapatkan haknya, Paku Utama menuturkan, nasabah bisa membuat permohonan agar aset yang disita kejaksaan diteliti karena sebagian aset milik nasabah.

"Nasabah dapat membuat pernyataan tertulis terkait jumlah uang, mekanisme investasi, posisi/ kondisi aktual terakhir dengan dokumen pendukung, meminta pemerintah untuk memfasilitasi pengembaliannya. Dalam hal ini posisi nasabah cukup lemah, oleh karena itu negara harus hadir. Bisa dengan membuat tim ad-hoc/ satgas asset recovery yang juga mengatasi upaya pengembalian uang tersebut kepada korban/ nasabah, bisa dibawah OJK, kemenkeu, atau bersama dengan Kejagung," katanya

Benny Tjokro Mengaku Ditumbalkan

Direktur Utama PT Hanson Internasional Benny Tjokro mengaku dijadikan kambing hitam atas kasus gagal bayar PT Jiwasraya. Melalui kuasa hukumnya, Muchtar Arifin, Benny menegaskan bahwa tidak masuk akal jika PT Hanson dianggap sebagai penyebab bangkrutnya perusahaan pelat merah itu sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 13 triliun. Hal itu disampaikan oleh Muchtar di Senayan, usai melaporkan Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko ke Bareskrim Polri.

“Ada kekuatan besar yang bergerak bersama-sama ataupun sendiri-sendiri tapi punya kepentingan bersama, yaitu untuk menutupi kejahatan mereka. Maka jalan yang enak apa? Cari kambing hitam. Klien kaki mengatakan, saya ini dijadikan tumbal,” ujar Muchtar kepada wartawan, Senin (24/2/2020).

Setidaknya ada dua hal mendasar yang menguatkan kesimpulan bahwa Benny dijadikan tumbal. Pertama, kata Muchtar, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap PT Jiwasraya hanya dilakukan di atas tahun 2016. Karena itu, Benny pernah menitipkan surat kepada wartawan, isinya meminta BPK melakukan audit menyeluruh terhadap kondisi keuangan Jiwasraya.

“Bolongnya keuangan Jiwasraya ini yang menurut klien kami sudah sejak tahun 2006 sampai dengan 2016. Dalam kurun 10 tahun itu keuangan Jiwasraya itu sudah bobol. Kalau hanya 2 tahun apa betul bisa menimbulkan kerugian negara segitu besarnya?,” kata Muchtar.

Kedua, muchtar mengatakan, saham PT Hanson di PT Jiwasraya sesungguhnya tidak sampai 2%. Dengan jumlah saha yang minim, mustahil PT Hanson bisa membuat Jiwasraya gagal bayar klaim nasabah.

“Klien kami tidak pernah berurusan dengan Jiwasraya. Yang 2% itu pun memperolehnya bukan dari klien kami, tapi dari reksadana,” ucap Muchtar.

Dengan dua fakta itu, Benny merasa keberatan jika dirinya dianggap sebagai biang kerok kasus Jiwasraya. Terlebih lagi, Kejaksaan Agung tengah mengejar aset-aset berharga yang saat ini sudah mencapai Rp 11 triliun. Beberapa dari aset tersebut, kata Muchtar, milik PT Hanson yang tidak memiliki hubungannya dengan kasus pidana Jiwasraya.

“Segala macam (aset) sudah diangkut, sampai perusahaan itu kolaps tidak bisa bekerja pegawainya. Ini juga tindakan yang tidak kami mengerti mengapa seperti itu. Kalau ada yang salah, silakan diproses hukum. Jangan membuat perusahaan tidak bisa bekerja,” pungkas Muchtar.

Jeratan Pencucian Uang

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan, kasus yang dilaporkannya ke kepolisian soal nasib nasabah ini harus menjadi perhatian publik. Dia memuji kepolisian yang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang terkait aset-aset yang dikuasai oleh Hanson Internasional dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri.

"Laporan saya sudah penyelidikan maka mereka saya tambahkan di laporan saya. Laporannya itu kan dikenakan pencucian uang, mudah-mudahan itu loh bahasanya. Kalau nanti diproses dengan pencucian uang, nanti uang-uang yang didapat atau aset atau harta yang didapat itu kembali kepada korban meskipun tidak tahu nanti 10% atau 20% kah atau berapapun. Sudah, pasalnya TPPU. Di Bareskrim digunakan TPPU. Penipuan dan penggelapan itu termasuk TPPU. Yang tidak itu hanya pemalsuan," katanya kepada Law-Justice.


Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro saat diperiksa di Gedung KPK yang diadukan pasal pencucian uang (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice.co)

"Dan kalau nanti diketemukan pencucian uangnya, berarti kan apapun ini kan uangnya mengalir dari nasabah lalu masuk ke PT Hanson, koperasi, atau apapun yang grupnya itu, termasuk perusahaan investasi yang terafiliasi karena ternyata dari produk-produk investasi disalurkan oleh PT Hanson dan kawan-kawan. Ini berarti kan terjadi, paling tidak memang duit tidak di PT Hanson, nah itu dugaan pencucian uangnya sudah kuat menurut saya. Dan sehingga itu kalau dikenakan pencucian uang itu bisa kembali ke korban," tambahnya.

Kata dia, PT Hanson memiliki upaya mengelabui otoritas jasa keuangan dengan berbagai macam trik. Salah satunya dengan memanipulasi laporan keuangannya.
"Di dalam bahasa pasar modal, perusahaan ini kan melakukan pinjaman dalam bentuk MTN, nah MTN ini dikamuflase seakan-akan pada posisi, kan begitu kan? Ini dengan perusahaan, nah MTN ini boleh dengan pribadi tapi juga harus dicatatkan, nah itu kan tidak dicatatkan. Sehingga tidak kebebanan terlalu banyak perusahaan ini dengan pinjaman-pinjaman. Sehingga kalau bangkrut ya betul-betul habis-habisan," katanya.

Terkait kasus ini kepolisian mengaku masih melakukan pemeriksaaan saksi-saksi baik dari nasabah maupun dari perusahaan PT Hanson Internasional.


Pengurus Koperasi Menghilang

Law-Justice berusaha mendapatkan konfirmasi soal nasib pengembalian dana nasabah dari pengurus koperasi Hanson Mitra Mandiri. Namun, dari deretan nama pengurus semuanya tidak ada yang ditemui. Bahkan beberapa nama sengaja pindah dari alamat yang dicantumkan. Salah satunya Jani Irenawati, sekretaris PT Hanson yang juga jadi pengurus koperasi.

Di Jalan Karang Asri VI Blok C IV/24, Lebak Bulus, Jakarta Selatan tim law-justice mencoba mencari keberadaan Jani Irenawati. Tiba di lokasi tim pun berusaha memanggil penghuni rumah. Beberapa waktu menunggu ternyata tak satupun penghuni rumah keluar. Tim pun mencoba mencari tahu dari warga sekitar. Menurut warga sekitar, Jani memang tinggal di rumah tersebut sejak lama. Bahkan ia besar di tempat tersebut. Warga yang enggan disebutkan namanya itu menjelaskan bahwa sejak Jani menikah ia sudah tidak berdomisili di rumah tersebut. "Disitu sekarang hanya tinggal orangtuanya saja, sesekali Jani datang. Dia memang kecilnya disini," ungkap warga tersebut.

Informasi lainnya dari pasangan orangtua tersebut, Jani merupakan 4 bersaudara. Warga tersebut juga menceritakan bahwa orangtua Jani di rumahnya sambil berjualan telur ayam kampung. "Mereka berjualan ayam kampung. Kelihatan kan banyak kulit telur di depan rumahnya dia?" ujar warga.

"Semenjak menikah, dia sudah tidak tinggal disini. Kalau mau, tunggu saja orangtuanya, mungkin bisa tahu dimana Jani tinggal sekarang," ujar warga.

Sedangkan Rina Mariatna Sekretaris Pribadi Benny Tjokro sekaligus Bendahara Koperasi PT Hanson tidak bisa ditemui dikediamannya, Puri Mutiara II/27, Cilandak, Jakarta Selatan. Rina ternyata telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebanyak 5 kali. Namun saat didatangi, penghuni rumah mengatakan tidak mengenal nama Rina Mariatna.

"Saya tidak tahu nama Rina Mariatna, tidak ada nama tersebut disini," ujar seorang wanita yang enggan disebutkan namanya.

Pencarian pun serasa tak ingin sia-sia, tim pun mencari RT setempat untuk mengecek kevalidan alamat Rina Mariatna. Rumah Ketua RT yang berada di sebuah gang sempit dicoba untuk dikonfirmasi. Warga sekitar yang mendengar percakapan tim menimpali, "Salah alamat kali, itu mah ibu Silvi," ujar seorang pria sambil meninggalkan tim law-justice.co.


Kontribusi Laporan : Januardi Husin, Bona Ricky Siahaan, Ricardo Ronald, Lili Handayani

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar