Tragedi susur sungai SMPN 1Turi

Terungkap, Pembina Pergi ke Bank dan Tinggalkan Muridnya di Sungai

Rabu, 26/02/2020 16:28 WIB
Tiga guru pramuka pembina kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi, Sleman jadi tersangka dan dibotakin polisi (Tribunnews)

Tiga guru pramuka pembina kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi, Sleman jadi tersangka dan dibotakin polisi (Tribunnews)

Yogyakarta, law-justice.co - Pihak Kepolisian mengungkapkan fakta baru terakit tragedi susur sungai yang mengorbankan ratusan siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta. Polisi mengungkapkan bahwa posisi tersangka sekaligus pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman saat tragedi susur sungai terjadi tak ada di lokasi.

Tersangka berinisial IYA meninggalkan murid-muridnya yang tengah melakukan susur sungai lalu pergi untuk mentransfer uang di bank. Hal itu disampaikan Wakapolres Sleman Kompol Akbar Bantilan saat konferensi pers Selasa (25/2/2020).

"Justru IYA tidak ikut turun (ke sungai), bahkan pergi keperluan transfer uang di bank. Setelah kejadian baru datang untuk ikut membantu. Padahal kejadian itu sekejap, pembina yang ikut turun pun ikut terseret," bebernya.

Fakta tersebut semakin membuat banyak pihak geram dengan perbuatan pembina Pramuka ini. Tak hanya itu sebagai orang yang memiliki sertifikat kursus mahir dasar seharusnya dirinya dan kedua rekannya bisa mencegah peristiwa nahas ini terjadi.

Ketiga tersangka tersebut disebut telah lalai dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya.

"Ketiga pembina ini sama sekali tidak ada kesiapan, sementara gejala alam sudah terbaca, cuaca mendung, dan ada tanda gerimis, dan siswa hanya bisa menurut," ujarnya.

"Ketiganya punya sertifikat dalam hal kepramukaan tapi kesiapan itu yang tidak dipikirkan dan berdampak pada siswa-siswi," imbuhnya.

Berdasarkan fakta hasil pemeriksaan, dari tujuh pembina yang bertugas saat itu, hanya empat yang ikut susur sungai.

"Bisa dibayangkan 200-an siswa hanya diampu empat pembina," ucapnya
Sedangkan tiga tersangka ini justru tidak ikut. Padahal, lanjut Akbar, ide dan penentuan lokasi dari tiga orang ini.

Ia juga menjelaskan bahwa kepala sekolah sudah diperiksa dan dari keterangannya kepala sekolah tidak dilapori kegiatan susur sungai hari itu.

Kegiatan hari itu di luar kontrol sekolah.

Dan dalam kasus ini, poin yang ditekankan adalah pembina yang mengontrol dan menggiring 249 siswa dalam susur sungai Sempor.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sleman AKP Rudy Prabowo menambahkan bahwa kegiatan Pramuka di SMPN 1 Turi dilakukan setiap hari Jumat mulai pukul 13.30-15.30.

Sedangkan kegiatan susur sungai dilakukan satu kali dalam satu semester. Terakhir susur sungai dilakukan tahun 2019 dan titiknya berada di utara lokasi kejadian sekarang.

"Inisiator IYA, dan tiga orang ini yan punya sertifikat keahlian jadi harus tahu manajemen risiko dari perencanaan hingga pelaksanaan. Tiga orang ini yang paling bertanggung jawab tapi tak ada upaya yang kita lihat. Itulah kenapa kita berani menetapkan tersangka," bebernya.

Sedangkan terkait kemungkinan bertambahnya tersangka, Rudy menekankan bahwa pihaknya tidak mau berandai-andai. Penyidik selalu memeriksa sesuai fakta hukum yang ada.

"Dari perencanaan dan diskusi-diskusi, tidak ada yang membahas soal safety. Saat pelaksanaan juga tidak ada alat keselamatan diri misal pelampung atau tali. Itu yg tidak diperhitungkan sama sekali sejak perencanaan."

"Bahkan rencana susur sungai baru muncul sehari sebelumnya, di hari kamis, lewat grup WA. Jadi memang minim persiapan," tegasnya.

Ia menuturkan bahwa IYA baru datang untuk membantu setelah ada yang meneleponnya. Dan dari keterangannya yang bersangkutan, IYA mengaku sudah memahami wilayah susur sungai

"Tapi dia tidak ada inisiatif untuk mengecek bagaimana kondisi sungai beberapa hari sebelumnya. Saat itu sering hujan dan air di sungai juga sering banjir," imbuhnya.

Sementara itu IYA mengaku bahwa saat itu pada pukul 13.15 saat menyiapkan anak-anak dan ketika memberangkatkan pada pukul 13.30 cuaca masih belum hujan.

"Saya cek sungai di atas air juga tidak deras. Dan kembali ke start juga air tidak bermasalah. Kemudian di situ juga ada temam saya yg terbiasa mengurusi susur sungai di sempor jadi saya yakin tidak terjadi apa-apa," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa susur sungai hari itu untuk latihan karakter siswa. Tujuannya agar para siswa dapat memahami sungai. Dan menurutnya anak sekarang jarang main di sungai atau menyusuri sungai.

Sedangkan saat ditanya soal mengapa anak tidak diberi perlengkapan keselamatan ia menjawab singkat. "Karena airnya cuma selutut."

Sementara itu, R guru seni budaya, sekaligus sebagai ketua gugus depan sekolah mengatakan bahwa susur sungai di sekolah itu tidak hanya sekali dilakukan. Dan ia mengakui bahwa saat itu cuaca tengah mendung tipis.

"Tugasnya saya saat itu hanya menunggui di sekolah untuk mencatat siswa yang kembali dari susur sungai. Termasuk jaga barang-barang siswa. Sebenarnya saya tinggal dua tahun lagi pensiun," ujarnya.

Lebih lanjut IYA menuturkan bahwa kejadian hari itu adalah kelalaian mereka.

"Kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama keluarga korban meninggal," ucapnya.

"Ini sudah jadi risiko kami, sehingga apapun yang menjadi keputusan akan kami terima. Semoga keluarga korban bisa memaafkan kesalahan kami," imbuhnya.

Atas perbuatannya ketiga tersangka dijerat pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang meninggal dunia dan pasal 360 KUHP karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain luka-luka. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Perhatian Pemerintah

Cerita penyelamatan puluhan siswa SMP N 1 Turi Sleman Yogyakarta akhirnya mendapatkan perhatian dari pemerintah melalui Kementerian Sosial. Setidaknya ada dua sosok yang diberi penghargaan atas usaha mereka menyelamatkan siswa yang terseret arus sungai Sempor.

Pertama Mbah Sudiro dan Darwanto alias Mas Kodir yang melakukan aksi penyelamatan siswa-siswi SMPN 1 Turi dalam kegiatan Susur Sungai Sempor, menerima penghargaan, Selasa (25/2/2020).

Penghargaan yang diberikan oleh pemerintah itu sebenarnya berat diterima oleh keduanya dengan alasan ada banyak warga lainnya yang turut membantu proses evakuasi.

Oleh sebab uang penghargaan yang ia terima akan dibagikan kepada warga yang ikut membantu.

"Sangat berat menerima, karena yang kerja bukan hanya saya tapi masyarakat semua. Kebetulan yang tercatat saya sama mas ini. Uang ini saya bagikan dan saya sumbangkan untuk membangun masjid," ungkap Sudiro.

Sementara Kodir mengaku tidak mengharapkan penghargaan ini. Ia mengaku menolong siswa yang hanyut karena peri kemanusiaan dan rasa tolong menolong.

"Ngga sanggup saya sebenarnya menerima ini. Niatnya kan karena kemanusiaan," ungkapnya. (Tribunnews)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar