Terkait Jiwasraya, Kejagung Kasih Sinyal Akan Periksa Grup Bakrie

Rabu, 26/02/2020 15:56 WIB
Jiwasraya (Okezone)

Jiwasraya (Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan akan memeriksa setiap pihak yang berkaitan dengan dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), termasuk salah satu konglomerasi keuangan terbesar di Tanah Air yang disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan Jiwasraya dalam bentuk saham.

Sebelumnya Kejagung menyatakan akan melakukan pemeriksaan terhadap Grup Mayapada lewat PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) terkait dengan proses penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya, kini Kejagung menyinggung Grup Bakrie.

"Sampai jadwal hari ini belum termonitor ada perusahaan di dalam Bakrie Group [diduga terlibat Jiwasraya]. Tapi mudah-mudahan ke depan kalau memang ada tadi [akan dipanggil]," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, Selasa malam (25/2/2020).

Dia mengatakan pihaknya akan melihat urgensi terlebih dahulu sebelum melakukan pemanggilan.

"Mungkin dilihat urgensinya dulu. Hari ini [Selasa] kita mengklarifikasi bank yang diduga ada keterkaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh beberapa saksi dan tersangka yang ada kaitannya dengan Jiwasraya," katanya.

"Seandainya ke depan ditemukan ada keterkaitan juga dengan perusahaan yg ada di dalam grup itu [Bakrie] ya nanti urgensinya penyidik yang akan menentukan apakah nanti akan dipanggil apa cukup dilakukan klarifikasi. Artinya yang diklarifikasi nantinya dipilah-pilih apakah nanti kapasitasnya menjadi saksi."

Dia menjelaskan data Jiwasraya yang disidik pada periode 2008-2018 memang belum ada indikasi grup tersebut.

"Belum ada [Grup Bakrie]. Tetapi kita tunggu lah bagaimana BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan audit. karena transaksi ini dalam lingkup kerjaan auditor. Kita tunggu temen-teman auditor pihak-pihak mana aja," tegas Febrie di Jakarta, Senin (24/2/2020).

"Kalau kita kan lihat alat buktinya, kalau itu ada [bukti keterlibatan] pasti kita periksa," katanya lagi. "Itu saja ukurannya, kalau dia belum dipanggil, berarti kan belum ada yang kita pegang clear bahwa di periode 2008-2018 dia termasuk pihak yang terlibat dalam investasi Jiwasraya."

Dia mengatakan jika nanti di persidangan dibuka, akan tampak siapa saja yang terlibat karena akan ketahuan nominee-nya. Nominee adalah rekening atas nama yang biasa dipakai untuk bertransaksi efek di pasar modal.

"Apalagi nanti kalau dibuka di persidangan, kan bisa dilihat siapa yang terlibat, nominee-nya siapa kan kebuka. Karena engga mungkin bisa ditutupi, transaksi sekian pasti jelas hasil auditor pihak-pihak mana saja yang ikut transaksi," katanya.

"Jangan berandai-andai, yang jelas kita lihat dari alat bukti. Kalau itu mengarah ke siapa orang yang terlibat pasti kita periksa, kita ambil keterangannya. Jadi kita tunggu, mudah2an pemberkasan selesai, auditor jg selesai cepat, kita ambil sikap dengan tahap satu berkas perkara."

Sebelumnya Febrie juga menegaskan pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap Mayapada terkait dengan rekening di bank milik taipan Dato` Sri Tahir itu.

"Pemeriksaan dia [Mayapada] bisa terkait dari pembuktian perkaranya, bisa di-crosscheck dengan aset. Kayak BT [Benny Tjokrosapuro, salah satu tersangka Jiwasraya], kan ada rekening di Mayapada, itu pasti diperiksa berapa nilai rekeningnya, bisnisnya kan gitu," katanya di Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Hingga saat ini, Kejagung melalui Jampidsus telah menetapkan enam tersangka dari kasus Jiwasraya. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo.

Lalu Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Kejagung mengungkapkan potensi kerugian negara dari kasus dugaan korupsi Jiwasraya bisa mencapai Rp 17 triliun dan besaran nilai sesungguhnya akan dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

"Ya dari 2008 yang kita sidik tuh 2008 sampai 2018, sehingga kerugiannya cukup besar. Perkiraan kemungkinan sekitar angka Rp 17 triliun, tapi real di hitungan BPK-lah. Akan berkembang terus nanti,"kataFebrie.
Lebih lanjut Febrie menjelaskan bahwa pengejaran aset para tersangka Jiwasraya masih akan terus dilakukan. Setidaknya sudah ada 10 negara yang akan menjadi lokasi perburuan aset para tersangka kasus ini.

"10 negara," sebut Febrie.

Namun sayangnya, itu masih dalam tahap rencana, karena sejauh ini tim pengejaran aset baru berkonsolidasi diantara beberapa institusi terkait dan juga negara yang dituju. Febrie menilai, upaya pengejaran aset di luar negeri memerlukan hubungan intensif dengan negara yang dituju, karena menyangkut hubungan antar negara.

"Di luar negeri masih pake jalur Direktorat Jendral pajak, Kementerian luar negeri. Tapi kan tidak semudah itu untuk di luar ada jalur diplomatiknya. Ada hubungan MLE [mutual legal assistance] yang kita hubungi," sebutnya. (cnbcindonesia)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar