Ngeri, Begini Cara Artidjo Usir Pengusaha yang Mau Menyuapnya

Selasa, 25/02/2020 18:29 WIB
Mantan hakim Agung yang kini jadi anggota Dewas KPK  Artidjo Alkostar (Kompastv)

Mantan hakim Agung yang kini jadi anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar (Kompastv)

Jakarta, law-justice.co - Artidjo Alkostar saat masih menjadi hakim, baik itu di pengadilan tingkat pertama hingga hakim Agung sangat terkenal dengan integritasnya yang tinggi. Dia sama sekali tak mau disuap dalam menangani perkara.

Lantas, pria yang kini sudah menjadi Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menceritakan pengalamannya yang hendak disuap seorang pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur. Artidjo Alkostar saat itu masih menjabat sebagai Hakim Agung.

Ia menuturkan pihak berperkara tersebut menemui dirinya dengan bantuan pegawai Mahkamah Agung (MA).

"Loh, apa ini? detik ini Anda keluar. Kalau tidak, kursi Anda saya terjang atau saya suruh tangkap," ujar Artidjo Alkostar saat memberikan pemaparan `Tujuh Delik Tindak Pidana Korupsi` di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Tidak berhenti di situ, Artidjo mengatakan pengusaha itu mencari jalan lain yakni dengan meminta rekening dan menyerahkan salinan cek.

Merespons ini, ia justru mengultimatum pengusaha tersebut supaya berhenti melakukan cara-cara kejahatan.

"Saya bilang dengan pedas, saya terhina dengan saudara itu. Jangan dilanjutkan lagi, kalau dilanjutkan urusannya menjadi lain," katanya.

Selain itu, Artidjo juga pernah berhadapan dengan rekannya yang menjadi kuasa hukum seorang terdakwa korupsi. Ia menyatakan perkara yang ditangani rekannya itu tidak asing di telinga masyarakat.

Hanya saja, ia tidak menyebut secara gamblang siapa terdakwa dan perkara yang dimaksud. Terdakwa itu, kata dia, meminta tolong kepada kuasa hukum agar bisa bertemu dengannya. Namun, Artidjo menolak karena paham akan kode etik profesi.

"Tidak bisa bertemu, lalu dia datang ke keponakan saya di Situbondo. Bilanglah ke pak Artidjo. Loh, tidak ada yang berani, enggak pernah ada orang yang berani berhubungan, takut semua sama pak Artidjo," tutur Artidjo.

Menurut pengakuan Artidjo, terdakwa itu bahkan sempat menyerahkan cek kosong yang bebas diisi dengan angka sesuka hati demi meringankan hukuman yang menjeratnya.

Lebih lanjut, Artidjo pun berujar pernah dihadapkan dengan pengacara yang ia segani. Berdasarkan cerita dia, pengacara itu meminta dirinya agar bertemu kliennya yang sedang terjerat proses hukum.

"Kalau sekarang mohon maaf tidak bisa. Salam takzim saja saya untuknya karena itu melanggar kode etik," ujarnya lagi.

Dalam agenda itu, Artidjo turut menyinggung penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Ia berpendapat bahwa terdapat perbedaan substansial dari kedua pasal tersebut. Dua pasal itu membuat perbedaan hukuman terhadap terdakwa.

"Pasal 2 dan 3. Pasal 2 itu memperkaya, setiap orang yang memperkaya diri sendiri dan korporasi yang merugikan negara, korupsi. Kalau pasal 3 menyalahgunakan wewenang, menguntungkan diri sendiri dan orang lain, itu korupsi," jelas Artidjo.

Artidjo sepakat bahwa korupsi di atas Rp 100 juta terbilang signifikan dan masuk kategori memperkaya diri sendiri. Atas dasar itu, penambahan hukuman bagi koruptor di tingkat kasasi memiliki alasan kuat.

"Itu sebenarnya pasalnya berbeda. Pasalnya. Hakim itu tidak boleh seenaknya sendiri, ini kok kurang berat lalu ditambah begitu, enggak bisa begitu. Itu pasalnya yang berbeda," katanya.

"Jadi, kalau Rp100 juta waktu itu, di MA kita kenakan pasal 2 minimal 4 tahun," imbuh Artidjo. (Tribunnews)

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar