Eep Saefulloh Fatah

Krisis Malaysia, Dendam Lama Mahathir vs Anwar Kembali Pecah

Selasa, 25/02/2020 13:47 WIB
Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad (Breakingnews.co.id)

Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad (Breakingnews.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Malaysia tengah didera dinamika politik yang sangat cepat saat ini. Pemberitaan tentang Malaysia sedang diharu-biru oleh pecahnya koalisi Pakatan Harapan dan kemungkinan terbentuknya pemerintahan baru, entah di bawah Perdana Menteri siapa.

Berikut catatan-catatan saya berbasis berita, informasi dan data yang berkembang hingga saat ini (Senin, 24/02/2020, pukul 16.45 petang):

(1) Malaysia mempraktekkan sistem parlementer yang digabungkan dengan sistem monarki yang di dalamnya terdapat peranan Yang Dipertuan Agong secara terbatas.

(2) Selepas Pilihan Raya (PR) ke-14 pada awal 2018 kemarin, Mahathir Muhammad menjadi PM karena koalisi pendukungnya, Pakatan Harapan (PH) -- yang terdiri dari PKR, DAP, PPBM, dan Amanah -- meraih kursi mayoritas dalam parlemen (116 dari 222 kursi yang diperebutkan).

(3) Di akhir 2017, sebelum PR-14, Pakatan Harapan menyepakati mengajukan Mahathir Muhammad sebagai calon PM dan Wan Azizah Wan Ismail sebagai calon Timbalan PM. Di kemudian hari, Mahathir mempublikasikan rencana koalisi ini secara lebih detail: membebaskan Anwar Ibrahim, serta Mahathir tak akan menyelesaikan masa jabatannya dan akan menyerahkan kekuasaan dan jabatan PM kepada Anwar Ibrahim -- berbagi masa jabatan sebelum PR-15.

(4) Krisis dalam sistem politik Malaysia saat ini terjadi karena Mahathir tidak menjalankan kesepakatan awal dalam PH dan tidak memenuhi janjinya sendiri untuk menyerahkan kekuasaan kepada Anwar Ibrahim.

(5) Jika ditelusuri lebih mendalam, krisis ini bermula dari terpecahnya PKR -- partai yang dipimpin Anwar Ibrahim -- menjadi dua faksi: Faksi Anwar dan Faksi Azmin Ali (Anggota parlemen yang ditunjuk Mahathir menjadi Menteri Urusan Ekonomi selepas PR-14). Dari 50 anggota parlemen dari PKR, ada 11 anggota parlemen yang menjadi bagian dari Faksi Azmin Ali. Hari ini, Senin, 24 Februari 2020, ke-11 orang ini telah menyatakan keluar dari PKR dan membentuk "Blok Bebas" dalam parlemen.

(6) Koalisi Pakatan Harapan saat ini juga pecah. Di satu sisi, Mahathir Muhammad didukung oleh partainya sendiri PPBM (26 kursi), 2-3 anggota parlemen dari Partai Amanah (dari total 11 kursi mereka). Selain itu, 11 (dari 50) anggota parlemen PKR (Faksi Azmin Ali) ikut mendukung Mahathir. Di sisi lain, Anwar Ibrahim didukung oleh 39 anggota parlemen dari PKR dan 8-9 anggota parlemen Partai Amanah. Sampai saat ini ditulis, DAP konon solid mendukung Anwar. Tetapi belum ada pernyataan terbuka pimpinan DAP tentang ini.

(7) Dukungan terhadap Mahathir juga datang dari partai lamanya, UMNO, dan koalisi Barisan Nasional. Menurut sejumlah sumber di Kuala Lumpur, 41 kursi Barisan Nasional solid mendukung Mahathir. PAS -- berkekuatan 18 kursi -- juga ada di belakang Mahathir. Barisan pendukung Mahathir pun diperkuat oleh Warisan dan UPKO (11 kursi), partai lokal Sabah dan 1 anggota parlemen Independen dari Sabah (4 kursi) serta 19 anggota parlemen dari partai lokal Sarawak.

(8) Dari paparan di atas, tergambar bahwa Mahathir berpotensi menggalang kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan Anwar Ibrahim.

Mahathir kemungkinan bisa menggalang dukungan dari sekitar 132 (59,5%) anggota parlemen -- jauh di atas mayoritas sederhana yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan. Rinciannya 26 kursi PPBM, 18 kursi PAS, 41 kursi Barisan Nasional, 11 kursi Warisan dan UPKO, 4 kursi dari partai lokal dan anggota parlemen Independen Sabah, 19 kursi partai lokal Sarawak, 11 kursi Blok Bebas di bawah Azmin Ali (yang keluar dari PKR) dan 2-3 kursi Amanah (yang juga membelot dari partainya dan koalisi Pakatan Harapan).

Sementara Anwar Ibrahim, sepertinya berpotensi menggalang maksimal 90 kursi dalam parlemen. Rinciannya adalah: 39 kursi PKR yang bersetia pada Anwar, 8-9 kursi Amanah, dan 42 kursi DAP.

(9) Bagaimana akhir dari krisis ini? Mari kita jadikan Konstitusi dan aturan-aturan dalam sistem politik Malaysia, sebagai acuan. Pertarungan politik ini akan dimenangkan oleh siapapun yang berhasil menggalang kekuatan dalam parlemen hingga tercapai mayoritas (dari total 222 anggota parlemen).

(10) Menurut pemberitaan, Mahathir sudah meletakkan jabatannya sebagai PM Malaysia. Tetapi, jika di dalam parlemen terbangun koalisi baru pendukung Mahathir yang memenuhi syarat mayoritas (lebih dari 111 kursi parlemen), maka Mahathir bisa kembali menjadi PM dengan membentuk pemerintahan baru berisi para anggota koalisinya yang baru.

(11) Sebaliknya, jika Anwar Ibrahim yang berhasil menggalang koalisi mayoritas dalam parlemen, maka Anwar Ibrahim bisa menjadi PM dan membentuk pemerintahan baru.

(12) Ditilik dari matematika sederhana yang berkembang saat ini, kemungkinan bagi Mahathir untuk kembali menjadi PM dan membangun pemerintahan baru berbasis koalisi baru, sepertinya sangat besar.

(13) Tetapi, politik tak pernah merupakan kerja matematika yang sederhana. Proses politik terpenting di Malaysia juga sebagian besar terjadi di bawah permukaan. Tak bisa kita lihat atau intip. Bisa saja Anwar Ibrahim berhasil memperbesar dukungannya dalam parlemen di tengah dinamika politik yang berlangsung sangat cepat hari-hari ini.

(14) Bukankah, politik adalah seni membuat yang mungkin jadi tak mungkin dan membuat yang tidak mungkin jadi mungkin? Jadi, apapun masih mungkin untuk terjadi. Waktulah yang akan jadi sang penjawab terbaik. Wallahu a`lam bish-shawab.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar