Berburu Nurhadi, Ternyata KPK Tak Berani Menangkapnya?

Selasa, 25/02/2020 13:15 WIB
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung atau MA, Nurhadi. (Legal Era Indonesia)

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung atau MA, Nurhadi. (Legal Era Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Saat ini ada dua buronan korupsi yang sedang dicari-cari keberadaannya oleh aparat yang berwenang menanganinya. Mereka adalah Harun Masiku dan Nurhadi Abdurrahman mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).

Polisi sudah menyebar surat Daftar Pencarian Orang (DPO) kepada keduanya. Khusus buronan yang kedua yaitu Nurhadi, dia menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka.

"Sama dengan tersangka N, Pak Nur ya, kita sebar ke-mana-mana untuk DPO-nya. Kalau nanti ada masyarakat lihat, personel lihat bisa langsung mengamankan," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Senin (24/2/2020).

Siapa sebenarnya buronan Nurhadi Abdurrahman yang telah di tetapkan tersangka oleh KPK? Bagaimana modus kejahatan yang dilakukannya? Mengapa baru sekarang Nurhadi menjadi buronan KPK? Kira kira dimana sekarang posisinya? Siapa dan apa ancaman bagi yang menyembunyikannya? 

Sosok Nurhadi yang Kontroversial
 
Jauh sebelum kasus suap menjeratnya, Nurhadi sudah sering diberitakan oleh media. Pemberitaan media berkisar pada kiprah kontroversialnya yang sering membuat orang geleng-geleng kepala terkait dengan gaya hidupnya.

Nurhadi sudah sejak lama diketahui kerap memamerkan kehidupan mewahnya. Salah satunya terjadi tak lama usai ia dilantik sebagai Sekretaris MA pada Desember 2011 lalu.

Ia menggelar syukuran dan mementaskan wayang kulit semalam suntuk pada September 2012 di Semarang.Dalam pementasan itu, Nurhadi diduga ikut memboyong tamu undangan khusus dari Jakarta.

Ia dikabarkan hingga memesan empat helikopter agar bisa mendatangkan mereka. Di tahun 2014, Nurhadi menggelar resepsi pernikahan putrinya secara megah. Tidak tanggung-tanggung, resepsi pernikahan puterinya itu digelar di Hotel Mulia dan menyebar sekitar 2.500 undangan.

Yang menjadi sorotan, Nurhadi turut menginapkan sebagian tamunya di hotel tersebut dan memberikan iPod shuffle sebagai souvenir. Ada yang menghitung biaya untuk menggelar resepsi mewah dengan souvenir iPod sudah menyedot biaya Rp1,75 miliar. Itu belum termasuk biaya untuk menginapkan para tamunya. 

Perkawinan super mewah anaknya memang banyak mengundang perhatian. Malah ada yang membanding-bandingkan pernihakannya dengan para konglomerat negeri ini di hotel yang sama tempat dia menikah itu menghabiskan dana sekitar Rp 10 miliar.
http://www.rmol.co/read/2014/03/26/148704/Koalisi-Peradilan-Desak-Bos-MA-Periksa-Nurhadi

Pada acara pernikahannya yang bagi-bagi iPod beberapa hakim yang patut diacungi jempol mengembalikan Ipod tersebut dan melaporkan hadiah itu ke KPK. KPK menerima laporan dari 250 orang menerima suvernir iPod dalam pernikahan anak Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.Mereka yang melaporkan suvernir itu sebagian besar berasal dari hakim.

"Yang lapor terima iPod ada 250 orang, terdiri dari 235 dari hakim," ujar Johan Budi melalui pesan singkat, Kamis (17/4/2014). Johan mengatakan, 15 laporan lainnya berasal dari Komisi Yudisial, Ombudsman RI, Kementerian Sosial, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, dan Kementerian Imigrasi. Hingga kini, KPK masih menunggu. http://nasional.kompas.com/read/2014/04/17/1430567/KPK.Terima.Laporan.Suvenir.iPod.dari.250.Orang

Pemberian souvenir iPod itu sempat membetot perhatian komisi antirasuah. Juru bicara KPK ketika itu, Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan iPod itu wajib dikembalikan oleh para hakim agung ke KPK.

Namun, Hakim Agung Gayus Lumbuun justru berpendapat sebaliknya. Menurut Gayus, iPod dibeli oleh menantu Nurhadi, Rezki Wibowo yang berprofesi sebagai pengusaha. Rezki kini turut dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga ikut membantu menjadi perantara pihak yang ingin menyuap Nurhadi.

Gayus menjelaskan iPod yang digunakan sebagai souvenir itu dibeli langsung dari Amerika Serikat seharga Rp480 ribu. Padahal, di pasaran Indonesia, perangkat pemutar musik itu dihargai sekitar Rp 700 ribuan.

"Dulu besannya Pak Nurhadi memang bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum, tapi itu sepuluh tahun lalu," kata dia.

Ia lalu menambahkan, souvenir iPod itu tak perlu dilaporkan ke KPK, karena penerimanya adalah para hakim agung dan harganya kurang dari Rp500 ribu. Pada akhirnya, iPod itu diambil oleh KPK setelah dilaporkan ke sana. 

Nurhadi diketahui memiliki perumahan mewah di daerah Kebayoran Baru Jakarta. Kepemilikan Nurhadi atas dua rumah mewah di daerah Kebayoran Baru itu  sempat menimbulkan tanda tanya. Sebab, harga rumah di Jalan Hang Lekir VIII nomor 2 itu, mencapai Rp 20 miliar per unitnya.

Namun, di tahun 2016 lalu, rumah itu disantroni penyidik komisi antirasuah. KPK sudah mencium adanya keterlibatan Nurhadi sebagai pihak yang mengatur perkara di MA. 

Dari penggeledahan yang dilakukan pada 30 April 2016 itu, tim penyidik menemukan duit senilai total Rp1,7 miliar dan dokumen berisi putusan Bank Danamon yang disobek. Penyidik ternyata menemukan bekas dokumen yang disobek itu di dalam toilet di kamar Nurhadi.

Semula, Nurhadi membantahnya. Namun, dalam persidangan yang digelar pada Januari 2019 lalu, ia akhirnya mengaku dokumen tersebut telah disobek oleh istri Nurhadi, Tin Zuraida.

"Saya luruskan, betul (dokumen) itu disobek," ujar Nurhadi ketika menjadi saksi dengan terdakwa Eddy Sindoro pada awal tahun di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. 

Bahkan, yang diduga dibuang oleh istri Nurhadi ke toilet tidak hanya dokumen, melainkan duit suap. Duit yang ditemukan di toilet itu terdiri dari berbagai mata uang asing yakni: a. US$ 37.603 atau sekitar Rp496 juta b. SGD 85.800 atau sekitar Rp837 juta c. 170 ribu Yen atau sekitar Rp20,244 juta d. 7.501 Riyal atau sekitar Rp26,433 juta e. EUR 1.335 atau sekitar Rp19,912 juta f. Rp354.300.000

Ternyata tidak hanya Nurhadi yang menjadi sorotan. Sang istri, Tin Zuraida juga sempat menjadi buah bibir. Hal itu lantaran saat penggeledahan rumahnya oleh penyidik KPK pada 2016 lalu, Tin sempat membuang duit yang diduga barang bukti kejahatan ke dalam toilet di kamarnya. 

Tin sempat bekerja di MA sebagai Kepala Pusat Pelatihan dan Pendidikan Hukum dan Peradilan. Namun, sejak namanya mencuat ketika dilakukan penggeledahan oleh KPK, ia berhenti bekerja di MA.

Belakangan diketahui, Tin bekerja sebagai staf ahli untuk Menpan RB, Asman Abnur. KPK pada tahun 2017 sempat menyoroti alasan Kemenpan RB mengangkat Tin. Sebab, rekam jejak Tin jelas diduga perbuatan suaminya.

Febri Diansyah yang ketika itu masih menjabat sebagai juru bicara mempertanyakan dasar pengangkatan Tin sebagai staf ahli Menpan RB. "Pengangkatan pejabat atau pegawai ASN (aparatur sipil negara) semestinya mencermati latar belakang pegawai tersebut," kata Febri dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu yang  lalu. 

Kompas adalah media yang pernah sangat intens memberitakan kasus Nurhadi dan kawan kawannya. Salah satu yang ditulis oleh Kompas adalah ketika Nurhadi melaporkan LHKPN, dengan lugas Kompas menulis, kalau  dia tidak mencantumkan bisnis burung walet dalam laporan harta kekayaannya.

Padahal di berita-berita Nurhadi selalu mengatakan hartanya berasal dari sarang burung walet.  Nurhadi mengaku punya usaha sarang burung walet. Dia mengaku telah merintis usaha burung walet ini sejak 1981, atau sebelum menjadi pegawai MA.

Dalam berita itu Nurhadi melaporkan harta kekayaannya pada 7 November 2012. Dalam laporan itu terlihat sumber harta kekayaan terbesar Nurhadi berasal dari harta bergerak yang nilainya Rp 11,28 miliar. Bukan hanya itu, Nurhadi memiliki harta tidak bergerak berupa 18 bidang lahan dan bangunan yang nilainya Rp 7,36 miliar.

Lahan itu tersebar di sejumlah wilayah seperti Bogor, Malang, Kudus, Kediri, Tulungagung, Mojokerto dan Jakarta.Nurhadi sang play maker Mahkamah Agung ini juga terkenal suka berbagi "kebaikan". Termasuk memberi uang kepada hakim.  http://nasional.tempo.co/read/news/2012/11/12/063441309/nurhadi-akui-sering-bantu-hakim-agung.

Makanya mereka yang  coba-coba mengganggu Nurhadi bakalan banyak hakim yang akan membelanya. Mulai dari Ipod sampai mejanya yang harganya 1 miliar pasti ada yang membela. Hakim yang berani kritis yang pernah sangat berani melawan Nurhadi yaitu Gayus Lumbun malah disuruh keluar dari MA.

Modus Kejahatannya 

Nurhadi merupakan tersangka suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada tahun 2011 hingga 2016. Dia bersama dua tersangka lainnya yakni Rezky Herbiyono selaku menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto, jadi buronan sejak 11 Februari 2020. 

Nurhadi diduga menerima suap Rp33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto melalui Rezky Herbiyono, untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.

Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji sembilan lembar cek dari Hiendra terkait Peninjauan Kembali di MA, namun ditarik kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014- Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali di MA, serta Permohonan Perwalian. 

Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Posisi Nurhadi memang hanya sebagai Sekretaris MA yang bisa dianggap sebagai posisi biasa-biasa saja. Tapi dengan posisi yang dianggap biasa itu, dia memainkan kartunya. Dilihat dari suatu kasus bagaimana proses persidangannnya, disitulah Nurhadi memainkan jurus jurusnya.

Seperti diketahui, di Mahkamah Agung seorang  hakim itu tidak memilih perkara yang ditanganinya. Perkara itu ada yang memilah-milah dan mendistribusikannya. Istilah di sepak bola adalah play maker.

Hakim adalah eksekutor atau striker. Gol atau tidaknya tergantung pada kerja sama antara playmaker dan striker.Kalau umpan dari playmaker bagus, tentu striker tinggal melancarkan eksekusinya karena semua sudah disiapkan dari playmaker.

Soal gol berapa banyak tergantung si playmaker meramunya. Striker tidak bisa bikin gol kalau tidak mendapat umpan dari play makernya. Di Mahkamah Agung, Nurhadi ini yang memiliah kasus si x ditangani oleh hakim x. Apakah pola pemilihan hakim dikocok seperti arisan? tentu saja tidak.

Sudah ada yang mengatur berkas-berkas kasus mau ke mana ditangani oleh hakim yang mana. Kekuasaan Nurhadi sangat powerfull, tidak hanya bisa mengatur pemindahan ruangan hakim, atau tiket pesawat, atau bahkan acara perpisahan hakim yang disponsori olehnya.

Dia juga bisa mengatur kasus yang sampai ke MA. Bila anda kebetulan bekerja dikantor MA, maka pola ini katanya sudah seperti rahasia umum saja. Nurhadi dan dua orang lainnya juga pernah menggugat KPK melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Mereka mempersoalkan status tersangka yang disematkan KPK. Hasilnya, hakim menolak praperadilan tersebut dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK adalah sah. Ketiganya tak menyerah, mereka kembali mengajukan praperadilan. Petitumnya sama tapi lebih mendetil lagi, yakni mempermasalahkan penetapan tersangka pada penerbitan SPDP dari KPK.

Sudah Diingatkan

Nurhadi, Rezky, dan Hiendra ditetapkan menjadi DPO KPK pada 11 Februari 2020 lalu, setelah 3 kali mangkir sebagai saksi dan 2 kali sebagai tersangka pada 9 dan 27 Januari lalu. Ketiganya sempat memohon praperadilan di PN Jakarta Selatan.

Yang disoalkan adalah mengenai status tersangka yang dianggap tak sah. Namun, majelis hakim tunggal menolak praperadilan itu dan status tersangka untuk trio tersangka mafia peradilan itu tetap sah. 

Sebelum dinyatakan sebagai buronan, jauh jauh hari sebenarnya sudah ada peringatan mengenai potensi ketiga tersangka melarikan diri untuk menghilangkan jejak kejahatannya. Adalah Pendiri Lokataru Foundation Haris Azhar yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) segera menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurahman cs yang diduga terjerat kasus dugaan suap. 

Menurut Haris, penangkapan itu perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum. "Kami mendesak KPK untuk segera melakukan upaya hukum berupa penangkapan kepada para tersangka dan mengambil tindakan tegas sesuai dengan hukum yang berlaku demi terciptanya kepastian hukum," kata Haris dalam keterangan tertulisnya pada Kompas.com, Minggu (19/1/2020).

Haris menilai, segala kelemahan yang ada di KPK mempermudah Nurhadi dan dua tersangka lainnya yakni Rezky Herbiono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soejonto untuk melarikan diri. Dia juga mempertanyakan bagian penindakan di KPK yang terkesan "bermain-main" dengan tersangka.

"Plus, kami mempertanyakan bagian penindakan KPK yang terkesan sengaja tidak bekerja dan bermain mata dengan tersangka," ujar dia. Aktivis HAM ini pun khawatir ada permainan yang lebih besar dalam kasus tersebut. Karena itu, Haris meminta KPK segera mengamankan para tersangka.

"Kami khawatir, hal ini adalah permainan dari tangan-tangan untouchable dan tidak terlihat, di mana KPK sengaja tidak bertindak dan Nurhadi cs bebas lewat keputusan praperadilan," ucap dia.

Adapun Nurhadi Abdurachman mengajukan praperadilan terkait proses hukumnya di KPK ke PN Jakarta Selatan.  Nurhadi cs melawan lembaga antirasuah berkaitan dengan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016. 

KPK tiga kali memanggil Nurhadi untuk diperiksa terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA. Pemanggilan pertama Kamis (20/12/2019), pemanggilan kedua pada Jumat (3/1/2020), dan pemanggilan ketiga (7/1/2020). Dari sederet pemanggilan itu, tidak ada satu pun yang dihadiri Nurhadi.

Akhirnya kekhawatiran dari Pendiri Lokataru Foundation Haris Azhar terbukti karena setelah tiga kali dipanggil, Nurhadi cs tidak mau nongol juga sampai akhirnya ia dinyatakan buron dan harus dicari keberadaannya.

Dimana Nurhadi Cs?

Mendapatkan tekanan agar KPK segera menangkap buronannya, rupanya tidak lantas membuat KPK sigap meresponsnya. KPK masih saja merasa kesulitan dalam mencari keberadaan buronannya.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK sulit melacak keberadaan Nurhadi dan Harun karena keduanya diduga sudah tidak menggunakan telepon genggam lagi. "Jika seseorang menggunakan HP itu sangat mudah sekali atau menggunakan media sosial aktif mudah sekali, faktanya kan tidak seperti itu," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (19/2/2020). 

Ali menuturkan, KPK tetap berusaha mencari dua buronan tersebut dan terus menyerap informasi mengenai lokasi keduanya yang disampaikan masyarakat. Ia mengatakan, penyidik juga akan menelusuri informasi dari Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar yang menyebut Nurhadi berada di sebuah apartemen mewah di Jakarta.

"Pasti, penyidik pasti menelusuri itu bahkan tidak hanya satu empat, tiga bahkan lebih dari tiga tempat. Kalau info yang di Jakarta, itu hanya salah satunya," kata Ali.

Meski demikian, Ali enggan mengungkap daerah mana saja yang sudah disambangi dalam upaya mencari Harun dan Nurhadi. "Memang sampai malam hari ini belum mendapatkan atau belum bisa menangkap dari para tersangka, namun terus kami melakukan pemantauan kepada para tersangka," kata Ali. 

Sebenarnya titik terang dimana Nurhadi berada sudah mulai terkuak. Keberadaan Nurhadi di duga masih berada di sekitar Jakarta, alias tidak kemana mana. Bahkan ada yang memergoki Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi ada di sebuah apartemen mewah SCBD, dimana hal ini dikuatkan oleh aktivis Haris Azhar.

Ia bahkan menyebutkan Mantan Sekretaris Mahkamah Agung itu selama ini tidak sembunyi. Dia tinggal di apartemen tempat tinggalnya di Jakarta Selatan. Haris pun menduga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sungguh-sungguh memburu buronan koruptor itu.

”Nurhadi tidak sembunyi. Dia ada di tempat tinggalnya. Ini cuma akal-akalan aja di DPO (daftar pencarian orang),” ujar Haris Azhar kepada media, di Jakarta, Rabu (19/2).

Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menyebut buron KPK Nurhadi mendapatkan pengawalan superketat, bahkan golden premium. Menurut Haris, KPK harusnya sudah bisa menangkap Nurhadi karena ada di Jakarta.

Namun, KPK tidak bisa menangkap Nurhadi karena ada sejumlah pasukan yang mengawal Nurhadi ke mana-mana. Haris mengaku mendengarkan bisik-bisik informasi keberadaan Nurhadi. Dia pun meyakini KPK pasti sudah mendengar informasi itu tapi tidak berani menangkapnya.

“KPK kok jadi kayak penakut gini, enggak berani ambil orang tersebut dan itu kan akhirnya menjadikan pengungkapan kasus ini jadi kayak terbengkalai," kata Haris. 

Haris melanjutkan, sikap KPK yang tak berani menindak tersangka kasus korupsi mengindikasikan adanya modus baru, yakni menetapkan tersangka sebagai DPO namun tak kunjung menangkapnya. "Kayaknya ada modus baru, orang dituduh korupsi yang ditersangkakan sebagai koruptor itu dengan enak-enaknya atau gampangnya mereka menjadi DPO, tapi juga nggak dicari sama KPK," ujar Haris. 

Kendati demikian, Haris mengharapkan agar KPK segera menangkap Nurhadi. Hal ini agar kasus yang menjerat Nurhadi beserta dua tersangka lainnya segera naik ke persidangan.“Jadi bukan hanya ditetapkan DPO lalu nggak ditangkap, tetapi juga membiarkan ada warga negara yang dituduh melakukan tindak kriminal tapi tutup mata, kalau orang itu malah disuruh dilindungin,” sesal Haris.

Sebagai masyarakat awam tentu pernyataan Haris Azhar itu tidak boleh dianggap sebagai pernyataan biasa biasa saja. Tetapi harus ada konsekuensi hukumnya. Karena kalau ternyata Haris berbohong tentunya ia bisa diproses hukum sebagai penyebar berita bohong tetapi kalau pernyataan itu dianggap sebagai angin lalu oleh pihak berwenang maka public akan menilai bahwa pernyataan Haris benar adanya.

Sepertinya pernyataan Haris Azhar memang ada benarnya, terbukti pihak terkait tidak segera menindaklanjutinya karena mungkin kalau direspons bisa tambah ramai dan akan terkuak belangnya. Inikah yang menyebabkan pihak yang berwenang memilih opsi untuk pura pura budek saja?

Sanksi Pidana

Polri menyebut pihak yang terbukti menyembunyikan eks Sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dapat diseret ke ranah hukum.“Ada pasalnya, pasal 221 KHUP mengatur keikutsertaan menyembunyikan pelaku pidana,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020).

Dalam pasal 221 ayat (1) KUHP  mengatur pihak yang menyembunyikan orang yang terlibat dalam hukum, dan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.Pihak KPK pun mengancam bakal memidanakan orang yang menyembunyikan Nurhadi.

"Kami ingatkan ke semua pihak, sembunyikan orang yang kami cari dengan sengaja tentunya itu dilarang oleh ketentuan UU bahwa yang merintangi penyidikan diancam UU dengan pasal 21 UU Tipikor," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Kantor KPK, Jakarta, Senin (17/2/2020) malam.

KPK juga meminta pengacara Maqdir Ismail untuk melaporkan keberadaan Nurhadi. Saat sidang praperadilan, Maqdir menyebut kliennya berada di Jakarta.

Meskipun sudah ada ancaman pidananya, lalu tempat persembunyian Nurhadi juga sudah diketahui posisinya namun KPK ternyata tidak berani menangkapnya. Kalau memang demikian keadaannya seperti di ungkapkan oleh Haris Azhar lalu harus menggantungkan kepada siapa masyarakat agar pemberantasan korupsi dilakukan secara sungguh sungguh, tidak bersandiwara?.

Akhirnya bisa disimpulkan bahwa sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang sekarang menjadi Keuangan Yang Maha Kuasa, ada benarnya juga. Contohnya seperti Nurhadi ini yang bisa bebas melenggang karena aparat diduga takut menangkapnya.

Mereka takut menangkap bisa jadi karena sudah terlalu banyak termakan jasa. Sebab seperti telah disinggung di muka, Nurhadi sebagai sang play maker Mahkamah Agung selama ini dikenal sebagai sosok yang  suka berbagi "kebaikan" termasuk memberi uang kepada hakim.

Selain uang juga berupa barang dari Ipod sampai meja kerja yang harganya 1 miliar. Makanya kalau Nurhadi terjerat kasus suap kemudian banyak yang  melindungi dan membelanya kiranya wajar wajar saja.

Jadi kalau Masiku di duga disembunyikan oleh partai penguasa karena elite partai terlibat didalamnya maka dalam kasus Nurhadi, pihak pihak yang termakan jasa baiknya itulah sepertinya yang berupaya menyembunyikannya. Ingat sekali lagi, keuangan adalah yang maha kuasa sehingga bisa saja dengan sisa sisa uang hasil jarahannya Nurhadi berusaha untuk menghilangkan jejaknya. 

 

 

(Ali Mustofa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar