Lawan Rusia, Turki Minta AS Perangi Suriah?

Jum'at, 21/02/2020 21:02 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki Tayyip Erdogan (politico.com)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki Tayyip Erdogan (politico.com)

Jakarta, law-justice.co - Konflik antara Turki dengan Suriah semakin memanas. Keterlibatan Rusia menjadi salah satu faktor konflik tersebut terus berkecamuk di wilayah Barat Laut negeri itu. Khusus daerah Idlib, perang makin kompleks dengan melibatkan banyak pihak.

Bukan cuma Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan milisi anti pemerintahannya, tapi juga dengan Rusia dan Turki. Dalam perang ini, Rusia berada satu haluan dengan Assad sedangkan Turki, berada di belakang kelompok anti Assad.

Rusia mengklaim masuk ke perang ini karena diminta pemerintah resmi Assad memerangi pemberontak. Sementara Turki melalui Presidennya Erdogan menyerang Suriah dengan alibi rezim Assad sudah bertindak kejam di perbatasan.

Meski Turki kerap kali mengatakan tidak mau berkonfrontasi dengan Rusia, tapi nyatanya Ankara dan Moskow terseret dalam perang yang terjadi. Bahkan pemerintah Turki beberapa kali mengatakan pasukannya tewas dalam serangan Suriah yang didukung militer Rusia.

Amerika Serikat, sebagai sekutu Turki di NATO, pun berkomentar terkait ini. Bahkan Presiden AS Donald Trump mengaku akan memberi bantuan ke Turki untuk perang yang tengah terjadi.

Meski belum berkomentar banyak soal ini, Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Ankar, mengatakan tak menutup kemungkinan negerinya menerima rudal pertahanan AS, terutama untuk melindungi pasukan Turki.

"Kami tidak memiliki niat untuk berhadapan dengan Rusia," katanya saat diwawancarai CNN Turk, sebagaimana dikutip AFP, Jumat (21/2/2020).

"(Namun) ada ancaman serangan udara, rudal, ke negeri kita (Turki) ... Mungkin (Turki) akan didukung Patriot (rudal buatan AS)."

Ia mengatakan pembelian Patriot untuk menopang militer Turki mungkin saja dilakukan. Meski, negeri itu mendapat kecaman dari AS, karena sebelumnya sempat membeli sistem pertahanan Rusia S-400.

"Kami adalah mitra dalam program ini," katanya lagi merujuk program jet tempur lain AS F-35, di mana Turki pernah di dalamnya sebelum akhirnya dikeluarkan karena membeli senjata Rusia.

Sebagaimana dilansir dari missilethreat.csis.org, Patriot adalah sistem pertahanan udara dan rudal utama angkatan darat AS. Ia dipakai dalam Perang Teluk tahun 1991 lalu.

Kegunaan awalnya adalah untuk menangkal pesawat perang. Rudal Patriot diklaim mampu menangkis rudal balistik taktis dan ancaman udara seperti pesawat dan rudal jelajah.

Krisis Suriah sudah berlangsung sejak 2011 lalu. Meski di 2018, gencatan senjata sudah dilakukan, namun Desember lalu bentrokan kembali pecah.

Makin agresifnya tentara Suriah dan Rusia di sejumlah markas pemberontak membuat serangan ke tentara Turki tak terelakkan. Alhasil balas membalas serangan dilakukan masing-masing kubu.

PBB menyatakan perang membuat 900 ribu warga mengungsi. Bahkan krisis ini disebut paling mengerikan di dunia saat ini.

Selain itu, menurut pihak berwenang Suriah, sektor minyak dan gas sejak 2011 kehilangan sekitar US$ 74 miliar (Rp 1,014 triliun). Lebih lanjut PBB memperkirakan biaya kerusakan keseluruhan hampir US$ 400 miliar (Rp 5,482 triliun). (cnbcindonesia)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar