Hentikan 36 Kasus Korupsi Buat Masyarakat Pesimis dengan KPK

Jum'at, 21/02/2020 16:24 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri saat sedang masak nasi goreng (Kompas)

Ketua KPK Firli Bahuri saat sedang masak nasi goreng (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Rasa pesimis masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemebrantasan Korupsi (KPK) sudah mulai muncul saat proses seleksi pimpinan KPK dimulai. Berawal dari anggota Pansel terpilih lalu berlanjut kepada sejumlah calon pimpinan yang diloloskan ke DPR hingga ditetapkannya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK oleh Komisi III DPR.

Kini rasa pesimis dengan kinerja KPK mulai menguat menyusul dihentikannya 36 kasus korupsi di tingkat penyelidikan. karena itu, LSM Antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keras atas langkah KPK tersebut.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, fenomena penghentian 36 perkara di tingkat penyelidikan itu sudah diprediksi sebelumnya akan terjadi ketika Firli Bahuri dan empat orang lainnya dilantik menjadi Pimpinan KPK. "Hal tersebut pun terbukti dari beredarnya pernyataan resmi KPK," ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/2/2020) katanya seperti dikutip dari wartaekonomi.

Dia mengatakan, kondisi KPK saat ini telah membuat masyarakat pesimis dengan kinerja pimpinan KPK. Apalagi, kata dia, hal tersebut terbukti dari survei yang diluncurkan oleh Alvara Research Center pada 12 Februari 2020.

Dalam survei itu, kepuasan publik terhadap KPK disebut terjun bebas dari peringkat kedua di tahun 2019 menjadi peringkat kelima. Dia menilai proses penghentian perkara di ranah penyelidikan mestinya melalui gelar perkara yang melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum.

"Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kasus yang dihentikan oleh KPK diduga berkaitan dengan korupsi yang melibatkan aktor penting seperti kepala daerah, aparat penegak hukum, dan anggota legislatif. "Jangan sampai Pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara," ucapnya.

Apalagi, lanjut dia, Ketua KPK Firli Bahuri merupakan polisi aktif sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan pada saat menghentikan kasus tersebut, terutama yang diduga melibatkan unsur penegak hukum. Dia membeberkan, jika data yang dimiliki oleh KPK menyatakan bahwa sejak tahun 2016 telah ada 162 kasus yang dihentikan, artinya rata-rata kasus yang dihentikan setiap bulannya berkisar 2 kasus.

"Tapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per bulannya. Sementara jika dibandingkan dengan kinerja penindakan, belum ada satupun kasus yang disidik di era pimpinan saat ini," imbuhnya.

Sebab, kata dia, kasus OTT Bupati Sidoarjo dan juga OTT salah satu Komisioner KPU Wahyu Setiawan bukan merupakan hasil Pimpinan KPK saat ini. "Dengan banyaknya jumlah perkara yang dihentikan oleh KPK pada proses penyelidikan, hal ini menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya," tutupnya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar