Buronan KPK Disebut Haris Tinggal di Apartemen Mewah & Dijaga Ketat

Selasa, 18/02/2020 16:33 WIB
Bekas Sekretaris MA, Nurhadi  yang kini jadi buronan KPK (foto: senayanpost.com)

Bekas Sekretaris MA, Nurhadi yang kini jadi buronan KPK (foto: senayanpost.com)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memasukan nama bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan. Dan hingga kini disebut KPK belum diketahui keberadaanya.

Namun, Direktur Lokataru Haris Azhar mengatakan bahwa Nurhadi berada di sebuah apartemen mewah yang ada di Jakarta. Hal itu disampaikannya saat mendampingi saksi, Paulus Welly Afandy, untuk diperiksa penyidik KPK dalam kasus yang menjerat Nurhadi. Haris adalah pengacara dari salah satu saksi kunci dalam kasus ini.

"Kalau informasi yang saya coba kumpulkan, maksudnya bukan informasi yang resmi dikeluarkan KPK ya, KPK sendiri tahu bahwa Nurhadi dan menantunya (Riezky Herbiono) itu ada di mana. Di tempat tinggalnya di salah satu apartemen mewah di Jakarta," ungkap Haris di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Kata Haris lagi, di apartemen tersebut Nurhadi dan Riezky mendapat perlindungan super ketat. Hal itu, imbuhnya, yang membuat KPK tidak berani menciduk Nurhadi dan Riezky yang sudah menjadi buronan.

"KPK enggak berani datang untuk ngambil Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya," ungkapnya.

"Artinya apartemen itu enggak gampang diakses oleh publik, lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh apa namanya pasukan yang sangat luar biasa itu," sambung Haris.

KPK telah menetapkan Nurhadi dan Riezky sebagai DPO dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016. Selain mereka berdua, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto juga masuk dalam daftar tersebut.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan bakal menempuh jalur hukum jika ada pihak yang coba-coba menyembunyikan Nurhadi Cs.

"Kalau ada pihak yang menyembunyikan kami akan ambil langkah hukum," tegas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dimintai konfirmasi, Senin (17/2/2020).

Langkah hukum yang dimaksud ialah tindakan tegas sesuai hukum terhadap pihak-pihak yang tidak kooperatif ataupun jika ada pihak-pihak yang melakukan perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum sebagaimana diatur di Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan eks Sekretaris MA Nurhadi; menantu Nurhadi, Riezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. KPK belum melakukan penahanan terhadap ketiganya.

Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.


Dalam kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA. Pertama, melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero).

Kemudian, terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT dengan menerima Rp33,1 miliar.

Adapun terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.

Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam perjalanan kasus ini, KPK kemudian memasukkan tiga tersangka dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Status DPO itu diberikan karena sebelumnya tiga tersangka itu mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka sebanyak dua kali. (Tribunnews)

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar