Kekejaman Rezim Suriah Berlanjut, Trump Minta Dukungan Rusia Berhenti

Senin, 17/02/2020 20:58 WIB
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki Tayyip Erdogan (politico.com)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki Tayyip Erdogan (politico.com)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta pemerintah Rusia untuk berhenti mendukung rezim Suriah yang terus menampilkan kekejaman. Hal itu disampaikan Trump saat bercakap via telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, membahas isu konflik Suriah.

Seperti dilansir AFP, Senin (17/2/2020), Gedung Putih dalam pernyataannya menyebut Trump juga menyatakan kekhawatiran AS terhadap aksi kekerasan yang terus berlangsung di wilayah Idlib, Suriah. Percakapan telepon antara Trump dan Erdogan itu dilakukan pada Sabtu (15/2) waktu setempat.

"Trump menyampaikan kekhawatiran atas kekerasan di Idlib, Suriah dan... menyampaikan keinginan Amerika Serikat untuk melihat berakhirnya dukungan Rusia untuk kekejaman rezim (Bashar al) Assad," demikian pernyataan Gedung Putih.

Dengan didukung kekuatan udara militer Rusia, rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad berhasil merebut sejumlah desa dan kota kecil di sekitar Aleppo sejak tahun 2012. Rezim Assad juga terus menggempur posisi kelompok pemberontak di Provinsi Idlib dan Latakia.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyatakan bahwa serangan militer rezim Suriah yang didukung militer Rusia telah memicu gelombang pengungsi terbesar dengan 800 ribu orang melarikan diri dari rumah mereka sejak Desember tahun lalu.

Rezim Assad, dengan didukung Rusia, Iran dan Hizbullah, kini dilaporkan menguasai lebih dari 70 persen wilayah Suriah. Presiden Assad telah berulang kali menyatakan sumpah untuk merebut seluruh wilayah Suriah dari para pemberontak dan militan.

Seruan serupa untuk Rusia juga disampaikan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu. Hal ini disampaikan Cavusoglu setelah bertemu Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.

"Saya menekankan bahwa serangan-serangan di Idlib harus berhenti dan diperlukan sebuah gencatan senjata yang bertahan lama yang tidak akan dilanggar," tegas Cavusoglu kepada wartawan usai menghadiri Munich Security Conference.

Diketahui bahwa Turki dan Rusia, yang merupakan sekutu Suriah, bermitra untuk konflik Suriah meskipun kedua negara berada di pihak yang bermusuhan. Turki memiliki 12 pos pemantauan di Idlib sebagai bagian dari kesepakatan antara Turki dan Rusia untuk mencegah rezim ofensif tahun 2018 lalu. Namun pasukan rezim Suriah terus melanjutkan gempuran udaranya. Empat pos milik Turki diyakini kini ikut dikepung pasukan rezim Suriah.

Turki mengancam akan menyerah Suriah jika mereka tidak mundur dari pengepungan hingga akhir Februari ini. (detikcom)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar