Ali Mustofa

Corona Merajalela, Tapi Kenapa Enggan Hinggap Di Indonesia?

Kamis, 13/02/2020 12:17 WIB
Ilustrasi Virus Corona. (minews.id)

Ilustrasi Virus Corona. (minews.id)

Jakarta, law-justice.co - Sejak akhir Desember 2019 lalu, negara-negara di dunia tengah dihebohkan dengan penemuan virus corona. Sebagaimaan diketahui, penyebaran virus corona pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, China.

Perlahan, virus corona itu menyebar ke sejumlah negara, termasuk di Asia Tenggara. Negara Asia Tenggara yang melaporkan penemuan pasien korban virus corona di antaranya Thailand, Malaysia dan Singapura.

Selain Thailand, Singapura dan Malaysia, negara yang melaporkan kasus virus corona terus bertambah jumlanya. totalnya sudah mencapai 21 negara. Selain China, negara yang sudah menyatakan kasus virus ini adalah Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Vietnam, Kamboja, Australia, Sri Lanka, Amerika Serikat, Nepal, Uni Emirat Arab, Jerman, Perancis, hingga Finlandia. Lantaran hal ini, Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) telah menyatakan status darurat global terkait penyebaran virus corona atau coronavirus di luar China. 

Apa itu virus Corona ?, Benahkah tidak terdeteksinya virus corona tersebut karena tidak ada peralatan yang memadai di Indonesia ?, mengapa virus corona enggan untuk hinggap di Indonesia ?

Apa itu Virus Corona ?

Bentuk virus yang masih bersaudara dengan penyebab SARS dan MERS ini persis mahkota. Bentuk mahkota ditandai protein S berupa sepatu yang tersebar di sekeliling permukaan virus.Dikutip dari situs LIPI, virus Corona memiliki satu rantai RNA sehingga kerap disebut virus RNA. Virus jenis ini bermutasi lebih cepat dibanding DNA hingga satu juta kali.

Virus Corona Paramyxovirus sempat muncul dalam mesin pencarian Google. Keduanya adalah virus yang berbeda meski sama-sama bisa menginfeksi manusia dari hewan. Penyakit yang disebabkan Paramyxovirus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Newcastle disease, dan parainfluenza.

Dikutip dari situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kasus infeksi virus Corona yang dilaporkan ada yang menunjukkan gejala dan tidak. Untuk kasus Coronavirus yang dilaporkan gejalanya adalah:demam, batuk dan napas pendek.

Menurut CDC, gejala virus Corona mungkin sudah terlihat mulai 2-14 hari. Perkiraan ini dibuat berdasarkan masa inkubasi virus Corona dalam kasus MERS. Namun berbeda dalam kasus MERS, infeksi 2019-nCoV bisa menyebar dari pasien yang tidak menunjukkan gejala namun sempat berkomunikasi dekat dengan orang lain.

Hingga saat ini riset masih terus dilakukan terkait virus Corona 2019-nCoV dan penanganan terbaik untuk korban. yang diketahui hingga saat ini, Coronavirus adalah keluarga besar virus yang banyak ditemukan di beberapa binatang misal unta, kucing, dan hewan ternak. Dalam beberapa kasus, virus Corona menginfeksi manusia dan menyebar seperti pada kasus MERS, SARS, dan 2019-nCoV.

Virus Corona menyerang siapa? Dikutip dari The Guardian, korban yang meninggal karena Coronavirus umumnya sudah tua dan sudah memiliki masalah kesehatan sebelumnya. Mereka memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga mudah terinfeksi virus Corona 2019-nCoV. Namun pemerintah China punya lima kasus kematian akibat virus Corona yang usianya kurang dari 60 tahun, yaitu 36, 50, 53, 55, dan 58 tahun.

WHO menyatakan virus dapat menyebar dari kontak manusia dengan hewan dan manusia dengan manusia. Hingga saat ini belum diketahui hewan apa yang menyebarkan virus tersebut. Dugaan sementara mengarah pada ular dan kelelawar.Khusus kelelawar, kebiasaan orang China untuk mengonsumsi sup kelelawar dituding menjadi biang kerok penyebaran virus corona ini.

Penyebaran dari manusia ke manusia terjadi ketika berhubungan dengan sekresi orang yang terinfeksi seperti cairan batuk. Batuk, bersin, berjabat tangan juga dapat menjadi media penularan tergantung seberapa kuat virus corona tersebut.

Virus ini juga dapat ditularkan dengan menyentuh sesuatu yang telah disentuh orang yang terinfeksi lalu menyentuh mulut, hidung, atau mata. CDC juga menyebut perawat juga bisa terpapar saat menangani kotoran atau benda-benda pasien.

Karena itu, sangat penting melakukan usaha preventif untuk melindungi diri dan infeksi virus. Usaha preventif harus dilakukan dari berbagai lapisan usia, meski punya daya tahan tubuh yang baik.

Wuhan, China, menjadi lokasi awal ditemukannya kasus virus Corona 2019-nCoV dan terus menyebar di antara penduduknya. Dikutip dari CNN, virus Corona menyebabkan 300 kematian dan 14.300 kasus telah terkonfirmasi di seluruh China.

Beberapa wilayah menyesalkan lambatnya reaksi pemerintah dalam menangani, memberi penjelasan, dan mencegah kasus seperti yang terjadi di Hong Kong. Dikutip dari situs National Public Radio, virus Corona Hong Kong menyebabkan tenaga kesehatan memprotes bila pemerintah tak juga menutup pintu perbatasan dengan China. Para suster mengancam akan walkout dari fasilitas kesehatan akibat aksi minim dari pemerintah setempat.

Perkembangan lain terkait virus Corona Jepang kini telah menjadi 20 kasus. Dikutip dari Japan Times, Perdana Menteri Shinzo Abe telah memerintahkan penanganan lebih lanjut untuk mencegah, menangani, dan memulangkan warganya dari Wuhan, China. Untuk virus Corona Batam, Indonesia hingga saat ini belum ada kasus yang terkonfirmasi.

Dilansir dari situs resmi WHO, Virus corona merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti MERS dan SARS.Berdasarkan informasi resmi di cdc.gov, virus corona biasa ditemukan pada banyak spesies hewan seperti unta dan kelelawar.

Hingga saat ini tak ada pengobatan khusus untuk menangani virus corona. Tapi, penelitian masih terus dilakukan.Sebagian besar gejala akan hilang dengan sendirinya. Para ahli menyarankan untuk mencari perawatan lebih awal. Jika gejala memburuk segera kunjungi dokter.Sejumlah obat dapat menghilangkan gejala. Pelembap ruangan dan mandi air hangat, minum banyak cairan. dan istirahat sebanyak mungkin juga dapat membantu mengurangi gejala.

Lantas mengapa seluruh pemberitaan menggambarkan kalau virus Corona Cina ini begitu menakutkan?.Jawabannya karena ini adalah tipe virus yang baru. Kita belum memiliki data terkait sumber pastinya, perilakunya, hingga dampak langsung yang bisa ia timbulkan kepada tubuh kita. Data yang baru kita miliki sekarang adalah dugaan kuat bahwa virus n-CoV bisa meningkatkan faktor risiko penyakit yang sudah diderita oleh si pengidap seperti kanker hati dan pneumonia.

Virus Corona tipe baru ini tentu juga belum ditemukan vaksinnya. Sebagai gambaran, dalam kasus SARS dulu, setidaknya dibutuhkan waktu hingga 20 bulan untuk bisa menghasilkan vaksin yang siap diuji secara klinis.

Alat Deteksi Virus Corona

Banyak yang terkejut dari 270 juta penduduk Indonesia tak ada yang dilaporkan terinfeksi Virus Corona. Padahal negara tetangga dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit, sudah melaporkan keberadaan warganya yang terinfeksi virus berbahaya tersebut.

Ternyata alasannya negara besar ini belum memiliki alat yang mampu mendeteksi orang yang terkena virus Corona. Kondisi ini mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan.

Pasalnya, dampak dan bahaya yang ditimbulkan dari virus yang bisa mematikan ini. Tapi benarkah virus corona tidak terdeteksi karena peralatan pendeteksinya tidak ada ?

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan Indonesia sudah memiliki alat pendeteksi virus Corona. Pendeteksi virus Corona ini disebut alat yang sama dipakai untuk mendeteksi virus Corona di Wuhan, China.

"Indonesia sudah punya alat untuk mendeteksi atas virus Corona. Tadi ada dari profesor menyampaikan informasi tentang kemampuan Indonesia untuk melakukan deteksi atas terjadinya sesuatu tentang Corona ini," Kata Moeldoko di Gedung Binagraha, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020).

Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi EIJKMAN Risetdikti, Prof Amin Soebandrio, membenarkan alat pendeteksi virus Corona di RI. Dia menjelaskan bahwa terdapat dua jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi virus Corona."Alat yang dipakai untuk mendeteksi ini ada 2 jenis, 1 PCR satu lagi kalau diperlukan untuk konfirmasi dengan menggunakan alat sequencing," jelasnya.

Amin menuturkan beberapa laboratorium di beberapa perguruan tinggi, termasuk pihak swasta, sudah memiliki alat tersebut. Namun penggunaan alat itu tidak rutin digunakan untuk melakukan pemeriksaan virus Corona."Di Indonesia sebenarnya yang punya alat itu sudah cukup banyak. Tidak hanya di laboratorium perguruan tinggi, tapi juga beberapa lab swasta juga sudah punya. Hanya mereka tidak rutin melakukan pemeriksaan untuk virus Corona ini," tuturnya.

"Saat ini yang saya tahu pemeriksaan ada di Litbangkes kebetulan bu Vivi murid saya dulu. Kedua yang saya tahu persis di lembaga EIJKMAN karena kami sedang memiliki alat itu, kami memiliki pusat sindrom nasional yang bisa mendeteksi berbagai macam virus," sambungnya.

Amin mengklaim sudah memiliki pengalaman dalam mendeteksi virus-virus Corona dengan jenis lain. Sementara untuk mendeteksi virus 2019-nCoV ini, Amin masih menggunakan alat yang sama dengan 2 step dibantu dengan orang yang memiliki pengalaman dalam mendeteksi virus Corona sebelumnya.

"Nah terkait virus Corona ini kami sudah punya pengalaman untuk mendeteksi virus Corona walaupun jenis yang lain. untuk virus Corona Wuhan ini kami menggunakan alat yang sama, sistem yang sama, orang yang sama yang punya pengalaman dan kita yang sebelumnya kami pakai itu dengan 2 step, yaitu screening tidak menggunakan PCR untuk deteksi semua virus Corona, jadi kalau ada virus Corona di sampel pasti akan ketahuan. Setelah itu kalau hasilnya positif kita akan konfirmasi dengan menggunakan sequencing," pungkasnya.

Enggan ke Indonesia

Beberapa negara tetangga sudah terjangkit virus corona Wuhan (2019-nCoV). Indonesia jadi sorotan karena belum ada satupun kasus yang terkonfirmasi positif terkena corona.Sorotan makin tajam ketika sebuah penelitian di Harvard University memprediksi virus corona Wuhan seharusnya sudah masuk Indonesia. Prediksi ini dibuat dengan permodelan berdasarkan volume penerbangan dari dan ke Wuhan.

Para penderita virus Corona di Cina umumnya berasal dari kelompok umur tua (berusia 40 tahun ke atas) dan kelompok dengan umur yang sangat muda (anak-anak). Kedua kelompok ini memang rentan akan berbagai macam virus karena tidak memiliki sistem imun yang optimal.

Pada kelompok umur tua, imunitas melemah karena secara umum juga telah terdapat penyakit lain. Misalnya seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit hati. Sementara pada kelompok umur yang sangat muda, sistem kekebalan tubuhnya memang belum terlatih, sehingga amat rawan terinfeksi virus.

Karenanya, jalan tercepat bagi virus Corona Cina untuk sampai di Indonesia ialah apabila kelompok rentan yang disebutkan di atas belum lama ini berkunjung ke Wuhan dan sudah kembali ke Tanah Air. Hanya saja, penjagaan jalur ini benar-benar sudah diperketat oleh Menkes Terawan bersama jajarannya.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Anung Sugihantono, M.Kes, mengatakan hingga saat ini belum ada pasien yang terkonfirmasi terkena virus corona baru walaupun ada pasien yang menunjukkan gejala. Menurut Anung, ada beberapa faktor yang membuat sampai saat ini belum ditemukan virus korona baru. Faktor-faktor tersebut antara lain perbedaan situasi lingkungan, masyarakat yang masih merasa sehat, dan daya tahan tubuh masyarakat yang lebih kuat.

Jika di identifikasi, penyebab virus corona enggan hinggap di Indonesia antara lain disebabkan oleh hal hal sebagai berikut :

1. Suhu Udara

Menurut penelitian dalam jurnal Clinical Microbiology Reviews, virus memperbanyak diri dengan lebih cepat pada suhu di bawah 37 derajat celsius. Studi lain pun menyebutkan bahwa suhu terbaik bagi penyebaran virus influenza adalah 5 derajat celsius.

Coronavirus bisa saja menyebar di Indonesia, tapi Indonesia merupakan negara tropis dengan rata-rata suhu udara yang cukup tinggi. Suhu yang tinggi tersebut mungkin saja menghambat penyebaran sejumlah virus, termasuk coronavirus.

Virus penyebab flu biasanya juga lebih mudah menyebar pada udara yang dingin dan kering. Ini sebabnya orang-orang lebih sering terjangkit flu pada akhir tahun ketika suhu udara menurun dan musim penghujan dimulai.

Perbedaan iklim yang cukup kontras antara Wuhan dengan Indonesia juga dapat menghambat pertumbuhan virus Corona Cina. Wuhan saat ini sedang tak bisa melihat matahari karena ditutupi salju, sementara di Indonesia kita masih bisa menjumpai matahari setiap hari.

2. Paparan sinar matahari

Sinar ultraviolet (UV) dari matahari telah lama digunakan sebagai desinfektan alami, umumnya pada produksi air minum kemasan dan fasilitas medis. Dr. William Schaffner, spesialis penyakit infeksi di Vanderbilt University School of Medicine di Tenessee, AS, turut menyebutkan bahwa sinar UV juga berpotensi membunuh virus.

Berbeda dengan negara-negara yang lebih dingin, penyebaran coronavirus di Indonesia bisa jadi terhambat karena Indonesia terpapar sinar matahari sepanjang tahun. Sinar matahari memancarkan radiasi yang bisa menguraikan protein, mengubah struktur, dan menurunkan kemampuan virus dalam menginfeksi.

Dilansir dari Republika, ahli mikrobiologi FKUI dr. Fera Ibrahim, SpMK(K), MSc, PhD menambahkan, bahwa jenis virus ini sensitif pada pemanasan atau sinar ultraviolet. Sehingga kemungkinan ini yang menyebabkan virus tidak berkembang di negara khatulistiwa seperti Indonesia. Singkatnya, virus corona sensitif terhadap pemanasan, dan sinar matahari di Indonesia bisa menonaktifkan virus.

Kendati demikian, perlu diketahui bahwa coronavirus adalah virus yang mengandung RNA, bukan DNA. Virus RNA biasanya lebih tahan terhadap sinar matahari. Maka dari itu, hubungan antara sinar matahari dan coronavirus masih perlu dikaji lebih lanjut.

3. Daerah tidak terjangkau penyebaran virus

Spesialis mikrobiologi klinik RS Universitas Indonesia, dr. R. Fera Ibrahim, M.Sc., Ph.D., Sp.MK, menyatakan bahwa kepadatan penduduk dan akses beberapa wilayah di Indonesia berperan penting dalam penyebaran novel coronavirus.

Menurutnya, semakin padat penduduk suatu wilayah dan baik aksesnya, semakin besar kemungkinan novel coronavirus menyebar. Sebaliknya, wilayah di Indonesia yang agak terpencil atau jauh dari kepadatan justru mendapatkan ‘keuntungan’ karena virus lebih sulit menyebar.

Meskipun Indonesia memiliki sejumlah faktor yang dapat menghambat penularan novel coronavirus, negara ini tidak sepenuhnya terlepas dari risiko penyebaran wabah. Oleh sebab itu, masyarakat tetap perlu melakukan upaya pencegahan dan membatasi paparan terhadap pasien terinfeksi maupun hewan yang bisa menyebarkan virus.

4. Mayoritas Muslim

Keengganan virus corona mampir ke Indonesia diduga juga karena mayoritas penduduk negeri ini beragama islam yang mengajarkan umatnya untuk selalu menjaga kebersihan. Misalnya, dengan melakukan wudhu yang jumlahnya minimal lima kali dalam sehari. Dan, wudhu ini juga sebagai salah satu bentuk menjaga kebersihan untuk mencegah penularan penyakit.

Menurut Wakil Direktur Medik dan Keperawatan RS lslam Banjarmasin, dr H Meldy Muzada Elfa, Sp.PD, aktivitas cuci tangan dengan sabun merupakan salah satu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Di mana, salah satu tujuannya adalah menghindari kontak kuman atau infeksi dari tangan masuk ke dalam tubuh manusia.
Cuci tangan dengan sabun yang direkomendasi kan adalah berdasarkan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia atau WHO dengan tata cara yang sudah ditentukan.

Sementara, berwudhu sendiri merupakan salah satu kewajiban seseorang (Muslim) ketika ingin melaksanakan shalat dan dianjurkan untuk selalu menjaga wudhu di setiap saat.

Menurut Meldy, memang belum didapatkan penelitian apakah cuci tangan dengan sabun sesuai standar WHO mempunyai efektivitas yang sama dalam pencegahan penularan penyakit dibandingkan dengan seseorang yang rutin berwudhu.

Namun secara logika, ketika seseorang rutin berwudhu, selain untuk shalat Iima waktu, ditambah dengan shalat sunah seperti Dhuha dan Tahajud, maka dalam satu hari orang tersebut sudah mencuci tangan dan anggota yang lainnya sebanyak tujuh kali bahkan lebih.

Kondisi ini ternyata juga terjadi untuk muslim Uighur di China yang kabarnya tidak satupun yang terjangkit virus corona. Adalah Hanny Kristianto anggota Yayasan Mualaf Center Indonesia yang menyatakan bahwa umat muslim Uighur bebas dari virus corona adalah benar dan tidak mengada ada. "Sehat menurut Muslim Federation of China itu aman.", katanya.

Alasannya, tambah dia, muslim Uighur menjaga kebersihan dengan wudhu, menggunakan cadar atau masker, dan tidak memakan binatang endemik yang jadi sumber penyakit, seperti kelelawar dan babi. "Mereka di sana masih aktivitas seperti biasa, ke masjid buka toko. Enggak kayak di Wuhan."ujarnya.

5. Doa yang Manjur

Terakhir alasannya adalah kekuatan doa dari seluruh masyarakat yang terkabul sehingga di Indonesia belum ditemukan virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, China. Dulu ketika virus SARS menyerang Asia, Indonesia juga termasuk negara yang “kebal” terhadap virus semacam itu.

Kiranya kolaborasi antara faktor suhu udara, sinar matahari, kondisi alam dan juga gaya hidup masyarakat Indonesia menjadi perpaduan yang serasi untuk mencegah merajalelanya virus corona di negara kita. Semoga.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar