Mahfud MD: Pemulangan WNI eks ISIS Itu Ngaco!

Kamis, 06/02/2020 12:53 WIB
Mantan Ketua MK, Mahfud MD. (eramuslim)

Mantan Ketua MK, Mahfud MD. (eramuslim)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memiliki pendapat pribadi terkait rencana pemulangan 660 orang warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).

Sebagai pribadi, dia menolak rencana tersebut dan menganggapnya `ngaco`.

Tapi sebagai Menko bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan dia masih harus mendengar pendapat para pejabat terkait tentang isu ini dan mengkajinya bersama.

"Kalau Anda tanya ke saya, Mahfud, saya enggak setuju dipulangkan. Itu ngaco!," kata Mahfud di kantornya, Rabu (5/2/2020).

Untuk memulangkan dan kembali ke masyarakat, dia melanjutkan, butuh waktu dan tahapan tertentu. Terhadap mereka yang pernah melanggar hukum harus menjalani proses hukum terlebih dahulu. Selama proses menjalani hukuman itulah dideradikalisasi, pembinaan, lalu diserahkan ke masyarakat.

Hanya saja Mahfud membayangkan, kelak ketika mereka sudah kembali ke masyarakat kemungkinan tak akan begitu saja diterima secara terbuka. "Mereka akan dihindari, disindir, dicibir, ya jadi teroris lagi. Jadi, ya biar saja di luar kalau (pendapat) saya ya," ujarnya.

Tapi sikap pribadinya itu tidak lantas akan serta-merta diikuti oleh para pejabat terkait. Dia akan mempersilahkan masing-masing pejabat untuk menyampaikan argumentasi baik-buruknya. "Saya ini demokratis orangnya, silahkan. Kami kaji bersama baik-buruknya."

Saat ini tim khusus yang dipimpin Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius tengah mengkaji opsi kebijakan yang akan diambil, memulangkan atau tidak.

Sebagai catatan, Indonesia memiliki UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan. Pasal 23 UU tersebut menyatakan bahwa WNI yang mengikrarkan diri untuk setia terhadap negara lain akan kehilangan kewarganegaraannya.

Selain wacana pemulangan WNI eks ISIS, dalam wawancara khusus selama lebih dari 30 menit itu Prof Mahfud Md juga merespons berbagai kritik aktivis terkait penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dinilai melemah.

Ia juga menjelaskan secara garis besar ide di balik pembuatan Omnibus Law yang oleh pihak tertentu dicurigai hanya sebagai upaya mempermudah masuknya investasi dari China. Padahal faktanya investasi yang saat ini banyak ditawarkan justru datang dari Uni Emirat Arab dan Saudi Arabia.

Khusus terkait peta jalan penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu, Mahfud menawarkan konsep amputasi seperti dilakukan oleh pemerintah China dan negara-negara di Eropa Timur. Atau mengikuti jejak yang dilakukan oleh Nelson Mandela di Afrika Selatan. (Detik.com).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar