Maladministrasi Dalam Proses Jebakan PSK NN di Sumbar

Rabu, 05/02/2020 21:35 WIB
Ilustrasi

Ilustrasi

law-justice.co - Ombudsman RI tengah menyelidiki dugaan maladministrasi dalam proses penggerebekan dan penjebakan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) berinisial NN di Sumatera Barat (Sumbar). Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu menegaskan, hanya polisi yang boleh melakukan penyamaran untuk menjebak pelaku tindak pidana.

Kasus penggerebekan PSK NN di Sumbar mendadak ramai diperbincangkan karena keterlibatan politisi Partai Gerindra dalam proses penyamaran di salah satu hotel. Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar Andre Rosiade disebut-sebut sebagai orang yang turut serta dalam penggerebekan. Andre dan orang suruhannya diduga terlibat aktif dalam proses pemesanan PSK NN di salah satu aplikasi chat, memesan kamar hotel, sampai melakukan transaksi dengan NN.

Merespon hal tersebut, Ninik Rahayu menegaskan, kewenangan penyamaran untuk menjebak pelaku tindak pidana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Kapolri No. 6 tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Untuk mengungkap tindak pidana yang sulit dibuktikan, boleh dilakukan dengan cara penyamaran (Under Cover).

"Kasus menjebak adalah kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum, karena sudah masuk domain eksekusi," kata Ninik Rahayu dalam siaran Pers yang diterima redaksi, Rabu (5/2/2020).

Dalam kasus NN, kata Ninik, para pihak yang merasa prihatin dengan praktik prostitusi di Sumbar seharusnya dapat meminta bantuan pihak Kepolisian untuk bertindak dengan cara undercover. Proses penyamaran yang dilakukan harus sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

"Kami hargai upaya pemberantasan (tindak pidana) penjualan orang, termasuk dalam bentuk prostitusi. Seharusnya semua pihak tetap dalam koridor tugas pokok dan kewenangannya. Jangan ada kesewenang-wenangan karena jabatannya," ujar Ninik.

Selain itu, Ninik juga menyoroti perihal penahanan NN. Ombudsman RI telah berkoordinasi dengan perwakilan daerah Sumbar, dan menduga kasus tersebut lebih tepat dianggap sebagai tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking). Dalam hal ini, berdasarkan UU No 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana Extra Ordinary Crime, NN adalah korban yang harus mendapat perlindungan.

"Jikapun menggunakan dalil KUHP, khususnya pasal 298 yang mengatur tentang prostitusi, harusnya yang ditahan mucikarinya. Bukan korbannya," ucapnya.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar