Menko Luhut Kesal: Kita Diremehkan Karena Tak Punya Senjata Nuklir

Rabu, 05/02/2020 09:19 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (Fajar.co.id)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (Fajar.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengisahkan pengalamannya dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan tersebut, dia mengatakan Indonesia sempat tidak dianggap karena tidak memiliki senjata nuklir.

Saat pertemuan internasional itu, Luhut mengaku melihat jenderal dari Amerika Serikat, hanya bicara dengan para jenderal dari Korea Utara, dan China.

"Kita enggak dianggap sama dia, dalam hati saya bilang, sialan dia," kata Luhut saat memberikan sambutan di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (4/2).

Setelah melihat itu, Luhut mengaku menghampiri salah satu jenderal tersebut. Dia memperkenalkan diri dan menyampaikan kalau dirinya juga seorang jenderal lulusan Amerika. Luhut juga mengatakan negaranya memiliki kekayaan yang berlimpah ruah.

"You know what? Saya bilang, negara kami punya semua," kata Luhut pada salah satu jenderal itu.

Sebagai mantan tentara, Luhut sempat terpikir untuk membuat Indonesia memiliki senjata nuklir, agar Indonesia tidak lagi diremehkan oleh negara-negara dunia.

"Dalam hati saya, kalau kita punya nuklir power baru kau takut," ungkapnya kala itu.

Keinginan memiliki membuat senjata nuklir itu sempat disampaikan Luhut kepada Presiden Joko Widodo sepulang dari Davos. Sayangnya, Presiden Jokowi menolak ide tersebut lantaran ingin fokus pada hal lain.

"Tapi satu ketika kami timbang-timbang juga (senjata nuklir)," tandasnya.

Pertamina Berencana Kembangkan Energi Nuklir

PT Pertamina (Persero) mengaku siap untuk masuk ke dalam energi terbarukan atau renewable energy di Indonesia. Salah satunya, perusahaan BUMN itu akan berencana masuk melalui bahan bakar hidrogen dan nuklir.

"Kita akan masuk ke area hidrogen, kemudian nuklir. Karena tren yang ada dekarbonisasi, tidak lagi menginginkan yang ada karbonnya," kata Senior Vice President Research and Technology Center (RTC) Pertamina, Dadi Sugiana saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/11).

Dia mengatakan, hidrogen yang akan dicoba dikembangkan pihaknya adalah hidrogen di use refinery, untuk memproduksi metanol dan mobility. Sementara sebagai penggerak hidrogen akan menggunakan nuklir agar bisa memproduksi energi murah.

Saat ini, Pertamina memiliki pembangkit listrik tenaga panas bumi yang menghasilkan sekitar 700 MW dan akan ditambah 55 MW lagi pada 2020. Dadi mengakui penambahan ini kecil karena banyaknya tantangan dalam pengembangan geothermal.

"Yang sudah komersial adalah geotermal kita udah 700 sekian MW. Nanti 2020 tambah 55 MW ini masih rendah, banyak persoalan," katanya. (merdeka.com).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar