Pendapatan Driver Ojol Kian Seret, Berikut Sejumlah Penyebabnya

Senin, 03/02/2020 15:50 WIB
Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) melakukan demonstrasi di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Rabu (15/1). Para pengemudi ojol ini menagih janji Jokowi  pada 2018 lalu. Robinsar Nainggolan

Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) melakukan demonstrasi di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Rabu (15/1). Para pengemudi ojol ini menagih janji Jokowi pada 2018 lalu. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Menjadi driver ojek online (Ojol) kini semacam sudah menjadi primadona baru. Pasalnya jumlahnya kian bertambah dari hari ke hari. Namun, makin banyaknya jumlah driver ojol membuat pendapatannya makin seret. Tak hanya itu ternyata sejmulah alasan lain pun membuat pendapatan mereka makin menipis dibandingkan sebelumnya.

Ada beberapa aturan baru dari aplikator yang dinilai merugikan driver. Salah satu driver Grab Dadang (40) mengatakan, salahs atu alasan tak banyaknya pendapatan saat ini karena sudah tidak ada lagi subsidi tarif yang diberikan aplikator ke driver. Padahal subsidi itu sangat memabntu dan menambah penghasilan driver selama ini.

"Awal-awal itu kalau di Grab pakai tarif minimal. Misalnya dari Kebon Sirih ke Stasiun Tanah Abang kalau jam sibuk misalnya dari jam 06.00-09.00 WIB itu tarif minimumnya Rp 25 ribu. Dari situ penumpang hanya bayar Rp 10-15 ribu misalkan, nah sisanya ditanggung pihak Grab untuk driver. (Sekarang) enggak karena itu kan strategi pasar juga. Jadi disebutnya subsidi. Dulu kan driver juga masih sedikit," kata Dadang, Selasa (28/1/2020).

Belum lagi aturan yang mewajibkan penghasilan driver dipotong 20% setiap satu kali perjalanan. Proses pemotongannya berlangsung begitu saja.

"Iya (dipotong) 20% setiap orderan. Misalnya penumpang bayarnya OVO itu dari saldo penumpang yang dipotong. Misalnya tarifnya Rp 20 ribu, jadi nanti kita terima cuma Rp 16 ribu. Tapi kalau cash, saldo OVO kita itu dipotong, diambil 20%," bebernya.

Ditambah aturan Grab yang menetapkan potongan pajak 6% bagi driver yang dapat bonus Rp 4,5 juta/bulan. Meski begitu, Dadang mengaku belum kena aturan ini lantaran dapat bonus hanya sekitar Rp 3 juta/bulan.

"Kalau yang pajak setiap bulan. Saya sendiri belum kena pajak karena pajak itu cuma yang dapat bonus saja di atas Rp 4,5 juta/bulan. Saya dapat bonus paling di kisaran Rp 75-100 ribu (per hari) paling," terangnya.

Pengemudi Gojek Maryanto (54) menambahkan, terkadang penghasilan driver harus berkurang lagi untuk bayar parkir saat masuk gedung guna mengantar/jemput penumpang.

"Misalnya kita ngantar orang ke gedung-gedung, penumpang itu nggak ngasih parkir. Taruh lah di jarak-jarak dekat yang Rp 10 ribu jadi Rp 8 ribu (sisa pendapatan). Kalau sudah 2 kali parkir berarti sudah Rp 4 ribu. Berarti kita cuma dapat Rp 6 ribu (pendapatan). Belum lagi dipotong 20%," terangnya.

Kalaupun meminta uang parkir pada penumpang, ia takut penumpang tersebut akan mengadu ke aplikator dan dirinya terancam diputus mitra.

"Kalau misalnya kita minta uang parkir ke customer (mungkin) ngasih tapi kita nggak tahu hati orang, tiba-tiba dia ngirim email, risikonya suspend sampai putus mitra," ucapnya. (detikfinence).

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar