Marak Pengrusakan Rumah Ibadah, Gusdurian: Tinjau Ulang SKB 2 Menteri

Jum'at, 31/01/2020 21:30 WIB
Perusakan Balai Pertemua Umat Muslim di Perumahan Agape, Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara, Rabu (29/1/2020) malam. (Foto: Gelora)

Perusakan Balai Pertemua Umat Muslim di Perumahan Agape, Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara, Rabu (29/1/2020) malam. (Foto: Gelora)

law-justice.co - Kasus pengrusakan Balai Pertemuan Umat Muslim atau Mushala di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, pada Rabu (29/1) malam, merupakan bagian dari persoalan besar pendirian rumah ibadah di Indonesia. Jaringan Gusdurian meminta Pemerintah meninjau ulang Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri.

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid dalam keterangan persnya mengatakan, itu bukan kasus pertama dan satu-satunya di Indonesia. Ada kasus pembakaran masjid di Tolikara, pembakaran gereja di Singkil Aceh, pelarangan pendirian gereja di Yogyakarta dan Semarang, pelarangan pendirian Pura di Bekasi, hingga kasus gereja GKI Yasmin di Bogor yang terus berlarut-larut.

“Status negara kita jadi ‘darurat toleransi’. Eksklusivisme beragama yang menguat, kurangnya dialog antar pemeluk agama, hingga peraturan negara yang mengekang kebebasan berpendapat, menjadi beberapa faktor yang melatari terjadinya berbagai kasus intoleransi berbasis agama,” kata Alissa, Jumat (31/1/2020).

Karena itu, ia meminta pemerintah untuk meninjau ulang SKB 2 Menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah. Setidaknya ada 4 poin penting dalam SKB 2 Menteri yang perlu disoroti ketika hendak membangun suatu rumah ibadah.

Pertama, harus memiliki daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang, yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah. Kedua, harus ada dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa. Ketiga, rekomendasi tertulis Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota. Keempat, rekomendasi tertulis FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) Kabupaten/Kota.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk meninjau ulang SKB 2 Menteri tentang Rumah Ibadah, supaya tidak melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan. Perlu dirumuskan aturan yang selaras dengan Undang-Undang Dasar dan standar HAM internasional,” ujar Alissa.

Putri Presiden RI Ke-4 itu menegaskan, pada prinsipnya, kebebasan beribadah dan berkeyakinan merupakan hak konstitusional warga yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Perusakan tempat ibadah harus ditindak secara tegas.

Alissa meminta semua pihak untuk menahan diri dan tidak terporvokasi dengan pengrusakan tersebut. Para pelaku yang menjadi aktor pengrusakan harus diporses secara hukum.

“Bersikap bijak dalam bermedia sosial dengan tidak menebar umpatan, ujaran kebencian, dan melebih-lebihkan informasi berita,” ucap dia.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar