Fakta Kebengisan Dua Sejoli Dalang Prostitusi ABG di Kalibata City

Jum'at, 31/01/2020 06:53 WIB
Ilustrasi prostitusi. (Liputan6.com)

Ilustrasi prostitusi. (Liputan6.com)

Jakarta, law-justice.co - Sebanyak 6 orang yang diduga pelaku terkait praktik prostitusi ABG di Aprtemen Kalibata City, Kalibata, Jakarta Selatan ditangkap petugas kepolisian.

Dua dari enam pelaku merupakan sejoli berinisial AS (17) dan JF (29).

Kapolres Jakarta Selatan Kombes Bastoni Purnomo menjelaskan, awalnya AS dan JF berpacaran dan tinggal di apartemen dengan menyewa unit harian.

Mereka kemudian terdesak perekonomina, sehingga JF kemudian menawarkan AS kepada pria hidung belang.

Selain AS, mereka juga memperdagangkan korban lain yakni NA (16) dan JO (17). Di sisi lain, para korban meminta tolong kepada keduanya untuk dicarikan pekerjaan karena membutuhkan uang.

"Rata-rata putus sekolah, karena faktor ekonomi juga mereka bosen, kemudian lari dari orang tuanya," tutur Kombes Bastoni Purnomo kepada wartawan di Polres Jaksel, Jl Wijaya II, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (29/1/2020).

Bastoni menyebutkan, selain menjadi pelaku, AS adalah korban. Tersangka JF, yang merupakan kekasihnya, juga menjual AS kepada pria hidung belang.

"AS ini sebagai pelaku dan juga korban. Dia juga disetubuhi oleh JF," imbuhnya.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan 4 pelaku lainnya yakni NA, NF, MTG, dan ZMR. Mereka ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan dan perdagangan orang.

Sedangkan khusus untuk NA dan AS, keduanya ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan terhadap JO.

Praktik prostitusi ini telah dilakoni para tersangka sejak September 2019. Dalam aksinya, mereka tidak mengeksploitasi korban secara seksual, tetapi juga menganiaya korban. Bahkan JO dicekoki miras apabila menolak melayani tamu.

Korban berinisial JO (15) dicekoki miras hingga dianiaya bila menolak melayani tamu.

"Dipaksa untuk minum kalau tidak nurut ya, dilakukan pemukulan dan sebagainya," kata Kombes Bastoni.

Dalam penyelidikan polisi, diketahui korban JO mendapat penganiayaan, seperti digigit, disundut rokok, dipukul, ditendang, hingga diseret. Tidak hanya itu, mereka juga merekam video korban ketika tidak berbusana.

"Paksaan terutama dari para pelaku yang umumnya laki-laki, yaitu JF dan ZMR," imbuh Bastoni.

Para pelaku menawarkan korban melalui media sosial. Korban ditarif dengan harga bervariatif hingga Rp 900 ribu.

"Rata-rata dengan harga Rp 350 ribu sampai Rp 900 ribu," kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Bastoni Purnomo kepada wartawan di kantornya, Jl Wijaya II, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (29/1/2020).

Dari hasil melayani para pria hidung belang itu, korban diwajibkan menyetor ke muncikari. Mereka juga harus memberi iuran untuk membayar sewa unit apartemen per hari.

"Dari jumlah tersebut, mereka mendapatkan atau disetorkan ke pelaku Rp 100 ribu kemudian Rp 50 ribu ke joki, kemudian sewa apartemen per harinya Rp 350 ribu. Indikasi dibayar secara patungan," tuturnya.

Polisi masih akan mengembangkan penyelidikan kasus ini. Polisi juga akan memeriksa pihak pengelola hingga pemilik unit apartemen.

"Ya nanti kita minta keterangan, termasuk juga yang pemilik kamar itu nanti kita mintai keterangan apakah mengetahui atau tidak," kata Bastoni.

Bastoni mengatakan pengelola hingga pemilik kamar bisa dijerat pidana bila mengetahui adanya praktik prostitusi tersebut.

"Kalau mengetahui, tentunya akan dikenai pidana juga karena dia turut membantu menyediakan tempat," imbuhnya.

Lebih lanjut, Polres Jaksel akan berkoordinasi dengan Wali Kota Jakarta Selatan. Polisi dan instansi terkait akan melakukan pengawasan untuk mengantisipasi agar kejahatan serupa tidak terulang.

"Tentunya nanti kita akan kerjasama dengan pihak pengelola juga dengan Walkot Jaksel, mungkin nanti juga dengan Satpol PP kita akan melakukan pengawasan baik itu razia maupun pengecekan ke kamar-kamar apartemen," tuturnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto merasa prihatin dengan adanya prostitusi ABG ini. Susanto menilai, anak rentan mengalami kekerasan seksual.

"Ada kerentanan anak, bukan hanya sebagai korban, tapi juga diposisikan sebagai pelaku kenapa? Karena posisi anak rentan. Kedua anak sering kali jadi medium yang efektif apakah itu untuk promosi, apakah itu untuk kepentingan katakanlah eksploitasi seksual maupun yang lain. Ketiga memang sistem hukum kita, memang anak memiliki norma hukum yang khusus, sistem undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, makannya apapun kondisinya anak yang dilibatkan pelaku tentunya harus dipastikan anak harus diproses dengan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," jelas Susanto.

Lebih lanjut, KPAI meminta agar korban dilakukan rehabilitasi.

"Kalau korban tidak mendapatkan rehabilitasi secara tuntas, itu punya kerentanan menjadi pelaku. Jadi banyak riset melaporkan 75 persen korban itu punya kerentanan menjadi pelaku jika tidak mendapatkan rehabilitasi secara tuntas," imbuh Susanto.

Sementara itu dua tersangka berinisial NF (19) dan JF (29) sebagai muncikari mengaku telah beroperasi selama tiga bulan. Tersangka JF mengaku dirinya sebagai penghuni salah satu kamar yang dijadikan tempat melancarkan aksinya.

Dia mengaku menjajakan satu korban berinisial AS (17) yang merupakan pacarnya.

"Iya saya nyewa harian di situ, tinggal di situ," kata NF.

Sementara itu, tersangka lain berinisial NF menyebut dialah yang menjual dua korban anak baru gede (ABG), yakni JO (15) dan NA (15). Dia beralasan menjual korban ke lelaki hidung belang lantaran sama-sama membutuhkan uang.

"Perempuannya minta tolong dan saya butuh uang. Perempuannya juga minta dicarikan tamu," katanya.


Sumber: detik.com.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar