Pekerja Jepang tak hanya dikenal sangat disiplin dalam berbagai hal, tapi juga gila kerja. Karenanya, `cuti` dan `hari libur` jadi kata tabu, bahkan dibenci mereka, terutama para pekerja.
Mengambil cuti bukan yang hal umum bagi para pekerja di sana. Contohnya baru-baru ini, masyarakat Jepang dibuat heboh karena Menteri Lingkungan Hidup Jepang Shinjiro Koizumi mengambil cuti. Hal itu ia lakukan saat mengumumkan kelahiran putranya. Shinjiro memutuskan untuk mengambil hak cuti ayah pada 17 Januari 2020.
Ia mengambil cuti selama dua minggu setelah sang istri melahirkan. Keputusan ini jadi sorotan dunia, terutama masyarakat Jepang, karena ia merupakan pejabat publik pertama yang mengambil cuti ayah. Shinjiro mengakui bahwa keputusan mengambil cuti merupakan topik sensitif di Jepang karena memiliki kelebihan dan kekurangan.
"Ini adalah pertama kalinya bagi seorang menteri mengambil cuti dan setiap kali Anda melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kritik selalu melekat," katanya. Melansir dari BBC, 22 Januari 2020, masyarakat Jepang paling anti ambil cuti, bahkan mereka akan protes saat diberi jatah libur.
BBC pernah mewawancarai para pekerja Jepang perihal cuti. Sebagian besar dari mereka punya alasan yang sama, yakni saat ambil cuti, khawatir akan jadi bahan omongan dan nama, serta reputasi mereka jadi jelek.
Manajer salah satu restoran di Jepang, tepatnya di Prefektur Gunma, Tsuyoshi mengaku tidak pernah memeriksa daftar cuti yang diajukan para karyawan. Apalagi, ia tidak pernah mengambil cuti. "Kalau ada yang cuti, rekan-rekan kerja akan berpikir negatif. Di sini, Anda akan dinilai lebih tinggi jika bekerja keras dan tidak pernah cuti," tuturnya.
Budaya gila kerja sudah jadi masalah besar di Jepang. Sejak tahun 70-an, ada sebutan Karoshi, yakni kematian yang terjadi akibat terlalu banyak kerja. Karenanya, kebiasaan ini sudah dinilai jadi masalah nasional oleh Pemerintah Jepang.
Komentar