Tak Puas Ditolak di Praperadilan, Pengacara Nurhadi Akan Lawan KPK

Selasa, 21/01/2020 19:45 WIB
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung atau MA, Nurhadi. (Legal Era Indonesia)

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung atau MA, Nurhadi. (Legal Era Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Jaini menolak ggatan praperadilan yang diajukan oleh eks Sektetaris Mahkamah Agung Nurhadi. Pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail tak maun menerimanya.

Meski begitu Maqdir menyatakan, pihaknya akan melawan KPK dan akan mengikuti proses hukum berikutnya setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan Nurhadi dan kawan-kawan.

"Tentu argumen kita bisa berdebat bisa setuju atau tidak. Hanya saja sudah diputus tinggal kewajiban klien kami mengikuti proses hukum, itu mulai dari pemeriksaan tersangka dan kemudian sampai proses sidang," kata Maqdir usai sidang putusan di PN Jaksel, Selasa (21/1/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.

Maqdir menuturkan, pihaknya menunggu proses persidangan untuk membuktikan bahwa Nurhadi dkk tidak melakukan tindak pidana suap sebagaimana disangkakan KPK.

"Kita bisa buktikan dalam proses persidangan. Apakah sangkaan ini benar atau tidak benar," ujar Maqdir.

Pasalnya, hakim praperadilan tidak mempertimbangkan beberapa bukti yang diajukan oleh Maqdir karena dianggap sudah masuk ke dalam pokok perkara. Padahal, menurut Maqdir, bukti permulaan yang diajukan KPK mestinya sudah menunjukkan ada tidaknya suap yang disangkakan oleh KPK.

"Menurut kami bukti permukaannya harus menunjukan bukti bahwa perbuatan pidana itu memang dilakukan. Kalau ada suap, suapnya harus ada, tidak bisa pakai asumsi bahwa orang trima suap, sumbernya harus jelas," kata Maqdir.

Sebelumnya, Hakim Ahmad Zaini menyatakan, penetapan Nurhadi cs sebagai tersangka yang dilakukan KPK telah sah secara hukum.

"Menolak permohonan praperadilan para pemohon yaitu pemohon 1 Rezky Herbiyono, pemohon 2 Nurhadi, dan pemohon 3 Hiendra Soenjoto untuk seluruhnya," ujarnya.

Nurhadi cs mengajukan praperadilan berkaitan dengan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016. Dalam kasus yang menjeratnya, Nurhadi diduga melalui Rezky telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar